Menuju konten utama

4 Contoh Khutbah Jumat Singkat 5 Menit Berbagai Tema

Temukan contoh khutbah Jumat singkat 5 menit berbagai tema, lengkap dengan ayat dan hadis, cocok untuk pelajar maupun jamaah umum.

4 Contoh Khutbah Jumat Singkat 5 Menit Berbagai Tema
Orang-orang sedang mendengarkan ceramah di masjid. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Shalat Jumat merupakan ibadah wajib yang memiliki kedudukan sangat penting dalam Islam. Di dalamnya terdapat khutbah sebagai sarana dakwah dan pengingat ketakwaan bagi umat Muslim.

Bagi para khatib atau pelajar yang ingin menyampaikan pesan dengan ringkas namun bermakna, tersedia berbagai khutbah Jumat singkat 5 menit yang bisa dijadikan rujukan.

Artikel ini akan memberikan contoh khutbah Jumat singkat yang tetap mengandung nilai keislaman yang mendalam, mudah dihafal, dan cocok disampaikan dalam berbagai situasi, baik di masjid, pesantren, maupun sekolah.

Ilustrasi Khutbah Jumat

Seorang pelajar SMP Al-Hikmah Kota Surabaya, Ahmad Firdaus As Sabil terpilih menjadi khotib dan imam shalat Jumat di Masjid Nurul Faidzin, komplek Kantor Dispendik Kota Surabaya, Jatim, Jumat (23/4/2021). (FOTO ANTARA/HO-Humas Pemkot Surabaya)

Kumpulan Contoh Teks Khutbah Jumat

Dalam pelaksanaan shalat Jumat, khutbah memiliki peranan yang sangat sentral. Tanpa khutbah, ibadah Jumat belum dianggap sempurna. Oleh karena itu, penting bagi seorang khatib untuk menyampaikan pesan yang menyentuh hati, mengajak kepada kebaikan, serta relevan dengan kehidupan umat saat ini.

Kini, banyak tersedia pilihan khutbah Jumat singkat 5 menit yang memuat pesan keimanan, akhlak, dan kehidupan sosial. Anda bisa membuat khutbah Jumat singkat 5 menit PDF dari berbagai contoh khutbah pada artikel ini.

Selain itu, pada contoh khutbah Jumat singkat ini juga terdapat khutbah Jumat singkat 5 menit pelajar yang ringan untuk generasi muda, serta khutbah Jumat singkat 5 menit NU yang sarat dengan nilai Ahlussunnah wal Jamaah.

Keberadaan naskah khutbah Jumat singkat ini memudahkan para khatib, guru agama, maupun santri untuk menyampaikan ceramah dalam waktu terbatas, tanpa kehilangan substansi pesan yang mendalam.

Bahkan bagi yang masih belajar membaca teks Arab, tersedia juga versi khutbah Jumat singkat 5 menit latin yang membantu proses latihan dakwah dengan pelafalan yang lebih mudah.

1. Khutbah Jumat: Bersyukur di Setiap Keadaan

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ كَمَا يُحِبُّ رَبُّنَا وَيَرْضَى. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Alhamdulillāhi ḥamdan kaṡīran ṭayyiban mubārakan fīhi kamā yuḥibbu rabbunā wa yardhā. Asyhadu an lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lah, wa asyhadu anna Muḥammadan ‘abduhu wa rasūluh. Allāhumma ṣalli wa sallim ‘alā nabiyyinā Muḥammad wa ‘alā ālihi wa ṣaḥbihi ajma‘īn.

Amma ba’du,

Ma‘asyiral Muslimin rahimakumullāh,

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah subḥānahu wa ta‘ālā dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena ketakwaan adalah sebaik-baik bekal dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Tema khutbah kita kali ini adalah “Bersyukur di Setiap Keadaan.” Syukur adalah akhlak agung yang menjadi penanda keimanan seseorang. Allah subḥānahu wa ta‘ālā berfirman dalam surah Ibrahim ayat 7:

وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ

Wa idz ta’ażżana rabbukum la’in syakartum la’azīdannakum wa la’in kafartum inna ‘ażābī la syadīd.

Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan: Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari, maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7).

Ayat ini menjadi dasar penting bagi setiap mukmin bahwa syukur bukan hanya ucapan, tapi sikap hati dan tindakan nyata. Allah menjanjikan tambahan nikmat, bukan hanya berupa materi, tetapi juga ketenangan jiwa, keberkahan hidup, dan kemudahan dalam setiap urusan.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Syukur itu terbagi dalam tiga bentuk. Pertama, syukur dengan hati, yakni menyadari dan mengakui bahwa segala nikmat berasal dari Allah semata. Kedua, syukur dengan lisan, yaitu memuji Allah dengan ucapan seperti “Alhamdulillah” di setiap kesempatan. Ketiga, syukur dengan perbuatan, yaitu menggunakan nikmat Allah pada jalan kebaikan.

Ketika seorang mukmin mampu bersyukur dengan hati, lisan, dan perbuatannya, maka hidupnya akan penuh berkah. Ia tidak mudah iri, tidak mudah mengeluh, dan selalu melihat nikmat kecil sebagai karunia besar.

Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadis riwayat Muslim:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ لَهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ.

‘Ajaban li amril mu’min, inna amrahu kullahu lahu khair, wa laisa dzāka li aḥadin illā lilmu’min, in aṣābat-hu sarra’u syakara fa kāna khairan lah, wa in aṣābat-hu dharra’u ṣabara fa kāna khairan lah.

Artinya: “Sungguh menakjubkan keadaan orang beriman, karena seluruh urusannya adalah baik. Jika ia mendapat kesenangan, ia bersyukur dan itu baik baginya. Jika ia mendapat kesusahan, ia bersabar dan itu pun baik baginya.”

Hadis ini mengajarkan bahwa bersyukur tidak hanya ketika mendapat nikmat, tetapi juga ketika menghadapi ujian. Karena di balik ujian, selalu ada hikmah dan peluang untuk mendapatkan pahala.

Jamaah yang berbahagia,

Dalam kehidupan modern yang serba cepat ini, banyak orang lupa bersyukur. Padahal, rasa syukur adalah sumber ketenangan batin. Orang yang pandai bersyukur tidak terikat oleh keinginan yang tak berujung. Ia merasa cukup dengan karunia Allah dan selalu optimis menghadapi masa depan.

Lihatlah bagaimana Nabi Muhammad shallallāhu ‘alaihi wa sallam menunjukkan keteladanan dalam bersyukur. Dikisahkan bahwa beliau shalat malam hingga kakinya bengkak. Ketika Aisyah radhiyallāhu ‘anha bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah engkau telah diampuni dosamu yang lalu dan yang akan datang?” Maka beliau menjawab:

أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا

Afalā akūnu ‘abdan syakūrā?

Artinya: “Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?” (HR. Bukhari dan Muslim).

Inilah puncak syukur: ketika nikmat tidak membuat lalai, dan ibadah tidak hanya karena takut dosa, tetapi karena ingin berterima kasih kepada Allah.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Bersyukur juga berarti menerima takdir Allah dengan lapang dada. Dalam setiap peristiwa hidup, baik yang menyenangkan maupun yang menyakitkan, selalu ada rencana indah Allah yang tersembunyi. Terkadang sesuatu yang kita benci justru membawa kebaikan besar di masa depan.

Allah berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat 216:

وَعَسَىٰ أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَىٰ أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Wa ‘asā an takrahū syai’an wa huwa khairun lakum wa ‘asā an tuḥibbū syai’an wa huwa syarrun lakum wallāhu ya‘lamu wa antum lā ta‘lamūn.

Artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.”

Ayat ini menegaskan bahwa bersyukur bukan hanya ketika segalanya berjalan baik, tetapi juga ketika kita belum mengerti hikmah dari ujian yang sedang terjadi.

Ma‘asyiral Muslimin rahimakumullāh,

Salah satu cara terbaik menumbuhkan rasa syukur adalah dengan sering mengingat orang yang berada di bawah kita dalam hal rezeki, bukan di atas kita. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ

Unẓurū ilā man huwa asfala minkum wa lā tanẓurū ilā man huwa fauqakum, fahuwa ajdaru allā tazdarū ni‘mata Allāhi ‘alaikum.

Artinya: “Lihatlah orang yang berada di bawahmu, dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena hal itu lebih pantas agar kamu tidak meremehkan nikmat Allah atasmu.” (HR. Muslim).

Maka, jadikan rasa syukur sebagai gaya hidup. Jangan menunggu kaya untuk bersyukur, karena syukur itulah yang mendatangkan kekayaan hati.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Mari kita mulai hari ini dengan memperbanyak Alhamdulillah. Ketika bangun tidur, ketika makan, ketika sehat, bahkan ketika diuji. Syukur menjadikan hidup lebih ringan dan doa lebih cepat diijabah. Allah mencintai hamba yang bersyukur, sebagaimana Dia mencintai hamba yang sabar.

Sebagai penutup, marilah kita renungkan doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalām dalam surah Ibrahim ayat 40:

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

Rabbi aj‘alnī muqīmaṣ-ṣalāti wa min ẓurriyyatī rabbana wa taqabbal du‘ā’.

Artinya: “Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap mendirikan shalat, ya Tuhan kami, kabulkanlah doaku.”

Semoga kita semua termasuk golongan hamba yang pandai bersyukur di setiap keadaan, baik dalam kelapangan maupun kesempitan.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumat

Jamaah calon haji Indonesia mendengarkan khutbah shalat Jumat di hotel Sektor 5, Makkah, Arab Saudi, Jumat (31/5/2024). (ANTARA/Sigid Kurniawan)

2. Khutbah Jumat: Menjaga Lisan

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَنْعَمَ عَلَيْنَا بِنِعْمَةِ الْإِسْلَامِ وَالْإِيمَانِ، وَهَدَانَا لِصِرَاطِهِ الْمُسْتَقِيمِ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Alhamdulillāhilladzī an‘ama ‘alainā bini‘matil islām wal īmān, wa hadānā liṣirāṭihil mustaqīm. Asyhadu an lā ilāha illallāh waḥdahu lā syarīka lah, wa asyhadu anna sayyidanā Muḥammadan ‘abduhū wa rasūluh. Ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, wa ‘alā ālihī wa ṣaḥbihī ajma‘īn.

Amma ba’du,

Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,

Marilah kita tingkatkan ketakwaan kepada Allah subḥānahu wa ta‘ālā dengan menjalankan semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Karena hanya dengan ketakwaan, hidup kita akan dipenuhi keberkahan dan terhindar dari kesia-siaan.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Tema khutbah kita hari ini adalah “Menjaga Lisan.” Topik ini sangat penting, sebab banyak manusia yang tergelincir ke dalam dosa besar bukan karena perbuatannya, melainkan karena lisannya. Padahal lisan hanyalah bagian kecil dari tubuh, namun dampaknya bisa sangat besar bagi kehidupan dunia dan akhirat.

Allah subḥānahu wa ta‘ālā berfirman dalam surah Qāf ayat 18:

مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلَّا لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيْدٌ

Mā yalfidhu min qawlin illā ladaihi raqībun ‘atīd.

Artinya: “Tidak ada satu ucapan pun yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu siap mencatat.”

Ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap kata yang keluar dari mulut akan dicatat oleh malaikat. Tidak ada yang terlewat, baik ucapan yang baik maupun buruk. Oleh karena itu, seorang Muslim harus sangat berhati-hati dalam berbicara.

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

Man kāna yu’minu billāhi wal yaumil ākhir falyaqul khairan aw liyasmut.

Artinya: “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam.”

Hadis ini merupakan pedoman hidup bagi setiap Muslim. Jika ucapan kita tidak membawa manfaat, maka diam jauh lebih mulia. Sebab banyak kata yang tampak ringan di lisan, namun berat timbangannya di sisi Allah.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Lisan adalah cerminan hati. Jika hati bersih, maka ucapan akan lembut, jujur, dan menenangkan. Namun jika hati kotor, maka lisan mudah mencaci, berbohong, dan menyakiti orang lain. Karena itu, menjaga lisan sejatinya adalah menjaga hati.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering tergelincir dalam dosa lisan tanpa sadar: menggunjing, memfitnah, menyebar gosip, mencela, bahkan berkata kasar di media sosial. Padahal, semua itu termasuk dosa besar yang dapat menghapus amal kebaikan.

Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabatnya:

"Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut?"

Mereka menjawab, "Orang yang tidak memiliki dirham dan harta."

Rasulullah lalu bersabda:

إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ.

(HR. Muslim)

Artinya: “Orang yang bangkrut dari umatku adalah yang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia pernah mencaci orang, memfitnah orang, memakan harta orang, menumpahkan darah orang, dan memukul orang. Maka pahalanya diberikan kepada orang-orang itu. Jika pahalanya habis sebelum tanggungannya terbayar, maka dosa mereka diambil dan ditimpakan kepadanya, lalu ia dilemparkan ke neraka.”

Subḥānallāh, betapa berat akibat buruk dari lisan yang tidak dijaga. Ia bisa menghapus pahala amal saleh yang kita kumpulkan selama bertahun-tahun.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Menjaga lisan bukan berarti kita tidak boleh berbicara, tetapi berbicaralah dengan hikmah. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam adalah contoh terbaik dalam hal ini. Ucapannya lembut, jujur, menenangkan, dan penuh kasih sayang. Bahkan, beliau tidak pernah berkata kasar sekalipun kepada musuhnya.

Lisan yang baik bisa menjadi sebab seseorang masuk surga. Sebaliknya, lisan yang buruk bisa menjadi sebab seseorang masuk neraka. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللّٰهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَرْفَعُهُ اللّٰهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللّٰهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا، يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ.

(HR. Bukhari)

Artinya: “Sesungguhnya seseorang mengucapkan satu kalimat yang diridhai Allah tanpa ia pikirkan, maka Allah akan meninggikan derajatnya. Dan sesungguhnya seseorang mengucapkan satu kalimat yang dimurkai Allah tanpa ia pikirkan, maka ia akan terjerumus ke dalam neraka.”

Jamaah yang mulia,

Di era digital ini, menjaga lisan juga berarti menjaga jari dan tulisan. Karena apa yang kita ketik dan bagikan di media sosial sama hukumnya dengan apa yang kita ucapkan. Maka berhati-hatilah dalam berkomentar, jangan sampai lisan dan tulisan menjadi penyebab dosa yang terus mengalir meskipun kita sudah tiada.

Allah berfirman dalam surah Al-Isra ayat 36:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ ۚ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَٰئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا

Wa lā taqfu mā laisa laka bihi ‘ilm, inna as-sam‘a wal-baṣara wal-fu’āda kullu ulā’ika kāna ‘anhu mas’ūlā.

Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungjawabannya.”

Ayat ini mengajarkan agar kita tidak mudah menyebarkan informasi yang belum pasti kebenarannya. Satu kalimat fitnah bisa merusak kehormatan orang lain dan mendatangkan dosa besar bagi penyebarnya.

Ma‘asyiral Muslimīn rahimakumullāh,

Menjaga lisan adalah tanda kesempurnaan iman. Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لَا يَسْتَقِيمُ إِيْمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يَسْتَقِيمَ قَلْبُهُ، وَلَا يَسْتَقِيمُ قَلْبُهُ حَتَّى يَسْتَقِيمَ لِسَانُهُ

Lā yastaqīmu īmānu ‘abdin ḥattā yastaqīma qalbuh, wa lā yastaqīmu qalbuh ḥattā yastaqīma lisānah.

Artinya: “Tidak akan lurus iman seorang hamba hingga lurus hatinya, dan tidak akan lurus hatinya hingga lurus lisannya.” (HR. Ahmad).

Oleh karena itu, mari kita kendalikan lisan kita agar senantiasa digunakan untuk dzikir, doa, nasihat, dan perkataan baik yang membawa manfaat.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Mari kita jadikan lisan ini sarana untuk mendekat kepada Allah. Gunakan untuk membaca Al-Qur’an, bershalawat, berzikir, dan menebar kedamaian. Jangan biarkan lisan menjadi penyebab permusuhan, perpecahan, dan kebencian di tengah umat Islam.

Semoga Allah menjadikan kita termasuk hamba yang mampu menjaga lisannya dari keburukan, dan menjadikan setiap ucapan kita sebagai amal yang berpahala di sisi-Nya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Ilustrasi Khutbah

Umat Islam mendengarkan khotbah saat melaksanakan shalat Jumat di Masjid Baitul Faizin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (24/3/2023). ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya/hp. (ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA)

3. Khutbah Jumat:: Amalan yang Tidak Terputus Setelah Kematian

الحمد لله رب العالمين، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له ومن يضلل فلا هادي له. وأشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمداً عبده ورسوله.

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, nahmaduhu wa nasta‘inuhu wa nastaghfiruh, wa na‘udzu billahi min syururi anfusina wa min sayyi’ati a‘malina, man yahdihillahu fala mudlilla lah wa man yudlil fala hadiya lah. Wa asyhadu alla ilaha illallah wahdahu la syarika lah, wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluh.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Setiap insan pasti akan merasakan kematian. Ia bukan sekadar akhir dari kehidupan dunia, tetapi awal dari perjalanan panjang menuju kehidupan yang kekal di akhirat. Dunia hanyalah ladang tempat menanam amal, sementara akhirat adalah tempat memetik hasilnya. Namun yang menjadi pertanyaan besar bagi kita adalah: apa yang akan kita bawa setelah kematian datang menjemput?

Kematian datang tanpa pemberitahuan, tanpa jadwal, dan tanpa kompromi. Karena itu, orang beriman selalu menyiapkan diri dengan amal yang terus hidup meski jasadnya telah dikubur. Rasulullah SAW bersabda:

"إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ"

“Idza maatal insaanu inqatha‘a ‘amaluhu illa min tsalatsah: shadaqatin jariyatin, aw ‘ilmin yuntafa‘u bih, aw waladin shalihin yad‘u lah.”

Artinya: “Apabila manusia meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Hadis ini menegaskan bahwa tidak semua amal berhenti di liang kubur. Ada amal yang terus mengalir pahalanya, bahkan ketika pelakunya telah lama meninggal. Inilah yang disebut amal jariyah—bekal terbaik yang tidak akan habis oleh waktu.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Mari kita renungkan satu per satu. Pertama, shadaqah jariyah. Ini mencakup segala bentuk sedekah yang manfaatnya berkelanjutan—seperti membangun masjid, menggali sumur, menanam pohon, atau membiayai pendidikan anak yatim. Satu sumur yang digali untuk masyarakat, bisa menjadi aliran pahala selama airnya terus digunakan oleh orang lain. Begitu pula satu mushaf Al-Qur’an yang disumbangkan, setiap huruf yang dibaca orang akan menjadi pahala bagi kita.

Kedua, ilmu yang bermanfaat. Ilmu adalah cahaya yang tidak pernah padam. Guru yang mengajarkan satu ayat, dosen yang menanamkan nilai kejujuran, atau orang tua yang mendidik anaknya dengan akhlak yang baik—semua termasuk dalam amal ilmu yang bermanfaat. Selama ilmu itu diamalkan oleh orang lain, pahala akan terus mengalir kepada kita tanpa terputus.

Ketiga, anak saleh yang mendoakan orang tuanya. Ini bukan hanya tentang memiliki anak, tetapi mendidiknya agar saleh. Anak yang saleh akan menjadi sumber pahala yang abadi. Saat orang tuanya telah tiada, setiap doa dari anak tersebut adalah cahaya di alam kubur. Karena itu, mendidik anak bukan sekadar tanggung jawab duniawi, tetapi juga investasi akhirat.

Saudaraku yang dirahmati Allah,

Amalan jariyah bukan hanya milik orang kaya atau orang berilmu tinggi. Siapa pun bisa mendapatkannya dengan niat yang tulus. Seseorang yang menanam satu pohon dengan niat memberi manfaat kepada manusia dan hewan pun mendapat pahala. Rasulullah SAW bersabda:

"مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ"

“Ma min muslimin yaghrisu gharsan aw yazra‘u zar‘an fa ya’kulu minhu thairun aw insanun aw bahimatun illa kana lahu bihi shadaqah.”

Artinya: “Tidaklah seorang muslim menanam pohon atau tanaman, lalu dimakan oleh burung, manusia, atau hewan, kecuali itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Lihatlah betapa luasnya rahmat Allah. Satu perbuatan kecil dengan niat ikhlas bisa menjadi sumber pahala yang tak berkesudahan. Karena itu, jangan pernah meremehkan amal sekecil apa pun. Bisa jadi, satu amal sederhana yang kita lupakan menjadi penyelamat kita di akhirat.

Jamaah Jumat yang dirahmati Allah,

Di era modern ini, peluang untuk melakukan amal jariyah semakin banyak. Menyebarkan ilmu melalui media digital, membuat konten dakwah, mendonasikan buku ke perpustakaan, hingga membantu pembangunan lembaga pendidikan Islam—semuanya termasuk amal jariyah. Dunia boleh berubah, tapi nilai keikhlasan tetap menjadi kunci diterimanya amal.

Namun, perlu kita ingat, amal tidak hanya tentang apa yang kita tinggalkan, tetapi juga tentang bagaimana kita menjaganya agar tetap ikhlas. Allah berfirman dalam Surah Al-Kahfi ayat 110:

فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا

Faman kana yarju liqaa’a rabbihi falyamal ‘amalan shalihan wa laa yusrik bi ‘ibaadati rabbihi ahada.

Artinya: “Barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia beramal saleh dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Tuhannya siapa pun.”

Ayat ini menegaskan pentingnya ikhlas. Amal yang besar tidak akan diterima bila tidak didasari ketulusan hati. Maka marilah kita beramal bukan untuk pujian manusia, tapi untuk mencari ridha Allah semata.

Saudaraku seiman,

Salah satu bentuk kecerdasan spiritual adalah ketika seseorang mampu berfikir jauh melampaui hidupnya. Orang bijak tidak sibuk menumpuk harta, tapi menyiapkan bekal yang terus mengalir setelah ia wafat. Maka tanyakanlah pada diri kita masing-masing: Apa yang akan tetap hidup setelah kita mati? Apakah ada ilmu, sedekah, atau doa anak saleh yang akan menjadi cahaya di alam barzah nanti?

Mari kita jadikan hidup ini sarana untuk menanam kebaikan yang tak terputus. Gunakan waktu, tenaga, dan kemampuan kita untuk meninggalkan jejak yang baik. Karena setiap langkah, setiap ucapan, dan setiap sedekah bisa menjadi warisan amal jariyah bila diniatkan dengan tulus.

اللهم اجعل أعمالنا خالصة لوجهك الكريم، ووفقنا لما تحبه وترضاه، واجعلنا من الذين إذا ماتوا لم تنقطع حسناتهم.

Allahumma aj‘al a‘maalana khalishatan li wajhikal karim, wa waffiqna lima tuhibbuhu wa tardhah, waj‘alna minal ladzina idza maatu lam tanqathi‘ hasanaatuhum.

Ya Allah, jadikanlah amal kami ikhlas karena-Mu, bimbinglah kami untuk melakukan amal yang Engkau cintai dan ridhai, dan jadikan kami termasuk orang-orang yang ketika meninggal dunia, kebaikannya tidak terputus.

بَارَكَ الله لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، أَقُولُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيمَ لِي وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ.

Ilustrasi ceramah di masjid

Imam Islam dengan buku di tangan berpidato dalam upacara ibadah isramik di masjid. FOTO/iStockphoto

4. Khutbah Jumat: Hari Santri dan Peran Pemuda Muslim

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ.

Amma ba‘du.

Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,

Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā atas limpahan rahmat, nikmat, dan karunia-Nya. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallāhu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau, sahabat, dan seluruh umatnya yang istiqamah di jalan Islam hingga akhir zaman.

Pada kesempatan Jumat yang penuh berkah ini, khatib ingin mengajak jamaah sekalian untuk merenungkan tema penting yang bertepatan dengan momentum nasional kita, yaitu “Hari Santri dan Peran Pemuda Muslim.”

Jamaah yang dimuliakan Allah,

Tanggal 22 Oktober setiap tahun ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional. Penetapan ini bukan tanpa alasan. Ia menjadi pengingat sejarah betapa besar peran santri dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.

Pada tanggal tersebut, KH. Hasyim Asy’ari, pendiri Nahdlatul Ulama, mengeluarkan Resolusi Jihad di tahun 1945 yang menyerukan kepada seluruh umat Islam, khususnya para santri, untuk berjihad mempertahankan kemerdekaan dari penjajahan. Dari sinilah lahir semangat jihad fi sabilillah — bukan hanya di medan perang, tetapi juga dalam menegakkan keadilan, menuntut ilmu, dan menjaga akhlak bangsa.

Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَمُسْلِمَةٍ

Ṭalabul ‘ilmi farīḍatun ‘alā kulli muslimin wa muslimah.

Artinya: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim, laki-laki maupun perempuan.” (HR. Ibnu Majah).

Santri sejati bukan hanya mereka yang tinggal di pesantren, tetapi setiap Muslim yang berkomitmen menuntut ilmu, berakhlak, dan mengamalkannya demi kemaslahatan umat.

Jamaah Jumat rahimakumullāh,

Peran santri dan pemuda Muslim dalam sejarah Islam begitu agung. Lihatlah kisah para sahabat Nabi yang sebagian besar masih muda ketika mereka ikut memperjuangkan Islam.

Usamah bin Zaid menjadi panglima perang di usia 18 tahun. Ali bin Abi Thalib masuk Islam saat masih anak-anak, tetapi keberaniannya luar biasa dalam mempertahankan Rasulullah. Begitu pula Abdullah bin Abbas yang di usia muda telah menjadi lautan ilmu tafsir dan hadis.

Dari kisah-kisah itu, kita belajar bahwa usia muda bukan alasan untuk berpangku tangan. Justru di masa mudalah seseorang harus menanamkan semangat perjuangan, ketekunan belajar, dan ketulusan dalam beramal.

Santri adalah simbol generasi muda Islam yang tangguh:

➡️ Ia belajar dengan niat lillāhi ta‘ālā, bukan untuk pujian.

➡️ Ia berjuang dengan ilmu, bukan dengan emosi.

➡️ Ia menebar kebaikan dengan adab, bukan dengan kebencian.

Inilah nilai-nilai yang kini perlu kita hidupkan kembali dalam diri setiap pemuda Muslim di era modern ini.

Ma‘āsyiral Muslimīn rahimakumullāh,

Di zaman serba digital ini, tantangan bagi pemuda Muslim justru semakin berat. Arus informasi begitu deras, budaya asing masuk tanpa filter, dan moralitas mudah tergeser oleh gaya hidup instan.

Maka santri dan pemuda Islam hari ini harus tampil sebagai pelopor moral. Jadilah generasi yang tidak hanya cerdas secara akademik, tapi juga kuat secara spiritual.

Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللّٰهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ... وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللّٰهِ

(HR. Bukhari dan Muslim)

Artinya: “Ada tujuh golongan yang akan mendapatkan naungan Allah pada hari tiada naungan selain naungan-Nya... salah satunya adalah pemuda yang tumbuh dalam ketaatan kepada Allah.”

Hadis ini menjadi motivasi besar bagi generasi muda: bahwa masa muda bukan masa untuk bersenang-senang tanpa arah, tetapi masa untuk membangun fondasi iman dan amal saleh.

Jamaah yang berbahagia,

Peran santri dan pemuda Muslim kini tidak hanya di masjid atau pesantren, tetapi juga di berbagai lini kehidupan — pendidikan, teknologi, sosial, hingga pemerintahan. Dunia menunggu kontribusi mereka yang berilmu dan berakhlak.

Menjadi santri masa kini berarti:

Menjadi pembelajar seumur hidup.

Menjadi penjaga akhlak di tengah dunia yang mudah tergoda.

Menjadi penebar kedamaian, bukan penyebar kebencian.

Menjadi pelopor kebaikan di dunia nyata maupun digital.

Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman dalam Surah Al-Mujadilah ayat 11:

يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ

Yarfa‘illāhu alladzīna āmanū minkum walladzīna ūtul ‘ilma darajāt.

Artinya: “Allah akan meninggikan derajat orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”

Ayat ini menjelaskan bahwa ilmu dan iman adalah dua sayap yang akan mengangkat derajat seseorang. Santri sejati harus memiliki keduanya: ilmu yang luas dan iman yang kuat.

Jamaah yang dirahmati Allah,

Kita patut bersyukur hidup di negeri yang memberi ruang bagi para santri untuk berkembang. Namun jangan puas dengan gelar “santri” semata. Jadikan semangat Hari Santri sebagai momentum untuk berkontribusi nyata bagi bangsa.

Jadilah generasi muda yang membawa pesan damai Islam. Jangan biarkan teknologi menjauhkan kita dari nilai-nilai pesantren: tawadhu’, ikhlas, sabar, dan cinta ilmu.

Ingatlah, Rasulullah Shallallāhu ‘alaihi wa sallam diutus bukan hanya untuk mengajarkan ibadah, tetapi juga untuk memperbaiki akhlak manusia. Beliau bersabda:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ

Innamā bu‘itstu liutammima makārimal akhlāq.

Artinya: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad).

Maka pemuda dan santri harus menjadi duta akhlak mulia. Jadikan setiap langkah sebagai dakwah, setiap kata sebagai nasihat, dan setiap karya sebagai ibadah.

Ma‘āsyiral Muslimīn,

Kita perlu menanamkan dalam hati bahwa perjuangan santri tidak berhenti pada pertempuran fisik masa lalu, tetapi berlanjut menjadi perjuangan moral dan intelektual di masa kini.

Santri harus hadir di ruang-ruang publik dengan membawa cahaya Islam yang rahmatan lil ‘ālamīn. Jadilah peneliti, jurnalis, guru, pengusaha, atau pejabat yang berjiwa santri — yang bekerja dengan amanah, berakhlak, dan penuh tanggung jawab.

Kita butuh lebih banyak pemuda Muslim yang berani berkata benar, berpikir jernih, dan bertindak tulus demi kemaslahatan umat.

Allah Subḥānahu wa Ta‘ālā berfirman dalam Surah Al-Kahfi ayat 13:

إِنَّهُمْ فِتْيَةٌ آمَنُوا بِرَبِّهِمْ وَزِدْنَاهُمْ هُدًى

Innahum fityatun āmanū birabbihim wa zidnāhum hudā.

Artinya: “Sesungguhnya mereka adalah para pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, lalu Kami tambahkan kepada mereka petunjuk.”

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah akan menolong dan menambah hidayah bagi pemuda yang beriman.

Jamaah Jumat yang dimuliakan Allah,

Menjadi santri bukan hanya tentang memakai sarung dan kopiah, tetapi tentang menjaga nilai, disiplin, dan keikhlasan dalam setiap amal. Jadilah santri di manapun berada — di kampus, di kantor, bahkan di dunia maya.

Mari kita warisi semangat resolusi jihad itu dalam bentuk baru: jihad menuntut ilmu, jihad menjaga akhlak, dan jihad melawan kebodohan serta kemalasan. Karena masa depan bangsa ini ditentukan oleh seberapa siap generasi mudanya menjaga iman dan ilmunya.

Semoga kita semua, baik santri maupun non-santri, bisa meneladani semangat mereka: ikhlas dalam perjuangan, sederhana dalam hidup, dan besar dalam pengabdian.

اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا مِنَ الَّذِيْنَ يَسْتَمِعُوْنَ الْقَوْلَ فَيَتَّبِعُوْنَ أَحْسَنَهُ، وَارْزُقْنَا عِلْمًا نَافِعًا، وَقَلْبًا خَاشِعًا، وَلِسَانًا ذَاكِرًا، وَنَفْسًا رَاضِيَةً.

بَارَكَ اللّٰهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللّٰهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Ingin referensi lebih banyak? Kamu juga bisa membaca artikel menarik lainnya seputar kumpulan khutbah Jumat terbaru di bawah ini:

Kumpulan Artikel Khutbah Jumat Lainnya

Baca juga artikel terkait CONTOH KHUTBAH JUMAT atau tulisan lainnya dari Robiatul Kamelia

tirto.id - Edusains
Kontributor: Robiatul Kamelia
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Lucia Dianawuri