Menuju konten utama

Cerita Orang-Orang yang Tak Main Judol, tapi Rekening Dibekukan

"Mungkin karena ini implementasinya mendadak. Jadi, mungkin dari pihak bank juga nggak sempat bebenah lebih rapi, jadinya kita yang kena," kata Asmara.

Cerita Orang-Orang yang Tak Main Judol, tapi Rekening Dibekukan
Ilustrasi Rekening Online. foto/itockphoto

tirto.id - Pada Sabtu pagi (17/5/2025), Asmara Wreksono mengalami hal tak terduga. Saat hendak melakukan pembayaran kartu kredit melalui aplikasi mobile banking salah satu bank swasta, Bank BCA, transaksi yang ia lakukan gagal dua kali berturut-turut. Dugaan awalnya sederhana: gangguan sistem perbankan.

“Terus saya ditelepon sama Halo BCA dikasih tahu, ‘Bu, ini rekening Ibu tuh terblokir karena ada permintaan dari PPATK [Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan],” ujarnya saat bercerita dengan Tirto, Kamis (22/5/2025)

Saat itu, ia masih belum mengetahui alasan mengapa rekeningnya diblokir atas permintaan PPATK. Ia mencoba mencari tahu sendiri melalui pencarian daring mengenai alasan pemblokiran rekeningnya. Hasil yang muncul justru membuatnya semakin cemas. Salah satu informasi menyebutkan, pemblokiran rekening atas permintaan PPATK umumnya berkaitan dengan dugaan tindak pidana seperti korupsi, pencucian uang, narkoba, hingga judi online.

“Dari lima sebab ini, nggak ada satupun yang saya terlibat gitu. Karena ini rekeningnya rekening ibu rumah tangga. Saya tuh ibu-ibu gitu kan. Paling belanja di supermarket, terus udah gitu untuk ngopi-ngopi cantik sama teman-teman,” sambungnya.

Asmara kemudian mendatangi kantor cabang weekend banking BCA di sebuah pusat perbelanjaan, namun dirinya kembali tidak mendapatkan kejelasan. Satu-satunya instruksi yang diterimanya adalah untuk kembali datang ke kantor cabang pada hari kerja.

“Saya tanya ada nggak yang bisa BCA lakukan untuk saya? Karena saya benar-benar nggak punya uang nih tinggal 200 ribu. Padahal kan weekend sebetulnya saya banyak kegiatan,” ujarnya.

Ilustrasi Rekening

Ilustrasi Rekening Online. foto/itockphoto

Malam harinya, ia mengaku tidak bisa tidur. Ia menelusuri kembali histori transaksi rekeningnya selama setahun terakhir, khawatir ada dana masuk dari pihak yang tidak dikenal. Namun, ia juga tak menemukan transaksi mencurigakan. Ia semakin yakin, ia tidak melakukan aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran, sampai rekeningnya diblokir PPATK.

“Tapi kalau dibilang terima uang masuk juga yang saya dengar-dengar dari orang sih kalau masuknya radar PPATK itu transaksi yang jumlahnya fantastis. Yaelah Mas, fantastis berapa sih saya? Rp100 juta juga kagak nyampe tuh kan si saldo,” ujarnya saat bercerita dengan Tirto.

Keesokan harinya, lewat diskusi di grup pertemanan, ia menyadari bahwa bukan hanya dirinya yang mengalami pemblokiran. Beberapa orang lain, termasuk tokoh publik, juga melaporkan hal serupa. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pemblokiran rekening tersebut bukan karena kesalahan individu, melainkan bagian dari tindakan sistemik yang lebih luas.

Pada Minggu malam, setelah kembali menghubungi Halo BCA untuk ketiga kalinya, barulah ia mendapatkan respons berbeda. Ia diberi nomor laporan, dan diinformasikan bahwa rekeningnya akan segera diproses untuk dibuka kembali, dengan estimasi satu hari kerja.

Benar saja, Senin pagi (19/5/2025) sekitar pukul 05.40, ia berhasil kembali mengakses rekening dan melakukan transaksi perbankan seperti biasa.

“Sebagai warga negara saya merasa berterima kasih ya sama PPATK sudah mau melindungi warganya dari judol dengan cara kayak gini. Cuman, mungkin karena ini implementasinya mungkin mendadak atau gimana gitu. Jadi, mungkin dari pihak bank juga nggak sempat bebenah lebih rapi, jadinya kita yang kena,” ujarnya

Meski akhirnya masalah itu ditangani, ia berharap ada perbaikan dalam proses yang dijalankan oleh PPATK dan koordinasi antar lembaga keuangan. “Semoga niat baiknya PPATK dan keluhan dari pihak perbankan bisa ditindaklanjuti dengan pelaksanaan yang lebih rapi dan teliti,” katanya.

Ilustrasi Mobile Banking

Ilustrasi Mobile Banking. foto/Istockphoto

Kisah Asmara bukan satu-satunya. Fenomena pemblokiran rekening bank atas permintaan PPATK juga dialami oleh Susan (34), seorang karyawan swasta yang tinggal di Jakarta.

"Aku tiba-tiba dapat email dari DBS tanggal 20 Mei. Isinya bilang rekeningku ditutup. Aku kaget banget," ujarnya saat bercerita dengan Tirto, Kamis (22/5/2025).

Rekening DBS milik Susan memang tidak terlalu aktif. Ia menggunakannya hanya sebagai tempat penyimpanan uang dalam fitur kantong-kantong alokasi yang disediakan aplikasi perbankan. Walau jarang digunakan, rekening tersebut tidak kosong. Masih ada sejumlah saldo ratusan ribu rupiah yang belum ia tarik.

Sama seperti Asmara, Susan merasa dirinya bukan tipe orang yang berurusan dengan hal-hal yang mencurigakan secara finansial. Ia tak pernah terlibat dalam judi online, tidak pernah memperjualbelikan akun bank, dan tidak pernah menerima dana mencurigakan.

“Makanya kaget banget tiba-tiba ditutup karena kayak, 'Lah, terus duit gue kemana itu yang di situ?'. Kecewa banget PPATK kayak serampangan banget blokir-blokir akun,” ujarnya dengan nada jengkel.

Setelah menerima email, Susan langsung mengirim balasan kepada DBS, meminta penjelasan lebih lanjut. Namun hingga kini, tidak ada jawaban yang ia terima. Ia pun berencana mendatangi kantor DBS secara langsung karena belum sempat ke sana selama hari kerja.

PPATK Blokir 28.000 Rekening

Asmara dan Susan hanyalah dua dari banyak warga biasa yang tiba-tiba terseret dalam gelombang pemblokiran rekening oleh PPATK—meski tak satupun dari mereka merasa melakukan kesalahan.

Ketua Kelompok Humas PPATK, Natsir Kongah mengungkapkan bahwa ada 28 ribu akun rekening dari berbagai bank yang mereka blokir. PPATK menduga ribuan rekening yang diblokir tersebut, digunakan untuk menjadi penampungan hasil tindak pidana penipuan, judi online, perdagangan narkotika, dan tindak pidana lainnya.

Rapat kerja PPATK dengan Komisi III DPR

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana memberikan paparan saat mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (26/6/2024).ANTARA FOTO/ Rivan Awal Lingga/foc.

PPATK menyebut rekening yang tidak pernah digunakan oleh nasabahnya atau dormant menjadi alat transaksi ilegal oleh pelaku kejahatan.

"Salah satu yang rawan digunakan untuk aktivitas ilegal adalah penggunaan rekening dormant dari para nasabah yang penguasaannya atau pengendaliannya dilakukan oleh orang lain," kata Natsir saat dihubungi Tirto, Selasa (20/5/2025).

Dia menegaskan bahwa pemblokiran dilakukan berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Oleh karenanya, bagi nasabah yang merasa tidak pernah melakukan transaksi mencurigakan ataupun rekening aktif bisa segera melakukan reaktivasi.

"Atas penghentian tersebut, maka nasabah dapat mengajukan permohonan reaktivasi ke cabang masing-masing bank dengan memenuhi prosedur reaktivasi sebagaimana yang dipersyaratkan oleh perbankan ataupun menghubungi PPATK untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut," katanya.

Melalui pemblokiran rekening tersebut, Natsir menjamin tidak akan ada dana nasabah yang hilang. Selain itu, pemblokiran menjadi pemberitahuan bagi pemilik maupun ahli waris bahwa mereka memiliki akun rekening yang sudah tidak pernah digunakan atau berstatus dormant.

"Langkah yang dilakukan oleh PPATK semata-mata dilakukan untuk melindungi kepentingan umum serta mewujudkan integritas sistem keuangan Indonesia yang lebih baik," kata Natsir.

Sebelumnya, PPATK sendiri mengungkap nilai transaksi judi online (judol) dari Januari hingga Maret 2025 telah mencapai puluhan triliun. Namun, nilai itu lebih sedikit jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Saat ini transaksi di Januari sampai Maret itu 39.818.000 transaksi. Jika itu saja berhasil kami maintain, dikali 4, itu hanya akan terjadi 160 juta transaksi di tahun ini. Dibandingkan dengan 209 juta transaksi di tahun lalu," kata Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Rabu (7/5/2025).

Aksi tolak judol dan pinjol di Tangerang

Sejumlah massa aksi menunjukkan poster saat unjuk rasa di Taman Elektrik, Kota Tangerang, Banten, Kamis (27/2/2025). ANTARA FOTO/Putra M. Akbar/foc.

Ivan menerangkan, angka tersebut menunjukkan adanya penurunan hingga 80 persen. Penurunan itu bisa terjadi karena memang adanya penindakan dari kepolisian dan koordinasi lintas sektoral dengan intens.

Menurut Ivan, berdasar data di tiga bulan pertama 2025, perputaran uang judol yang ada di Indonesia telah mencapai Rp47 triliun. Angka itu juga menurun jika dibandingkan pada periode yang sama di 2024.

"Itu jauh lebih sedikit dibandingkan dengan tahun lalu di periode yang sama. Jadi, tahun 2024, Januari sampai Maret itu, perputaran dananya itu Rp90 triliun. Sekarang berhasil kami tekan sampai kurang dari Rp50 triliun," ungkap Ivan.

PPATK Harus Hati-Hati & Lindungi Hak Konsumen

Di tengah gelombang pemblokiran rekening yang dilakukan oleh PPATK, catatan kritis mulai bermunculan. Salah satunya datang dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Lembaga ini mengingatkan bahwa dalam upaya memberantas kejahatan finansial, lembaga negara tetap harus mengedepankan prinsip kehati-hatian—terutama ketika tindakan tersebut menyentuh hak-hak dasar konsumen.

“Ada beberapa catatan kritis, YLKI meminta PPATK juga mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam memblokir rekening dan memperhatikan hak konsumen atas informasi,” kata Sekretaris Jenderal YLKI Rio Priambodo, kepada Tirto, Selasa (20/5/2025).

Menurut Rio, konsumen juga berhak mengetahui di balik alasan dilakukannya pemblokiran rekening itu. Selain itu, Dia juga meminta PPATK untuk memberikan kesempatan kepada konsumen bila ingin memberikan sanggahan.

“Jangan menutup ruang hak konsumen atas informasi, penting untuk disampaikan kepada konsumen terkait akan pemblokiran,” kata Rio.

Walaupun demikian, YLKI pada prinsipnya kata Rio, tetap mendukung PPATK dalam pemberantasan judi online dan penyalahgunaan rekening konsumen.

Di tengah keresahan para nasabah yang terdampak, termasuk Asmara, pihak perbankan pun akhirnya angkat suara. PT Bank Central Asia Tbk (BCA), tempat Asmara menyimpan tabungannya, menyatakan bahwa pemblokiran rekening yang terjadi merupakan langkah yang dilakukan atas dasar perintah langsung dari PPATK, lembaga negara yang memiliki wewenang dalam menganalisis transaksi keuangan mencurigakan.

"BCA senantiasa mematuhi ketentuan hukum yang berlaku, mengikuti arahan, serta berkoordinasi dengan otoritas berwenang,” ujar EVP Corporate Communication and Social Responsibility BCA, Hera F Haryn, dalam keterangan resminya, Kamis (22/5/2025).

Atas pemblokiran ini, pihaknya menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami nasabahnya. BCA juga mengimbau pada nasabah untuk memeriksa data rekening pribadi secara berkala. Apabila nasabah menemukan kendala, Hera menyarankan untuk segera menghubungi pihak BCA..

Baca juga artikel terkait PPATK atau tulisan lainnya dari Alfitra Akbar

tirto.id - News Plus
Reporter: Alfitra Akbar
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Farida Susanty