tirto.id - Cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong-menolong menjadi cara yang indah untuk menanamkan nilai kasih dan kepedulian sejak dini. Melalui kisah-kisah Alkitab yang sederhana, anak-anak belajar bahwa menolong sesama adalah bentuk nyata dari kasih kepada Tuhan.
Cerita Sekolah Minggu tentang tolong-menolong juga mengajarkan anak untuk peka terhadap kebutuhan orang lain dan berani berbuat baik, sekecil apa pun tindakan itu.
Sekolah Minggu sendiri berperan penting dalam pembentukan karakter anak. Di sinilah mereka tidak hanya belajar tentang Firman Tuhan, tetapi juga bagaimana menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Melalui kegiatan interaktif, lagu, dan cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong-menolong dan ayat Alkitab, anak-anak tumbuh menjadi pribadi yang penuh kasih, empati, dan siap menjadi terang di lingkungannya. Lantas, apa kisah Alkitab tentang tolong-menolong orang lain?

Cerita Anak Sekolah Minggu tentang Tolong-Menolong
Cerita sekolah Minggu tentang tolong-menolong membantu anak-anak memahami bahwa menolong orang lain adalah bagian dari rencana kasih Tuhan. Lewat kisah-kisah sederhana dan penuh makna ini, anak bisa belajar bahwa menolong tidak harus dengan hal besar — kadang cukup dengan hati yang tulus.
Berikut 10 cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong-menolong singkat yang bisa Anda sampaikan di kelas Sekolah Minggu.
1. Orang Samaria yang Baik Hati
Pada suatu hari, Yesus menceritakan sebuah kisah kepada banyak orang. Ia ingin mengajarkan bahwa setiap orang harus saling menolong, tanpa memandang siapa pun mereka. Cerita itu dimulai dengan seorang pria yang sedang berjalan dari kota Yerusalem menuju kota Yerikho. Perjalanan itu cukup jauh dan melewati jalan yang sepi serta berbatu. Di tengah perjalanan, tiba-tiba datang sekelompok perampok yang menyerang pria itu. Mereka mengambil semua barangnya, memukulnya, dan meninggalkannya di pinggir jalan dalam keadaan terluka parah.Tak lama kemudian, datanglah seorang imam yang lewat di jalan itu. Imam adalah orang yang melayani di rumah Tuhan, jadi seharusnya ia penuh kasih. Namun ketika melihat pria itu terbaring lemah, imam itu pura-pura tidak melihat. Ia berjalan di sisi lain jalan dan terus melangkah pergi. Pria malang itu masih berusaha memanggil, tetapi imam itu tidak menoleh. Ia mungkin takut atau malas menolong.
Beberapa saat kemudian, datanglah seorang Lewi. Orang Lewi juga dikenal sebagai pelayan di rumah ibadah. Ketika ia melihat pria itu, ia sempat berhenti sebentar. Namun setelah menatap sekeliling, ia juga memutuskan untuk melanjutkan perjalanan tanpa menolong. Pria yang terluka itu semakin lemah dan hampir tidak bisa bergerak. Ia mulai kehilangan harapan karena merasa tidak ada yang peduli padanya.
Namun tak lama setelah itu, datanglah seorang pria Samaria yang sedang naik keledainya. Pada zaman itu, orang Samaria dan orang Yahudi tidak saling menyukai. Mereka bahkan sering menghindari satu sama lain. Tapi ketika pria Samaria itu melihat orang yang tergeletak di jalan, hatinya tergerak oleh belas kasihan. Ia segera turun dari keledainya dan mendekati pria itu. Dengan lembut, ia membersihkan luka-lukanya dan membalutnya dengan kain yang ia bawa.
Karena pria itu terlalu lemah untuk berjalan, orang Samaria itu menolongnya naik ke atas keledai miliknya. Ia kemudian membawa pria itu ke sebuah penginapan di desa terdekat. Di sana, ia meminta pemilik penginapan untuk merawatnya. “Tolong jaga dia baik-baik,” katanya. “Ini uang untuk biayanya. Jika nanti ada kekurangan, aku akan membayarnya ketika aku kembali.” Pria Samaria itu benar-benar tulus menolong tanpa mengharapkan imbalan apa pun.
Beberapa hari kemudian, pria yang terluka itu pulih. Ia sangat bersyukur kepada Tuhan karena masih diberi kesempatan hidup, dan kepada orang Samaria yang menolongnya. Ia tidak menyangka bahwa orang yang berbeda bangsa dan keyakinan justru menjadi penyelamatnya. Dari situ ia mengerti, kasih dan pertolongan bisa datang dari siapa saja yang memiliki hati baik.
Setelah Yesus selesai bercerita, Ia berkata kepada orang banyak, “Menurut kalian, siapakah sesama manusia dalam cerita ini?” Salah seorang menjawab, “Orang yang menolong dia.” Yesus pun berkata, “Benar. Pergilah, dan lakukanlah hal yang sama.” Anak-anak, dari cerita ini kita belajar bahwa menolong orang lain tidak boleh pilih-pilih. Siapa pun yang sedang kesulitan, entah teman, tetangga, atau bahkan orang yang tidak kita kenal, patut kita tolong dengan kasih yang tulus — seperti orang Samaria yang baik hati.
2. Musa dan Putri Firaun
Pada zaman dahulu, bangsa Israel hidup di negeri Mesir. Mereka diperintah oleh seorang raja yang disebut Firaun. Firaun sangat takut karena orang Israel semakin banyak jumlahnya. Ia khawatir suatu hari bangsa Israel akan menjadi kuat dan melawan Mesir. Karena itu, Firaun mengeluarkan perintah yang sangat kejam: setiap bayi laki-laki yang lahir dari orang Israel harus dibuang ke sungai Nil.Di tengah keadaan yang menakutkan itu, seorang wanita Israel melahirkan bayi laki-laki yang sangat lucu. Ia tahu bayinya dalam bahaya, tapi ia tak tega melihat anaknya dibunuh. Selama tiga bulan, sang ibu berusaha menyembunyikan bayinya agar tidak ditemukan oleh tentara Firaun. Namun semakin lama semakin sulit, karena bayi itu mulai tumbuh dan sering menangis. Dengan hati berat, ibunya membuat sebuah keranjang kecil dari anyaman daun, melapisinya dengan ter agar tidak bocor, lalu meletakkan bayinya di dalamnya.
Sang ibu menaruh keranjang itu di tepi Sungai Nil, sambil berdoa agar Tuhan menjaga anaknya. Kakak bayi itu, seorang gadis kecil bernama Miryam, diam-diam mengikuti dari jauh untuk melihat apa yang akan terjadi. Air sungai perlahan membawa keranjang itu mengapung ke arah taman istana. Saat itu, salah satu putri Firaun sedang mandi di sungai bersama dayang-dayangnya. Ia melihat sesuatu yang mengapung dan penasaran. “Ambilkan itu,” katanya kepada pelayan.
Ketika keranjang dibuka, mereka terkejut melihat seorang bayi yang sedang menangis. Putri Firaun langsung merasa iba. Ia tahu bayi itu pasti anak orang Ibrani yang berusaha disembunyikan dari perintah ayahnya. “Kasihan sekali bayi ini,” katanya lembut. “Aku akan merawatnya.” Meskipun ia tahu ayahnya melarang bayi Ibrani hidup, hatinya penuh kasih. Ia tidak tega melihat bayi itu menderita. Ia memilih menolong, meski tahu tindakannya berisiko.
Saat itu, Miryam yang sejak tadi mengintip memberanikan diri mendekat. Ia berkata, “Tuan Putri, apakah aku harus memanggil seorang wanita Ibrani untuk menyusui bayi itu?” Putri Firaun mengangguk, dan Miryam segera memanggil ibunya sendiri — ibu kandung bayi itu! Tuhan bekerja dengan ajaib. Bayi itu kembali ke pelukan ibunya, dan sang ibu dibayar oleh putri Firaun untuk merawat anaknya.
Beberapa tahun kemudian, bayi itu tumbuh menjadi anak kecil yang cerdas dan kuat. Putri Firaun menamainya Musa, yang berarti “diambil dari air.” Ia membesarkan Musa seperti anaknya sendiri di dalam istana Mesir. Musa tumbuh dengan pendidikan yang baik, tetapi ia tidak pernah lupa asalnya. Kelak, Tuhan memanggilnya untuk memimpin bangsa Israel keluar dari perbudakan Mesir.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa menolong orang lain tidak harus mengenal siapa mereka. Putri Firaun menolong bayi Ibrani meski tahu hal itu dilarang oleh ayahnya. Hatinya penuh kasih dan keberanian. Anak-anak, Tuhan ingin kita juga memiliki hati seperti itu — berani menolong, berbelas kasih, dan melakukan yang benar, bahkan ketika tidak semua orang melakukannya. Karena setiap perbuatan kasih yang kecil bisa menjadi awal dari rencana besar Tuhan.
3. Persahabatan Yonatan dan Daud
Pada zaman dahulu, bangsa Israel dipimpin oleh Raja Saul. Ia memiliki seorang anak laki-laki bernama Yonatan, yang dikenal sebagai pangeran yang gagah berani dan baik hati. Di sisi lain, ada seorang pemuda sederhana bernama Daud, anak bungsu dari keluarga gembala. Daud terkenal karena keberaniannya mengalahkan raksasa Goliat hanya dengan ketapel dan batu. Setelah kemenangan itu, banyak orang memuji Daud, dan namanya mulai dikenal di seluruh negeri.Raja Saul awalnya sangat senang dengan Daud, bahkan mengundangnya tinggal di istana. Di sanalah Daud dan Yonatan bertemu. Mereka cepat menjadi sahabat karib. Keduanya sering berlatih bersama, makan bersama, dan saling berbagi cerita. Yonatan sangat mengagumi keberanian dan ketulusan hati Daud, sedangkan Daud menghormati Yonatan yang ramah dan rendah hati. Mereka saling berjanji untuk selalu menolong satu sama lain, apa pun yang terjadi.
Namun seiring waktu, hati Raja Saul mulai dipenuhi rasa iri. Ia mendengar rakyat lebih memuji Daud dibanding dirinya. Saul menjadi marah dan takut Daud akan merebut tahtanya. Ia pun berencana membunuh Daud. Ketika Yonatan mengetahui niat ayahnya, ia sangat sedih. Ia tahu ayahnya salah, tapi juga tak ingin melihat sahabatnya celaka. Ia memutuskan untuk menolong Daud dengan cara yang bijaksana.
Suatu malam, Yonatan diam-diam menemui Daud di ladang. “Daud, ayahku ingin mencelakaimu. Kau harus berhati-hati,” katanya dengan suara bergetar. Daud kaget, namun percaya pada sahabatnya. Mereka menyusun rencana agar Daud bisa tahu apakah raja benar-benar ingin membunuhnya atau tidak. Yonatan berjanji akan memberi tanda lewat anak panah — jika panahnya jatuh jauh, itu artinya bahaya datang dan Daud harus segera melarikan diri.
Keesokan harinya, Yonatan berbicara kepada ayahnya untuk membela Daud. “Ayah, Daud tidak bersalah. Ia selalu setia kepada Ayah,” katanya dengan tulus. Namun Raja Saul semakin marah dan bahkan hampir melemparkan tombak kepada anaknya sendiri! Yonatan pun sadar bahwa ayahnya benar-benar ingin membunuh Daud. Dengan hati sedih, ia keluar ke ladang dan menembakkan panah jauh, seperti tanda yang dijanjikan.
Daud mengerti pesan itu. Ia keluar dari tempat persembunyian dan memeluk sahabatnya. Mereka berdua menangis karena tahu harus berpisah. “Tuhan menjadi saksi antara kita,” kata Yonatan. “Aku akan selalu mengingatmu sebagai sahabat sejati.” Setelah itu, Daud melarikan diri untuk menyelamatkan nyawanya.
Dari kisah ini, anak-anak bisa belajar bahwa menolong teman sejati kadang tidak mudah. Yonatan menolong Daud meskipun itu berarti menentang keinginan ayahnya sendiri dan kehilangan kenyamanan di istana. Ia berani membela kebenaran karena kasihnya kepada sahabatnya. Tuhan ingin kita juga seperti Yonatan — berani menolong teman yang membutuhkan, setia, dan penuh kasih. Karena dalam persahabatan yang tulus, ada cinta Tuhan yang nyata di dalamnya.
4. Yusuf yang Mengampuni Saudara-saudaranya
Yusuf adalah salah satu dari dua belas anak Yakub. Sejak kecil, ia dikenal sebagai anak yang baik dan rajin. Ayahnya sangat menyayangi Yusuf karena ia lahir dari Rahel, istri yang paling dicintai Yakub. Sebagai tanda kasihnya, Yakub memberi Yusuf jubah indah berwarna-warni. Namun, hal itu membuat saudara-saudaranya menjadi iri dan marah. Mereka tidak suka melihat ayah mereka lebih memperhatikan Yusuf daripada mereka.Suatu hari, Yusuf bermimpi bahwa semua saudara-saudaranya sujud kepadanya. Ketika ia menceritakan mimpi itu, saudara-saudaranya menjadi semakin kesal. Mereka menganggap Yusuf sombong. Rasa iri di hati mereka tumbuh menjadi kebencian. Hingga pada suatu hari, saat mereka sedang menggembalakan domba, mereka melihat Yusuf datang menghampiri. Mereka pun merencanakan hal jahat — membuang Yusuf ke dalam sumur dan menjualnya kepada pedagang yang lewat menuju Mesir.
Di Mesir, Yusuf dijual sebagai budak kepada seorang pejabat penting bernama Potifar. Meski hidupnya berubah drastis, Yusuf tidak berhenti berbuat baik dan tetap percaya kepada Tuhan. Karena kesetiaannya, Tuhan membuat Yusuf berhasil dalam segala hal yang ia lakukan. Potifar pun mempercayakan seluruh rumahnya kepada Yusuf. Namun, suatu hari Yusuf difitnah dan dijebloskan ke penjara padahal ia tidak bersalah.
Meskipun di penjara, Yusuf tetap berdoa dan menolong orang lain. Ia menafsirkan mimpi dua tahanan, dan salah satunya akhirnya bebas dan bekerja untuk raja Mesir, Firaun. Beberapa waktu kemudian, Firaun juga bermimpi aneh dan tidak ada yang bisa menafsirkannya. Orang yang dulu ditolong Yusuf pun mengingatnya dan memberitahu Firaun tentang Yusuf. Yusuf dibawa keluar dari penjara dan menafsirkan mimpi itu dengan tepat. Ia mengatakan bahwa Mesir akan mengalami tujuh tahun masa subur dan tujuh tahun kelaparan.
Firaun sangat terkesan dan mengangkat Yusuf menjadi penguasa kedua setelah dirinya. Yusuf diberi tanggung jawab untuk menyimpan hasil panen agar rakyat tidak kelaparan. Saat masa kelaparan tiba, bukan hanya orang Mesir yang datang meminta bantuan, tetapi juga orang dari negeri-negeri lain — termasuk saudara-saudara Yusuf sendiri! Mereka tidak mengenali Yusuf yang kini berpakaian seperti bangsawan Mesir.
Saat melihat mereka, Yusuf teringat masa lalunya. Ia bisa saja marah atau membalas dendam. Tapi Yusuf memilih untuk mengampuni dan menolong mereka. Ia berkata, “Jangan takut. Aku tidak akan membalas dendam. Kalian memang bermaksud jahat, tapi Tuhan mengubahnya menjadi kebaikan.” Yusuf memberikan makanan kepada keluarganya dan mengundang ayahnya, Yakub, untuk tinggal bersamanya di Mesir.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa menolong orang lain bukan hanya ketika mereka baik kepada kita, tetapi juga ketika mereka pernah menyakiti kita. Yusuf menunjukkan hati yang penuh kasih dan pengampunan. Tuhan ingin kita meniru sikap Yusuf — tidak menyimpan dendam, tapi memilih menolong dan mengampuni. Karena ketika kita menolong dengan tulus, Tuhan pun akan menolong kita.

5. Musa dan Harun yang Saling Menolong
Pada zaman dahulu, bangsa Israel hidup sebagai budak di Mesir. Mereka dipaksa bekerja keras oleh Firaun, raja Mesir yang kejam. Orang Israel berdoa kepada Tuhan agar dibebaskan dari penderitaan. Tuhan pun mendengar doa mereka dan memilih Musa untuk memimpin bangsa Israel keluar dari Mesir. Namun, Musa merasa takut dan ragu. Ia berkata kepada Tuhan, “Aku tidak pandai berbicara. Bagaimana mungkin aku bisa berbicara kepada Firaun?”Tuhan tahu kekhawatiran Musa. Karena itu, Ia memberikan pertolongan lewat kakaknya, Harun. Tuhan berkata, “Aku akan menyertai engkau dan Harun. Harun akan berbicara untukmu.” Mendengar itu, Musa menjadi lebih berani. Ketika ia kembali ke Mesir, Harun menyambutnya dengan sukacita. Mereka berdua kemudian bekerja sama untuk menyampaikan pesan Tuhan kepada Firaun. Musa membawa tongkat mujizat, sementara Harun menjadi juru bicara.
Dengan penuh keberanian, mereka pergi menghadap Firaun dan berkata, “Tuhan, Allah Israel, berfirman: Biarkan umat-Ku pergi agar mereka dapat beribadah kepada-Ku.” Tapi Firaun menolak dan malah semakin memperberat pekerjaan orang Israel. Musa merasa sedih, tetapi Harun menguatkannya. “Jangan menyerah, adikku,” kata Harun. “Tuhan pasti menepati janji-Nya.” Mereka pun terus taat dan melakukan apa yang Tuhan perintahkan.
Tuhan menolong mereka dengan cara luar biasa. Ia mengirimkan berbagai tulah ke Mesir — air sungai berubah menjadi darah, katak memenuhi istana, debu menjadi nyamuk, dan masih banyak lagi. Setiap kali Firaun menolak, Tuhan menunjukkan kuasa-Nya lebih besar lagi. Selama semua itu terjadi, Harun selalu berada di sisi Musa, menolong dan mendukungnya. Mereka saling menguatkan, tidak saling menyalahkan.
Akhirnya, setelah tulah kesepuluh, Firaun membiarkan bangsa Israel pergi. Musa memimpin rakyat keluar dari Mesir, dan Harun membantu menenangkan mereka. Saat mereka sampai di tepi Laut Teberau dan dikejar tentara Firaun, Tuhan memerintahkan Musa mengangkat tongkatnya. Mujizat pun terjadi — laut terbelah dua! Bangsa Israel berjalan di tengah laut di atas tanah yang kering. Harun berjalan bersama mereka, memastikan semua orang selamat.
Setelah mereka menyeberang dan tentara Mesir tenggelam, seluruh bangsa Israel bersorak gembira. Mereka memuji Tuhan yang telah menyelamatkan mereka. Musa dan Harun berdiri berdampingan, bersyukur atas pertolongan Tuhan. Mereka sadar, semua keberhasilan itu terjadi karena mereka saling menolong dan percaya kepada Tuhan.
Dari kisah Musa dan Harun, kita belajar bahwa menolong bukan hanya dengan tangan, tapi juga dengan hati. Harun menolong Musa dengan keberaniannya berbicara, dan Musa menolong Harun dengan imannya yang kuat. Tuhan senang jika kita bekerja sama dan saling menolong, terutama saat menghadapi hal yang sulit. Ingatlah, ketika kita saling menolong seperti Musa dan Harun, Tuhan akan selalu menyertai dan memberi kemenangan.
6. Rut dan Naomi yang Setia Saling Menolong
Di sebuah negeri bernama Moab, hiduplah dua wanita yang saling menyayangi, Rut dan Naomi. Naomi adalah seorang wanita Israel yang pindah ke Moab bersama suaminya dan dua anak laki-lakinya. Namun, beberapa tahun kemudian, suaminya meninggal dunia. Kedua anaknya menikah dengan wanita Moab — salah satunya adalah Rut. Tapi tak lama setelah itu, kedua anak laki-laki Naomi juga meninggal. Naomi dan kedua menantunya pun hidup dalam kesedihan.Suatu hari, Naomi mendengar kabar bahwa Tuhan telah memberkati tanah Israel dengan panen yang melimpah. Ia memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Betlehem. Dengan lembut, Naomi berkata kepada kedua menantunya, “Pulanglah ke rumah orang tuamu masing-masing. Kalian masih muda, mungkin Tuhan akan memberimu suami lagi.” Salah satu menantunya akhirnya pulang, tapi Rut menatap Naomi dengan mata berkaca-kaca dan berkata, “Jangan paksa aku meninggalkanmu. Ke mana engkau pergi, aku pun akan pergi. Bangsamu adalah bangsaku, dan Allahmu adalah Allahku.”
Naomi terharu mendengar kata-kata Rut. Ia tahu bahwa Rut benar-benar tulus dan penuh kasih. Mereka berdua pun berjalan jauh dari Moab menuju Betlehem. Perjalanan itu tidak mudah. Mereka harus berjalan kaki berhari-hari melewati padang pasir dan perbukitan. Namun, Rut tidak pernah mengeluh. Ia selalu menolong Naomi yang sudah tua, membantunya berjalan dan memberi semangat. “Kita akan sampai, Ibu. Tuhan pasti menolong kita,” kata Rut sambil tersenyum.
Sesampainya di Betlehem, mereka hidup sederhana. Untuk mencukupi kebutuhan, Rut pergi ke ladang untuk memungut bulir-bulir gandum yang tertinggal setelah para pekerja memanen. Di sana, ia bertemu seorang pria baik hati bernama Boas, yang ternyata masih keluarga jauh Naomi. Boas memperhatikan kebaikan Rut yang rajin bekerja dan setia merawat mertuanya. Ia pun memerintahkan pekerjanya agar selalu meninggalkan sedikit gandum supaya Rut bisa memungut dengan mudah.
Naomi sangat bersyukur ketika mendengar tentang Boas. Ia berkata, “Tuhan memberkati Boas karena telah menolong kita.” Hari demi hari, hubungan Rut dan Boas semakin dekat. Akhirnya, Boas menikahi Rut dan mereka hidup bahagia. Dari keturunan mereka, lahirlah seorang anak bernama Obed — yang kelak menjadi kakek Raja Daud. Artinya, Rut yang berasal dari bangsa lain pun menjadi bagian penting dalam rencana Tuhan yang besar!
Dari kisah Rut dan Naomi, kita belajar tentang arti kesetiaan dan saling menolong. Rut tidak meninggalkan Naomi meskipun hidupnya sulit. Ia menolong dengan tindakan nyata — menemani, bekerja keras, dan menunjukkan kasih. Tuhan menghargai setiap kebaikan kecil yang dilakukan dengan tulus.
Anak-anak, mari belajar dari Rut dan Naomi. Saat teman, keluarga, atau siapa pun membutuhkan bantuan, tolonglah mereka dengan hati yang ikhlas. Karena kasih dan pertolongan kecil kita bisa membawa berkat besar, seperti yang Tuhan lakukan bagi Rut dan Naomi.
7. Yesus Menolong Orang Buta Bartimeus
Di sebuah kota bernama Yerikho, hiduplah seorang pria buta bernama Bartimeus. Setiap hari, ia duduk di pinggir jalan sambil meminta-minta. Karena tidak bisa melihat, Bartimeus hanya bisa mendengar langkah kaki orang yang lewat. Banyak orang sering melewatinya tanpa memperhatikan, bahkan ada yang mengejek atau mengabaikannya. Namun, Bartimeus tidak menyerah. Ia selalu percaya bahwa Tuhan mendengar doanya dan suatu hari akan menolongnya.Suatu pagi yang cerah, Bartimeus mendengar suara ramai dari kejauhan. Ia bertanya kepada orang di sebelahnya, “Ada apa? Mengapa begitu banyak orang lewat hari ini?” Seseorang menjawab, “Itu Yesus dari Nazaret sedang lewat!” Mendengar nama Yesus, hati Bartimeus langsung berdebar. Ia pernah mendengar cerita bahwa Yesus bisa menyembuhkan orang sakit, orang lumpuh bisa berjalan, dan bahkan orang mati bisa hidup kembali.
Tanpa berpikir panjang, Bartimeus mulai berteriak dengan keras, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!” Orang-orang di sekitar menegurnya, “Diamlah! Jangan berteriak!” Tapi Bartimeus tidak peduli. Ia tahu inilah satu-satunya kesempatan baginya untuk disembuhkan. Ia berteriak lebih keras lagi, “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!”
Yesus yang sedang berjalan mendengar teriakan itu. Ia berhenti dan berkata kepada murid-murid-Nya, “Panggillah orang itu.” Murid-murid-Nya pun memanggil Bartimeus dan berkata, “Tenanglah, berdirilah, Dia memanggilmu.” Dengan semangat, Bartimeus melepaskan jubahnya dan berjalan menuju Yesus. Meskipun ia buta, ia melangkah dengan yakin karena hatinya penuh harapan.
Ketika sudah berhadapan dengan Yesus, Tuhan menatapnya dengan penuh kasih dan bertanya, “Apa yang kau ingin Aku lakukan untukmu?” Bartimeus menjawab dengan suara lirih, “Guru, aku ingin dapat melihat.” Yesus tersenyum dan berkata, “Pergilah, imanmu telah menyelamatkanmu.” Seketika itu juga mata Bartimeus terbuka! Ia bisa melihat untuk pertama kalinya. Betapa bahagianya Bartimeus melihat dunia, melihat langit biru, dan wajah Yesus yang penuh kasih.
Bartimeus berlutut dan bersyukur kepada Tuhan. Ia tidak lagi duduk meminta-minta di jalan, melainkan mengikuti Yesus ke mana pun Ia pergi. Semua orang yang melihat kejadian itu menjadi kagum dan memuji Tuhan. Mereka menyadari bahwa Yesus menolong bukan hanya dengan kuasa-Nya, tetapi juga dengan kasih-Nya kepada orang yang percaya.
Dari kisah Bartimeus, kita belajar bahwa Tuhan selalu menolong orang yang percaya dan tidak mudah menyerah. Bartimeus tidak berhenti berteriak meski orang lain menyuruhnya diam. Ia percaya bahwa Yesus bisa menolongnya, dan imannya membuatnya sembuh. Anak-anak, jangan pernah takut untuk berdoa dan percaya kepada Tuhan, karena Tuhan selalu mendengar dan menolong kita tepat pada waktunya.
8. Yesus Memberi Makan Lima Ribu Orang
Suatu hari, Yesus sedang mengajar banyak orang di sebuah bukit dekat danau Galilea. Orang-orang datang dari berbagai kota untuk mendengarkan pengajaran-Nya. Mereka ingin mendengar tentang kasih Allah dan melihat mukjizat yang Yesus lakukan. Jumlahnya sangat banyak, kira-kira lima ribu orang laki-laki, belum termasuk perempuan dan anak-anak. Mereka duduk di atas rumput sambil mendengarkan Yesus berbicara dengan penuh kasih.Waktu berjalan cepat, dan matahari mulai turun. Para murid sadar bahwa orang-orang sudah sangat lapar karena seharian mereka tidak makan. Seorang murid, Filipus, berkata kepada Yesus, “Tuhan, bagaimana kita bisa memberi makan semua orang ini? Membeli roti sebanyak itu pasti membutuhkan banyak uang!” Yesus hanya tersenyum, lalu bertanya, “Apa yang kita miliki sekarang?”
Seorang murid lain, Andreas, datang membawa seorang anak kecil. Anak itu membawa bekal sederhana: lima roti jelai dan dua ikan kecil. “Ini saja yang kami temukan, tapi tentu tidak cukup untuk orang sebanyak ini,” kata Andreas. Namun Yesus berkata, “Suruhlah semua orang duduk.” Murid-murid pun mengatur orang banyak itu menjadi beberapa kelompok di atas rumput hijau.
Yesus mengambil roti dan ikan dari tangan anak itu. Ia menengadah ke langit dan berdoa, mengucap syukur kepada Bapa di surga. Lalu Ia mulai memecah-mecahkan roti itu dan memberikannya kepada murid-murid-Nya untuk dibagikan kepada orang banyak. Ajaib sekali! Setiap kali Yesus memecahkan roti, roti itu tidak habis. Begitu juga dengan ikan yang terus bertambah hingga semua orang mendapat bagian.
Semua orang makan sampai kenyang! Setelah itu Yesus meminta murid-murid-Nya mengumpulkan sisa makanan agar tidak ada yang terbuang. Ketika mereka mengumpulkannya, ternyata masih ada dua belas keranjang penuh sisa roti dan ikan. Semua orang yang melihat peristiwa itu kagum dan bersukacita. Mereka tahu bahwa hanya Yesus yang bisa melakukan mukjizat sebesar itu.
Anak-anak, dari kisah ini kita belajar tentang tolong menolong dan berbagi dengan hati yang tulus. Anak kecil itu tidak memiliki banyak, tapi ia rela memberikan bekalnya kepada Yesus. Karena kebaikan hatinya, Tuhan menggunakannya untuk memberkati ribuan orang. Terkadang, yang kita miliki tampak kecil dan sederhana, tetapi jika kita mau menolong dan berbagi, Tuhan bisa membuatnya menjadi berkat yang besar bagi banyak orang.
Jadi, jangan takut untuk menolong teman, berbagi makanan, atau membantu siapa pun yang membutuhkan. Sekecil apa pun perbuatan baik Anda, Tuhan bisa menjadikannya sesuatu yang luar biasa. Yesus mengajarkan bahwa kasih sejati dimulai dari hati yang mau memberi, bukan dari banyaknya yang kita punya.
9. Rut dan Naomi — Kesetiaan yang Menolong di Saat Sulit
Di tanah Moab, hiduplah seorang perempuan bernama Naomi bersama suaminya dan dua anak laki-lakinya. Mereka datang dari Betlehem karena saat itu di tanah asal mereka sedang terjadi kelaparan. Di Moab, kedua anak Naomi menikah dengan perempuan Moab, yang bernama Rut dan Orpa. Namun beberapa tahun kemudian, suami Naomi dan kedua anaknya meninggal dunia. Naomi menjadi sangat sedih karena kehilangan semua orang yang ia cintai. Ia tinggal bersama dua menantunya tanpa keluarga lain.Suatu hari, Naomi mendengar bahwa Tuhan telah memberkati kembali tanah Betlehem dengan panen yang melimpah. Ia memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya. Dengan hati berat, ia berkata kepada kedua menantunya, “Anak-anakku, pulanglah ke rumah orang tuamu masing-masing. Ibu tidak bisa menjanjikan apa pun untuk kalian di tanah Betlehem.” Orpa menangis dan akhirnya memutuskan untuk tetap tinggal di Moab. Tapi Rut memeluk Naomi dengan erat dan berkata dengan lembut, “Jangan suruh aku meninggalkanmu. Ke mana engkau pergi, aku pun akan pergi. Bangsamu akan menjadi bangsaku, dan Allahmu akan menjadi Allahku.”
Mendengar kata-kata itu, air mata Naomi menetes. Ia tahu bahwa Rut sungguh-sungguh mengasihinya dan mau menolongnya. Mereka berdua pun berjalan bersama menempuh perjalanan jauh ke Betlehem. Perjalanan itu tidak mudah, karena mereka tidak punya harta, tidak punya kendaraan, dan harus berjalan kaki melewati gurun dan perbukitan. Tapi Rut tidak pernah mengeluh. Ia menemani Naomi dengan sabar dan selalu berdoa agar Tuhan menolong mereka.
Setibanya di Betlehem, mereka hidup sangat sederhana. Untuk makan, Rut pergi ke ladang-ladang milik orang lain dan memungut bulir-bulir gandum yang jatuh setelah para pekerja menuai. Ia bekerja keras dari pagi hingga sore demi mendapatkan sedikit makanan untuk dirinya dan Naomi. Walau lelah, Rut tetap bersyukur karena bisa menolong ibu mertuanya yang sudah tua.
Suatu hari, Rut memungut gandum di ladang milik seorang pria bernama Boas. Boas adalah kerabat Naomi yang baik hati. Ia memperhatikan kebaikan dan kerja keras Rut, lalu berkata kepada para pekerjanya agar membiarkan Rut mengambil gandum sebanyak yang ia butuhkan. Bahkan, Boas juga memberikan makanan untuk mereka berdua. Boas akhirnya menikahi Rut, dan hidup mereka menjadi bahagia.
Tuhan memberkati Rut karena hatinya yang penuh kasih dan kesetiaan. Ia bukan hanya menolong Naomi secara jasmani, tetapi juga memberikan penghiburan dengan kasih yang tulus. Dari keturunan Rut kemudian lahir Raja Daud, dan dari garis keturunan itu juga lahirlah Yesus Kristus, Sang Juruselamat dunia.
Anak-anak, kisah Rut mengajarkan bahwa menolong bukan hanya dengan memberi barang, tetapi juga dengan menemani, setia, dan tidak meninggalkan orang yang sedang sedih atau kesulitan. Jika Anda punya teman yang sedang sedih, temani dia, dengarkan, dan bantu dengan tulus. Tuhan sangat senang melihat anak-anak-Nya saling menolong dengan hati yang penuh kasih, seperti Rut kepada Naomi.
10. Petrus Menolong Orang Lumpuh di Gerbang Indah
Suatu pagi yang cerah, dua murid Yesus bernama Petrus dan Yohanes berjalan menuju Bait Allah untuk berdoa. Saat mereka hampir sampai di gerbang Bait Allah yang disebut Gerbang Indah, mereka melihat seorang pria yang sudah lumpuh sejak lahir. Setiap hari, pria itu dibawa oleh teman-temannya untuk duduk di dekat gerbang agar bisa meminta sedekah dari orang yang lewat.Ketika melihat Petrus dan Yohanes datang, pria itu mengulurkan tangannya dan berkata dengan suara lemah, “Tolong, berikan aku uang.” Petrus berhenti di depannya dan menatapnya dengan lembut. “Lihatlah kami,” kata Petrus. Pria itu menatap mereka dengan penuh harapan, karena ia mengira akan diberi uang. Tetapi Petrus berkata, “Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, akan kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus dari Nazaret, bangkit dan berjalanlah!”
Petrus lalu memegang tangan pria itu dan membantunya berdiri. Seketika itu juga, kekuatan mengalir ke kakinya! Ia bisa berdiri tegak untuk pertama kalinya dalam hidupnya. Dengan penuh sukacita, ia melompat dan mulai berjalan. Orang-orang di sekitar gerbang terkejut melihatnya, karena mereka tahu betul bahwa pria itu adalah pengemis lumpuh yang setiap hari duduk di sana.
Dengan penuh sukacita, pria itu mengikuti Petrus dan Yohanes masuk ke dalam Bait Allah sambil melompat dan memuji Tuhan. Semua orang yang melihatnya kagum dan bersorak, “Lihat! Itu orang yang biasa duduk di Gerbang Indah! Sekarang dia bisa berjalan!” Mereka semua memuji kebesaran Tuhan karena mukjizat yang baru saja terjadi.
Petrus kemudian berkata kepada orang-orang, “Jangan heran. Bukan oleh kuasa kami sendiri ia sembuh, melainkan karena nama Yesus Kristus. Melalui iman kepada-Nya, orang ini mendapat kesembuhan.” Kata-kata itu membuat banyak orang semakin percaya kepada Tuhan. Mereka menyadari bahwa kasih dan kuasa Yesus masih bekerja melalui murid-murid-Nya.
Anak-anak, kisah ini mengajarkan bahwa menolong orang tidak selalu dengan memberikan uang atau barang. Kadang, yang lebih penting adalah memberi doa, semangat, dan iman kepada mereka yang membutuhkan. Petrus tidak punya uang, tapi ia punya iman kepada Yesus — dan melalui iman itu, ia bisa menolong orang lain dengan cara yang luar biasa.
Kita juga bisa menolong dengan cara sederhana, seperti menolong teman yang jatuh, membantu orang tua, atau mendoakan orang yang sedang sakit. Ketika Anda menolong dengan hati yang tulus, Tuhan bisa memakai Anda untuk menjadi berkat bagi orang lain — sama seperti Petrus yang dipakai Tuhan untuk menolong orang lumpuh di Gerbang Indah.

Ayat Alkitab tentang Tolong-Menolong
Cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong menolong menjadi lebih bermakna jika disertai dengan Firman Tuhan. Dalam Alkitab terdapat banyak ayat tentang tolong-menolong yang bisa dijadikan pedoman untuk cerita Sekolah Minggu anak maupun pegangan hidup.
Berikut ini merupakan kumpulan ayat Alkitab tentang tolong menolong yang perlu untuk diketahui:
1. Galatia 6:2
“Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.”Ayat ini menunjukkan bahwa Tuhan ingin kita hidup saling membantu. Dalam banyak cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong menolong, kita belajar bahwa menolong orang lain adalah cara sederhana untuk menunjukkan kasih seperti Yesus. Ketika kita membantu teman yang kesusahan, kita sedang melaksanakan ajaran Yesus sendiri. Jadi, kalau kamu ingin hidup seperti yang Tuhan mau, biasakanlah menolong tanpa pamrih. Inilah contoh nyata dari kasih Kristus dalam tindakan.
2. Amsal 19:17
“Siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang lemah memiutangi TUHAN, yang akan membalas perbuatannya itu.”Ayat ini mengajarkan bahwa setiap kebaikan yang kita lakukan tidak akan sia-sia. Dalam cerita Sekolah Minggu, anak-anak sering mendengar bahwa Tuhan mencatat semua perbuatan baik kita. Jadi, menolong teman bukan hanya membuat mereka senang, tapi juga membuat Tuhan bangga. Itulah sebabnya banyak cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong menolong singkat mengingatkan kita bahwa kasih harus diwujudkan lewat tindakan nyata, bukan hanya kata-kata.
3. Ibrani 13:16
“Dan janganlah kamu lupa berbuat baik dan memberi bantuan, sebab korban-korban yang demikianlah yang berkenan kepada Allah.”Ayat ini mengingatkan kita agar tidak bosan berbuat baik. Dalam banyak cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong menolong dan ayat Alkitab, kita belajar bahwa setiap kebaikan kecil yang kita lakukan adalah persembahan bagi Tuhan. Tuhan tidak menilai seberapa besar bantuan kita, tapi seberapa tulus hati kita saat menolong. Misalnya, membantu ibu membereskan rumah, menolong teman membawa buku, atau berbagi makanan di sekolah — semua itu adalah bentuk kasih yang berkenan kepada Allah.
4. Filipi 2:4
“Dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.”Ayat ini sering muncul dalam cerita Sekolah Minggu tentang tolong menolong, karena mengajarkan kita untuk tidak egois. Tuhan ingin kita punya hati yang peduli terhadap orang lain. Jadi, saat kamu melihat teman kesulitan, jangan berpaling. Bantulah dengan tulus, karena menolong orang lain berarti kita sedang meneladani Yesus. Jika kamu bertanya, “Apa kisah Alkitab tentang menolong orang lain?”, maka inilah jawabannya — hidup yang saling memperhatikan dan saling menolong.
5. Lukas 6:31
“Dan sebagaimana kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah juga demikian kepada mereka.”Inilah salah satu ajaran Yesus yang paling mudah diingat. Jika kita ingin diperlakukan dengan baik, maka kita juga harus memperlakukan orang lain dengan baik. Banyak cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong menolong yang mengambil pesan dari ayat ini, karena menolong orang lain adalah cara terbaik menunjukkan kasih. Jadi, mulai hari ini, yuk kita praktikkan ayat ini dengan sederhana — menolong teman, berbagi, dan menunjukkan kebaikan setiap hari.

Melalui berbagai cerita anak Sekolah Minggu tentang tolong-menolong dan ayat Alkitab, anak-anak dapat belajar arti kasih yang sejati. Mereka diajak untuk menolong tanpa pamrih, mengampuni, dan berbuat baik seperti Yesus mengasihi semua orang. Mari terus semangati anak-anak untuk menjadi terang dunia dengan meneladani kisah-kisah Alkitab yang penuh kasih.
Ingin membaca cerita rohani lainnya yang penuh makna? Silahkan baca selengkapnya melalui tautan di bawah ini:
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Lucia Dianawuri
Masuk tirto.id







































