tirto.id - Raut wajah Zaky (42), Kepala Sekolah SMK Miftahul Falah Jakarta, tampak memancarkan kebahagiaan ketika menceritakan momen kunjungan Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, ke sekolahnya pada Selasa (3/6/2025).
Zaky sungguh tak menyangka, orang nomor satu di Jakarta itu menyambangi sekolahnya yang berlokasi di gang sempit. Karenanya, beberapa hari sebelum kedatangan Pramono, ia dan guru-guru sekolah semangat menata berbagai dekorasi. Zaky dan para guru ingin menyambut Gubernur DKI Jakarta dengan penuh suka cita.
Tujuan Pramono datang ke sekolah di kawasan Cipulir, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, itu adalah untuk menyerahkan bantuan pemutihan ijazah tahap III kepada 827 peserta didik se-DKI Jakarta. Kedatangan Pramono tak pelak menambah kebahagiaan Zaky dan semua hadirin.

SMK Miftahul Falah, disebut Zaky, memang tengah mengalami penurunan pemasukan pada beberapa tahun terakhir. Pasalnya, dari tahun ke tahun jumlah siswa yang berminat untuk menimba ilmu selama tiga tahun terakhir semakin berkurang.
Oleh karenanya, ia merasa sangat terbantu dengan adanya program pemutihan ijazah yang gencar dilaksanakan pada era kepemimpinan Pramono. Tunggakan para alumni SMK yang belum terbayarkan kini sudah ditanggung sepenuhnya oleh Pemprov DKI Jakarta.
“Kebetulan karena kondisi internal kami di sini memang lagi drop secara finansial. Istilahnya ada bantuan tersebut yang bisa bantu untuk tambahan biaya operasional kami,” tutur Zaky kepada reporter Tirto, Rabu (2/7/2025).
Meski begitu, Zaky mengatakan, pihak yang paling terbantu dengan adanya kebijakan ini sudah pasti adalah para alumni SMK yang ijazahnya sempat tertahan akibat tunggakan yang belum terbayarkan. Dari SMK Miftahul Falah, Zaky menyebut ada 16 alumni yang menerima manfaat program tersebut.
Zaky bilang, kondisi sosial siswa dan alumni SMK Miftahul Falah memang cukup memprihatinkan karena banyak yang berasal dari latar belakang ekonomi kurang mampu. Ada yang hanya tinggal dengan ibu yang bekerja serabutan mencuci di rumah orang, bahkan ada yang kehilangan kedua orang tuanya dan diasuh oleh kerabat yang juga kesulitan ekonomi.
Sehingga, banyak murid ataupun alumni yang masih menunggak bayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan (SPP) bulanan. Ia menguraikan, ada alumni yang memiliki tunggakan sebesar Rp2 juta bahkan sampai Rp9 juta.
“Macam-macam tunggakannya, ada yang Rp1 juta, Rp2 juta, bahkan paling tinggi sampai Rp9 juta. Tapi karena bantuan dari pemerintah maksimal Rp5 juta, kita ajukan sesuai yang ditentukan,” jelas Zaky.
“Ya, semoga makin mudah mereka dapat pekerjaan,” harapnya.

Tak hanya Zaky dan muridnya di SMK Miftahul Falah yang merasakan manfaat program ini. Yunita Sari (19), lulusan SMK Mitra Pembangunan di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, juga merasakan dampaknya secara langsung. Sudah setahun ia tak bisa menebus ijazah karena tunggakan SPP sebesar Rp2,5 juta. Kini, setelah dibantu program ini, ia bisa kembali menyusun rencana masa depan.
“Jadi saya nggak perlu ngeluarin uang lagi buat nebus ijazah. Rencana sih mau cari kerja setelah ijazahnya diambil. Selama ini bantu-bantu mama aja di toko kelontong,” ujar Yunita kepada para wartawan tirto.id di Jakarta, Selasa (3/6/2025).
Cerita serupa datang dari Kelvin (19), lulusan SMK Bakti Idhata, Cilandak Barat, Jakarta Selatan. Sejak lulus, ijazahnya ditahan karena tunggakan SPP sebesar hampir Rp2 juta. Orangtuanya tak punya cukup uang karena ibunya hanya ibu rumah tangga, sedangkan ayahnya bekerja di Kalimantan.
Kelvin menyebut, saat ini ia bekerja di restoran tanpa menggunakan ijazah karena dibantu seorang teman. Dengan ijazah di tangan, Kelvin sekarang hendak melamar pekerjaan di bidang IT, sesuai dengan jurusannya semasa SMK.
“Saya sekarang kerja di restoran di BSD. Masuknya dibantu teman, nggak pakai ijazah,” tutur Kelvin kepada para wartawan.
“Tapi saya ada rencana mau coba lamar kerjaan lain kalau ijazah udah di tangan. Maunya kerja di bidang IT, soalnya saya jurusannya IT,” lanjutnya.
Bagi Yunita dan Kelvin, ijazah bukan sekadar kertas formalitas. Itu adalah pintu keluar dari keterbatasan. Program pemutihan ini, bagi mereka, menjadi jalan pembuka yang selama ini tertutup oleh tembok bernama kemiskinan.
Dari Janji Kampanye, Jadi Dampak Nyata
Program pemutihan ijazah telah menjadi buah pikiran pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno, sejak masa kampanye, November 2024 lalu, Pramono berjanji akan menerapkan program pemutihan ijazah yang tertahan di sekolah swasta apabila ia terpilih sebagai gubernur.
"Saya, kalau jadi gubernur, saya akan putihkan. Karena sudah nggak mungkin lagi untuk ditebus, siapa yang menebus?" tuturnya kepada para wartawan di Matraman, Jakarta Timur, Rabu (6/11/2024).

Pramono mengaku sempat menebus ijazah tertahan milik warga Cengkareng, Jakarta Barat. Pramono menilai, tertahannya sebuah ijazah tidak hanya terjadi di satu atau dua sekolah, tapi di banyak sekolah hingga terjadi penumpukan ribuan ijazah yang tertahan.
"Yang begini ternyata banyak sekali. Sehingga, jika itu dibiarkan hanya akan menumpuk saja, percuma. Maka harus dilakukan pemutihan," ucapnya.
Tak sekadar janji, ia benar-benar menepati janjinya. Bantuan pemutihan ijazah tahap pertama telah diserahkan pada 25 April 2025 kepada 117 siswa dengan total bantuan senilai lebih dari Rp596 juta.
Tahap kedua dilakukan saat Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei 2025 yang menyasar 371 siswa dengan total nilai bantuan mencapai Rp1,1 miliar.
Kemudian, tahap ketiga pada 3 Juni 2025 memberi manfaat kepada 827 orang dengan total bantuan sebesar Rp2,64 miliar. Jumlah ini belum termasuk sisa target sekitar 5.337 ijazah hingga akhir tahun.
Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Alia Noorayu Laksono, menyambut positif program ini. Menurutnya, masih banyak warga gagal mendapatkan ijazah karena keterbatasan biaya. Langkah pemutihan ijazah diharapkan dapat memutus siklus kemiskinan dan pengangguran.
“Menurut saya, kebijakan ini sangat bagus. Karena setiap kali saya turun ke daerah pemilihan, selalu ada saja warga yang saya temui yang belum memegang ijazahnya,” ujar Alia pada Kamis (1/5/2025), dikutip dari portal berita resmi Pemprov Jakarta.
Menurut Alia, kendala finansial menjadi penyebab utama warga tidak mampu menebus ijazah dari sekolah. Padahal, ijazah merupakan bukti kelulusan sekaligus syarat utama dalam mencari pekerjaan formal.
Program pemutihan ijazah bukanlah kebijakan yang muncul begitu saja. Di baliknya, ada kerja verifikasi yang panjang dan negosiasi yang intens demi memastikan setiap rupiah bantuan tepat sasaran.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pusat Pelayanan Pendanaan Personal dan Operasional Pendidikan (P4OP) Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Waluyo Hadi, menjelaskan, hingga pertengahan 2025, sudah tiga tahap bantuan yang disalurkan.
“Total anggaran yang sudah disalurkan sampai tahap ketiga mencapai Rp4,3 miliar. Masih ada sisa lebih dari lima ribu ijazah lagi yang akan kami tuntaskan sampai akhir tahun,” kata Waluyo kepada reporter Tirto lewat sambungan telepon pada Rabu (2/7/2025).
Ia menyebutkan, nilai total tunggakan yang diajukan warga sebenarnya mencapai Rp34,7 miliar. Namun, Pemprov DKI Jakarta hanya membayar dua jenis tunggakan: SPP dan biaya ujian. Tunggakan non-akademik seperti biaya wisata sekolah atau seragam tidak ditanggung.
“Jadi kami verifikasi, benar nggak ijazahnya ditahan, besar tunggakannya berapa, lalu negosiasi dengan pihak sekolah. Makanya, prosesnya bertahap,” jelas Waluyo.
Kriteria penerima pun telah diatur ketat. Yang bisa menerima bantuan hanyalah warga ber-KTP Jakarta dan berdomisili di Jakarta, lulusan sekolah swasta di Jakarta, berasal dari keluarga tidak mampu (dibuktikan dengan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial atau surat keterangan tidak mampu dari kelurahan), serta sedang tidak bekerja secara formal.
“Kami nggak bisa bantu yang ternyata udah kerja formal dan punya penghasilan tetap. Karena logikanya, dia bisa tebus sendiri,” tegas Waluyo.
Warga yang memenuhi kriteria dapat mengajukan diri melalui Suku Dinas Pendidikan (Sudin) wilayah tempat sekolah mereka berada. Setelah itu, data akan masuk ke tim pusat untuk diverifikasi dan dicek ke sekolah. Jika memenuhi semua syarat, maka diputuskan sebagai penerima program pemutihan ijazah.
Penulis: Naufal Majid
Editor: Rina Nurjanah
Masuk tirto.id

































