tirto.id - Tujuh belas tahun silam, Astuti (40), menginjakkan kaki untuk pertama kalinya di kawasan Kampung Bayam, Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Ia memutuskan tinggal di sana setelah menikah dengan sang suami.
Pada saat itu, suasana Kampung Bayam masih sangat alami. Sejauh mata memandang, tampak hamparan sawah dan perkebunan di sekeliling kampung. Sulit bagi warga berjalan menggunakan alas kaki, sebab jalanan masih dipenuhi lumpur dan tanah.
Astuti dan suaminya bermukim di sebuah rumah semi permanen yang terbuat dari bambu. Mereka menyambung hidup sehari-hari dengan berdagang kopi dan minuman dingin. Menurut Astuti, Kampung Bayam telah menjadi bagian dari momen-momen penting fase kehidupannya, termasuk kelahiran dua buah hatinya.
“Kayak ada ikatan batin gitu. Anak saya pun ari-arinya dikubur di sini semua, di Kampung Bayam. Kan lahiran dua anak-anak saya di sini semua,” tutur Astuti kepada reporter Tirto, Rabu (30/7/2025).
Ia menjelaskan, warga Kampung Bayam saat itu mayoritas berprofesi sebagai petani. Tapi, banyak juga yang sehari-hari bekerja sebagai pengamen ataupun pemulung. Indahnya, masyarakat di situ tinggal dalam keadaan rukun dan damai.

Sampai suatu ketika pada 2017, santer terdengar di tempat mereka tinggal akan dibangun stadion bertaraf internasional. Tiga tahun berselang, tepatnya pada 2020, pembangunan stadion, yang kemudian diberi nama Jakarta International Stadium (JIS) itu dimulai.
Gubernur DKI Jakarta kala itu, Anies Baswedan, memastikan warga Kampung Bayam tidak akan digusur. Astuti mengatakan, sejak seremoni peletakan batu pertama pembangunan JIS, warga pun selalu dilibatkan.
“Kebijakan Pemprov [melalui] Gubernur Pak Anies Baswedan, bahwa beliau janji tidak akan menggusur warga asli sini. Cuma mau ditata warganya lebih layak lagi tempat tinggalnya,” kenangnya.
Semenjak proyek pembangunan JIS dimulai, Astuti sudah tiga kali pindah-pindah hunian. Ia sempat tinggal di tenda sementara, rumah kontrakan, sampai terkini di Rumah Susun (Rusun) Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara.
“Akhirnya, pemerintah merelokasi kami ke Rusun Nagrak. Supaya layak daripada di pinggir jalan seperti itu buat tenda kan. Kita sementara tinggal di sana selama dua tahun ini, alhamdulillah Pemprov DKI dan semuanya mendukung warga rakyat miskin,” kata Astuti.
Setelah lima tahun terpisah dari lingkungan tempat tinggalnya, kini Astuti segera kembali menetap di Kampung Bayam, atau tepatnya di Hunian Pekerja Pendukung Operasional (HPPO) JIS.
Astuti adalah satu dari 67 kepala keluarga (KK) eks warga Kampung Bayam yang telah menandatangani kontrak dengan PT Jakarta Propertindo (Jakpro), selaku pengelola kawasan untuk bisa tinggal di HPPO JIS, sekaligus mendapat kesempatan kerja di lingkungan JIS.
Astuti menyampaikan terima kasih kepada Pemprov DKI karena telah menepati janji menyediakan hunian layak bagi warga eks Kampung Bayam. Ia juga sangat bersyukur karena bisa mendapat upah bulanan yang pasti, setelah ia dipekerjakan sebagai petugas kebersihan di lingkungan JIS.
“Saya senang banget, bangga banget dengan Pak Wali Kota baru ini juga dukung banget rakyat miskin. Saya bangga dengan beliau. Sama gubernur baru Pramono Anung juga sangat banget-banget mengayomi kita lah. Saya bangga bener,” ucap Astuti sambil meneteskan air mata.
“Alhamdulillah, anak saya dua, saya tulang punggung. Jadi berkecukupan lah. Dan dipekerjakan tuh juga sangat membantu keseharian,” tambahnya.

Rasa syukur juga tak henti-henti terucap dari mulut Mardiono (54), salah seorang warga yang segera menghuni HPPO JIS. Ia mengaku sempat hilang harapan untuk bisa kembali ke lingkungan asalnya itu, setelah lima tahun menempuh berbagai jalur perjuangan.
Segala cara telah dilakukan Mardiono agar bisa membawa kembali istri dan empat anaknya tinggal di kawasan Kampung Bayam. Ia bahkan sempat tinggal di dalam tenda di depan JIS selama delapan bulan, sebagai bentuk protes.
“Ini lah hasil perjuangan panjang itu. Kita berjuang lewat jalur hukum pernah, lewat demo ke Balai Kota juga ngalamin. Gak sia-sia juga selama delapan bulan saya [tinggal] di tenda,” kata Mardiono.
Mardiono bercerita, ia pertama kali menetap di kawasan Kampung Bayam pada 2009, setelah sebelumnya tinggal di kawasan Pademangan Barat, Jakarta Utara. Saat itu, ia masih kerja serabutan sebagai kuli bangunan hingga petani.
Tiga orang anak Mardiono juga lahir di Kampung Bayam. Mereka tumbuh besar di sebuah rumah semi permanen yang terbuat dari susunan batu. Rumah itu ia rancang sendiri karena tak mampu bayar tukang.
“Saya bangunnya setengah-setengah sih ya, pakai batu. Yang lainnya sih pada pakai kayu. [Kalau saya] pakai batu. Saya kerjain sendiri soalnya,” sebutnya.
Mardiono memilih tinggal di Kampung Bayam karena tidak memiliki kemampuan apabila harus bayar sewa rumah. Ia mengaku bahagia tinggal di sana, karena semangat gotong royong warganya yang masih tinggi. Menurutnya, para warga bercocok tanam secara bersama-sama untuk memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari.
“Kita ngebun bareng-bareng di sini. Ya, kalau nggak ada kerjaan ya kita tanam ini, apa-apa yang bisa buat kehidupan sehari-hari ya,” ucap Mardiono.
Kini, Mardiono sudah direkrut sebagai pekerja kebersihan di lingkungan JIS. Ia tak lagi cemas memikirkan cara untuk menghidupi keluarganya. Pasalnya, setiap bulan Mardiono sudah menerima upah yang pasti. Dengan begitu, Mardiono yakin keempat anaknya bisa terus melanjutkan pendidikan sampai tingkat tertinggi.
“Alhamdulillah [kerja di JIS] ngebantu secara ekonomi. Kerja juga jelas, gaji pemasukan juga jelas. Alhamdulillah kita masih bisa penuhi kebutuhan, anak-anak juga sekolah lancar tak putus sampai SMA,” katanya.
Selain mendapat pekerjaan tetap, Mardiono dan keluarganya kini juga segera tinggal di hunian yang lebih layak, yakni di HPPO JIS. Selama enam bulan ke depan, ia pun tak dipungut biaya sewa sepeser pun.

Ia menyebut, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, telah memberikan banyak bantuan dan dukungan terhadap perjuangan para warga eks Kampung Bayam, sehingga mereka bisa kembali ke lingkungannya dengan aman dan nyaman.
“Terima kasih kepada Bapak Gubernur terutama yang membantu kami selama ini berjuang untuk mendapatkan hunian yang layak. Alhamdulillah terima kasih saja kepada bapak-bapak yang ada di pemerintahan,” tuturnya penuh harap.
HPPO JIS Jadi Hunian Layak
Sebelumnya, pada Selasa (29/7/2025) kemarin, sebanyak 67 dari 126 KK eks Kampung Bayam telah menandatangani kontrak untuk menghuni HPPO JIS. Penandatanganan kontrak itu dilakukan di Kantor Wali Kota Jakarta Utara.
Kontrak ditandatangani bersama PT Jakpro selaku pengelola, dengan sejumlah fasilitas yang diberikan, termasuk pembebasan biaya sewa selama enam bulan dan kesempatan bekerja di lingkungan JIS dengan upah sesuai dengan Upah Minimum Regional (UMR) DKI Jakarta.
"Setelah mendengarkan penjelasan dari Bapak Wali Kota dan Bapak Adi dari Jakpro, kami, sebanyak 67 warga eks Kampung Bayam yang selama ini tinggal di Rusun Nagrak, sepakat untuk pindah ke HPPO dan menandatangani kontrak hari ini. Terima kasih atas perhatian dan perjuangan yang akhirnya didengar oleh Pak Gubernur," ujar Shirley Aplonia (42), salah seorang perwakilan warga, dalam acara sosialisasi dan serah terima kunci hunian, dikutip dari portal berita resmi Pemprov DKI Jakarta.
Menurut Direktur Bisnis PT Jakpro, I Gede Adi Adnyana atau Adi, sebanyak 126 unit hunian tipe 36 di HPPO JIS telah disiapkan, lengkap dengan berbagai fasilitas dasar. Ia menegaskan, seluruh unit telah melalui uji kelayakan, termasuk aliran listrik dan air yang siap digunakan.
"Kontrak ini juga membebaskan warga dari biaya sewa sebesar Rp1,7 juta per bulan selama enam bulan. Masa bebas sewa ini bukan utang. Kami memahami masa transisi ini diperlukan agar warga bisa mulai bertani atau bekerja," jelas Adi.

Fasilitas pendukung di HPPO juga mencakup lahan seluas 4.000 meter persegi untuk urban farming dan kolam budidaya ikan. Selain itu, warga juga diberi kesempatan bekerja di JIS sebagai bagian dari operasional, selama memenuhi syarat yang ditetapkan. Adi menambahkan, kebijakan ini merupakan bagian dari instruksi langsung Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung.
"Pak Gubernur meminta agar tidak ada satu pun warga eks Kampung Bayam yang tertinggal dalam mendapatkan hunian yang layak," ujarnya.
Sementara itu, Wali Kota Jakarta Utara, Hendra Hidayat, mengatakan komitmennya untuk memfasilitasi proses perpindahan sekolah anak-anak warga eks Kampung Bayam. Ia juga menekankan bahwa HPPO JIS harus menjadi hunian yang inklusif dan berkeadilan bagi seluruh warga eks Kampung Bayam.
"Kami akan bantu koordinasi agar anak-anak bisa melanjutkan sekolah di lingkungan yang dekat dengan tempat tinggal barunya. Pemprov DKI Jakarta berkomitmen menyelesaikan penataan hunian eks Kampung Bayam secara manusiawi, inklusif, dan berkeadilan bagi seluruh warga," jelasnya.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Rina Nurjanah
Masuk tirto.id


































