tirto.id - Sholat tarawih yang dilaksanakan oleh umat Islam, terutama di Indonesia, umumnya terdiri atas 8 rakaat (11 rakaat dengan witir) dan 20 rakaat (23 rakaat dengan witir). Terlepas dari perbedaan pendapat, jumlah rakaat pelaksanaan salat tarawih tersebut memiliki landasan hadis dan dalil atsarnya masing-masing. Berikut ini dalil sholat tarawih 11 rakaat dan 23 rakaat dalam Islam
Salat tarawih merupakan ibadah salat khusus di malam hari bulan Ramadan yang hukumnya sunah muakkadah atau sangat dianjurkan karena memiliki banyak keutamaan.
Dari sisi pengerjaannya, salat tarawih dapat ditunaikan secara berjemaah maupun sendirian (munfarid). Salah satu keutamaan ibadah ini adalah diampuni dosa-dosa dari si pelaksananya.
Hal ini disampaikan dalam sebuah hadis riwayat Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menunaikan salat pada malam Ramadan [salat tarawih] dengan penuh keimanan dan mengharap (pahala dari Allah), maka dosa-dosanya yang telah berlalu akan diampuni,” (H.R. Muslim)
Dalam hadis riwayat Abu Dzar juga dijelaskan mengenai keistimewaan salat tarawih yang pahalanya menyamai salat satu malam penuh: “Siapa yang salat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh,” (H.R. Ahmad dan Tirmidzi).
Pada umumnya, pelaksanaan salat tarawih dilakukan dalam 20 rakaat dan 8 rakaat. Terlepas dari perbedaan pendapat jumlah rakaat, keduanya memiliki dasar hadis dan dalilnya masing-masing.
Dalil Sholat Tarawih 11 Rakaat Sekaligus Witir
Pelaksanaan salat tarawih sebanyak 8 rakaat merujuk kepada hadis yang diriwayatkan Aisyah RA, istri Rasulullah SAW.
Ketika ia ditanya mengenai jumlah rakaat salat yang dijalankan Nabi pada malam hari bulan Ramadan, Aisyah menjawab dalam hadis berikut:
“Nabi SAW tidak pernah melakukan salat sunah pada Ramadan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau salat 4 rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana bagus dan indahnya. Kemudian, beliau salat lagi 4 rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian, beliau salat 3 rakaat [witir],” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dalil hadis dari Aisyah RA menunjukan pelaksanaan salat tarawih 8 rakaat dengan formasi 4-4 atau setiap 4 rakaat diikuti salam, kemudian diakhiri dengan salat witir 3 rakaat.
Di samping itu, pengerjaan salat tarawih 8 rakaat juga dapat dilakukan dengan formasi 2-2-2-2 atau 2 rakaat 1 salam.
Pengerjaan tarawih ini dicontohkan oleh Nabi dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Zaid bin Khalid al-Jauhany sebagai berikut:
“Nabi salat 2 rakaat khafifatain, lalu beliau salat 2 rakaat panjang-panjang, kemudian salat 2 rakaat yang kurang panjang dari salat sebelumnya, lalu beliau salat lagi 2 rakaat yang kurang lagi dari salat sebelumnya, kemudian salat 2 rakaat yang kurang lagi dari salat sebelumnya, kemudian salat 2 rakaat yang kurang lagi dari salat sebelumnya, dan beliau melakukan witir (satu rakaat). Demikianlah (salat) 13 rakaat,” (H.R. Muslim).
Dalil Sholat Tarawih 23 Rakaat Sekaligus Witir
Pelaksanaan salat tarawih sebanyak 20 rakaat dimulai sejak masa Khalifah Umar bin Khattab. Di samping itu, salat yang pada masa Nabi hanya disebut sebagai "salat sunah malam hari Ramadan", kemudian berubah menjadi salat tarawih.
Salat sunah tarawih pada masa Umar bin Khattab dikerjakan untuk pertama kalinya secara berjemaah sebanyak 20 rakaat tanpa witir. Kesepakatan pelaksanaan 20 rakaat pada masa itu juga diikuti oleh mayoritas sahabat.
Dilansir NU Online, kesepakatan itu datang dari mayoritas ulama salaf dan khalaf, mulai masa sahabat Umar sampai sekarang, bahkan sudah menjadi ijmak sahabat dan sebagian besar ulama 4 mazhab: Syafi’i, Hanafi, Hanbali, dan mayoritas mazhab Maliki.
Hal yang melatarbelakangi inisiatif salat tarawih secara berjemaah pada masa Umar bin Khattab adalah karena pelaksanaan salat tarawih yang tidak kompak. Ada yang melakukan sendiri, ada pula yang berjemaah.
Perihal ini dijelaskan dalam riwayat Abdurrahman bin ‘Abdul Qari’ sebagai berikut:
“Dari ‘Abdurrahman bin ‘Abdul Qari’, beliau berkata, 'Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab RA ke masjid pada bulan Ramadan. [Didapati dalam masjid tersebut] orang yang salat tarawih berbeda-beda. Ada yang salat sendiri-sendiri dan ada juga yang salat berjemaah.
Lalu Sayyidina Umar berkata, 'Saya punya pendapat, andai mereka aku kumpulkan dalam jemaah satu imam, niscaya itu lebih bagus.' Lalu, beliau mengumpulkan kepada mereka dengan seorang imam, yakni sahabat Ubay bin Ka’ab.
Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan salat tarawih dengan berjemaah di belakang satu imam. Umar berkata, ‘Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini [salat tarawih dengan berjemaah],” (H.R. Bukhari).
Semenjak itu, salat tarawih secara berjemaah dilaksanakan secara teratur setiap malam Ramadan. Adapun dalil pelaksanaan salat tarawih 20 rakaat pada masa Umar bin Khattab sebagai berikut:
“Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘Orang-orang senantiasa melaksanakan salat pada masa Umar RA pada Ramadan sebanyak 23 rakaat [20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir],” (H.R. Malik)
Selain itu, pada dalil lain riwayat Sa’id bin Yazid juga dikatakan bahwa pelaksanaan salat tarawih pada masa Umar bin Khattab sebanyak 20 rakaat sebagai berikut:
“Para sahabat melaksanakan salat [tarawih] pada masa Umar RA di Ramadhan sebanyak 20 rakaat,” (H.R. Baihaqi).
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Abdul Hadi