tirto.id - Turut campur Presiden Joko Widodo dalam pembentukan kabinet capres-cawapres terpilih, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, santer menjadi perbincangan. Jokowi disebut ikut dimintai pendapat soal susunan kabinet pemerintahan mendatang. Koalisi Indonesia Maju, gerbong partai politik pengusung Prabowo-Gibran, juga menyatakan ujar-ujar dari Jokowi turut dipertimbangkan untuk pembentukan kabinet selanjutnya.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra, Habiburokhman, menyatakan, Prabowo memang mulai menemui para ketua umum partai untuk membicarakan kabinet pemerintahan. Termasuk bertemu dengan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi pendamping Prabowo.
“Ya, feeling saya sih yang dibicarakan juga soal-soal posisi di kabinet ya, yang jelas kami ingin komposisi kabinet yang bisa diandalkan untuk melakukan kerja-kerja cepat,” kata Habiburokhman di Kompleks DPR-MPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (26/3/2024).
Habiburokhman mengakui bahwa Jokowi menjadi sosok di luar koalisi yang dipastikan banyak dimintai pendapat oleh Prabowo soal pembentukan kabinet. Alasannya, kata dia, Prabowo menganggap Jokowi sebagai sosok mentor.
“Pak Jokowi dipastikan menjadi salah satu orang yang paling banyak dimintai pendapat oleh Pak Prabowo,” sebut dia.
Kendati demikian, Habiburokhman menepis anggapan bahwa hal itu merupakan bentuk cawe-cawe Jokowi. Dia menyatakan siapapun bebas mengusulkan nama menteri di kabinet Prabowo-Gibran lima tahun ke depan.
“Bukan cawe-cawe cuma pastinya dimintai pendapat dari Pak Prabowo,” tambah Habiburokhman.
Sebelumnya, Gibran juga membenarkan bahwa Prabowo sudah melibatkan dirinya untuk pembentukan kabinet pemerintahan. Gibran mengakui Jokowi juga dilibatkan dalam bentuk memberi masukan soal kabinet pemerintahan Prabowo.
“Pak Prabowo yang akan menentukan [komposisi kabinet], ya. Mungkin [Presiden Jokowi memberi] masukan, tetapi penentuannya di Pak Prabowo, ya,” kata Gibran usai agenda buka bersama TKN di Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (25/3/2024).
Kedekatan Jokowi dengan kubu Koalisi Indonesia Maju yang mengusung Prabowo-Gibran memang sudah menjadi rahasia umum. Bahkan, tak sedikit pihak yang menyebut presiden ikut cawe-cawe untuk memenangkan Prabowo dan putra sulungnya. Teranyar, kabar berhembus soal Jokowi yang ikut menitipkan nama menteri untuk kabinet Prabowo-Gibran.
Kabar itu seakan menjadi babak baru ontran-ontran manuver politik Jokowi yang akan lengser pada Oktober 2024. Sejumlah pihak bahkan khawatir, ini merupakan bentuk cawe-cawe Jokowi agar bisa tetap otak-atik di pemerintahan Prabowo. Jika diteruskan, berpotensi membawa kerugian bagi konstituen dan pemerintah Prabowo sendiri.
Prabowo sendiri baru-baru ini kembali menegaskan bahwa Koalisi Indonesia Maju tidak malu-malu disebut sebagai penerus Presiden Jokowi. Hal itu disampaikan Prabowo saat menghadiri acara buka puasa bersama di Hotel Ritz-Carlton, Kuningan, Jakarta, Senin (25/3/2024). Acara itu dihadiri ketua umum parpol pengusung Prabowo-Gibran dan para pengurus teras parpol masing-masing.
“Kami di sini, Koalisi Indonesia Maju tidak ragu, tidak malu menyatakan kita adalah penerus-penerus Presiden Joko Widodo,” kata Prabowo.
Kerugian Cawe-Cawe
Pakar komunikasi politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, tidak ragu pengakuan Koalisi Indonesia Maju bahwa Jokowi turut dilibatkan dalam pembentukan kabinet Prabowo merupakan sebuah bentuk cawe-cawe. Dia heran mengapa Presiden Jokowi diberikan kewenangan besar dalam keputusan semacam itu.
“Kita enggak tahu ya apa deal-dealnya Pak Jokowi dan Pak Pranowo sehingga Pak Jokowi bisa sebegitu dalamnya cawe-cawe dalam menentukan pemerintahan Prabowo-Gibran. Atau karena Pak Jokowi sangat sayang anak ya? Jadi, karena anaknya jadi wapres, beliau tidak ingin anaknya repot jadi beliaulah yang pilih menteri,” kata Kunto kepada reporter Tirto, Rabu (27/3/2024).
Masalahnya, keputusan melibatkan Jokowi ini bukan tanpa kerugian. Menurut Kunto, jika akhirnya Jokowi dilibatkan terlalu dalam turut campur pemerintahan Prabowo, maka akan ada semacam presiden bayangan atau matahari kembar. Ini akan menyulitkan akuntabilitas pemerintahan Prabowo di mata rakyat.
“Ketika Jokowi ikut-ikutan dan harus bertanggung jawab pada sesuatu di pemerintahan Prabowo, nah itu akan jadi pertanyaan publik. Kerugiannya maka akan ada opini publik negatif,” tutur dia.
Kunto menyatakan, Prabowo harus bisa menjelaskan kepada konstituen kenapa Jokowi terus dilibatkan. Jika pun diberikan peran dalam pemerintahan Prabowo, ada baiknya Jokowi ditempatkan dalam jabatan resmi yang memang sesuai dengan tanggung jawab dan kapabilitasnya.
“Kalau kemudian nanti perannya akan sangat dominan dan semacam presiden bayangan ya akan susah. Dalam suatu pemerintahan tidak mungkin ada dua matahari,” ungkap Kunto.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menilai cawe-cawe Jokowi dalam pembentukan kabinet pemerintahan Prabowo akan merusak sistem presidensial. Sebab, pembentukan kabinet sudah seharusnya merupakan hak prerogatif seorang presiden.
“Secara substansi akan mengurangi, merusak, dan bahkan merecoki sistem politik presidensial. Dalam sistem presidensial presiden dipilih langsung rakyat dan punya hak prerogatif menentukan akan politik bangsa 5 tahun ke depan,” ujar Adi kepada reporter Tirto.
Dia juga merasa aneh bila presiden terpilih bisa diintervensi pihak lain dalam menentukan kabinet. Dia menegaskan bahwa Jokowi pada hakikatnya merupakan orang lain bagi Prabowo. Hanya kebetulan, pada Pemilu 2024, memiliki kepentingan politik yang sama.
“Jokowi saja tak mau diintervensi PDIP, partai yang mengusungnya, apalagi Prabowo pasti tak mau dikontrol Jokowi. Apa pun judulnya, Jokowi orang lain bagi Prabowo, beda partai, dua kali berhadap-hadapan,” kata Adi.
Dia menilai, hubungan mesra Jokowi dan Prabowo tidak terjamin akan terus bertahan lama. Bulan madu ini setidaknya akan masih berlangsung hingga 20 Oktober 2024 atau sampai Jokowi turun takhta.
“Minimal hingga 20 Oktober keduanya mungkin masih akur. Tapi setelah itu tak ada yang jamin hubungan keduanya tetap mesra,” tutur Adi.
Tetap Berperan
Analis politik dari Universitas Airlangga, Suko Widodo, justru mewajarkan jika Jokowi dilibatkan dalam pemerintahan Prabowo. Terutama, jika Jokowi dimintai saran dan pertimbangan oleh Prabowo. Di sisi lain, dia menjamin Jokowi turut meminta agar program pemerintahannya bisa dilanjutkan oleh Prabowo.
“Saya kira meski tak ada jabatan khusus, kemungkinan pak Jokowi akan menjadi tempat bertanya dan diskusi. Semacam konsultan informal,” ujar Suko kepada reporter Tirto, Rabu (27/3/2024).
Suko berpendapat, Prabowo tetap akan mengambil keputusan sendiri meskipun menjadikan Jokowi tempat bertanya. Dia menyatakan, memang jika ini terjadi, akan timbul pro dan kontra di mata publik. Maka, Jokowi disarankan mengambil posisi yang memiliki kesan baik dan menghindari kontroversi.
“Misalnya semacam ambasador kebudayaan, untuk UMKM. Ini dugaan saya, karena memang Pak Jokowi juga tak punya lembaga yang menjadi ruangnya. Kalau misalnya Pak SBY punya Demokrat. Bu Mega punya PDIP. Jadi kemungkinan Pak Jokowi ada ruang berkreasi, yang tentunya ada irisan dengan peran pemerintah,” jelas Suko.
Di sisi lain, analis politik Universitas Al Azhar, Ujang Komarudin, meminta Presiden Jokowi legowo dan bersikap negarawan dalam melepas jabatannya kelak. Ujang menilai, jika Jokowi mengusulkan nama-nama menteri, itu sah-sah saja selama tidak melakukan intervensi bagi kabinet Prabowo.
“Jadi saya melihat objektif, kalau titip enggak masalah politik begitu, kalau cawe-cawe intervensi itu yang tentu akan tidak bagus di pemerintahan Prabowo-Gibran,” kata Ujang kepada reporter Tirto, Rabu (27/3/2024).
Dia menilai Prabowo akan tetap memimpin jalannya pemerintahan ke depan karena Indonesia menganut sistem presidensial. Artinya, kewenangan tetap berada di tangan Prabowo dan tidak bisa diintervensi, termasuk oleh mantan presiden.
“Biarkan Prabowo menjalankan tugas sebagai presiden yang terpilih. Pemimpin satu, Prabowo, Pak Jokowi mungkin jadi Wantimpres kan itu cukup terhormat posisi itu. Jadi tidak ada nanti istilahnya matahari kembar,” ujar Ujang.
Jokowi Diklaim Hanya Usul
Pihak Istana membantah kabar Presiden Jokowi menitipkan nama-nama menteri untuk kabinet Prabowo mendatang. Hal ini disampaikan Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, melalui keterangan tertulis.
“Pengangkatan menteri dalam kabinet mendatang sepenuhnya menjadi hak prerogatif presiden terpilih setelah dilantik 20 Oktober 2024,” kata Ari.
Ari menegaskan bahwa Jokowi masih fokus menuntaskan mandat sebagai presiden hingga Oktober mendatang. “Presiden Jokowi fokus bekerja untuk menuntaskan agenda pemerintahan dan pembangunan sampai akhir masa jabatan 20 Oktober 2024,” tambah dia.
Ketua Umum relawan Projo, Budi Arie Setiadi, juga menepis kabar bahwa Jokowi menitipkan nama menteri untuk kabinet pemerintahan selanjutnya. Budi menyatakan hal itu sebagai gosip belaka. Dia menyampaikan bahwa Jokowi hanya memberikan usulan kepada Prabowo.
“Kalau usulan boleh saja. Kalian (wartawan) yang usulin semua juga boleh, namanya usul juga. Bukan nitip dong, beda. Kalau nitip, kan, wah?!” kata Budi Arie kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (25/3/2024).
Kendati demikian, dia enggan membeberkan nama usulan yang disampaikan Jokowi untuk kabinet Prabowo. Dia berdalih waktu pelantikan pemerintahan baru saja masih lama.
“Ya entar, kan, tergantung. Masih lama kok. Waktunya masih tujuh bulan lagi,” tutur dia.
Penulis: Mochammad Fajar Nur
Editor: Abdul Aziz