tirto.id - Butir-butir pengamalan Pancasila sila ke-4 terdiri dari 10 butir, salah satunya menyatakan bahwa setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Butir-butir ini dirumuskan untuk dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila terdiri dari lima dasar negara Republik Indonesia. Pancasila juga menjadi pilar ideologis bagi segenap bangsa Indonesia. Setiap sila dalam Pancasila memiliki butir-butir pengamalan yang mengandung isi dan makna untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Diambil dari bahasa Sanskerta, Pancasila terdiri dari dua kata, yaitu panca yang berarti lima dan sila yang bermakna prinsip atau asas. Dengan demikian, Pancasila bisa dimaknai sebagai rumusan dan pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Adapun isi 5 sila dalam Pancasila yaitu (1) Ketuhanan yang Maha Esa; (2) Kemanusiaan yang Adil dan Beradab; (3) Persatuan Indonesia; (4) Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan; dan (5) Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Menurut buku Pancasila dalam Pusaran Globalisasi (2017) yang disunting oleh Al Khanif, Pancasila harus dikemukakan isi dan artinya yang kontekstual sehingga nilai-nilainya bisa ditemukan dalam semua kebudayaan bangsa Indonesia.
Nilai-nilai luhur Pancasila dalam realitas kondisi masyarakat akan digali sebagai solusi atau jalan keluar untuk menghadapi segala macam tantangan yang dihadapi oleh segenap rakyat Indonesia dalam segala situasi, termasuk di era globalisasi seperti sekarang ini.
Butir-Butir Pengamalan Pancasila
Butir-Butir pengamalan Pancasila pertama kali diatur melalui Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 atau pada masa Orde Baru. Setelah rezim Soeharto tumbang pada 1998 dan Indonesia selanjutnya memasuki era reformasi, Butir-Butir Pengamalan Pancasila disesuikan kembali berdasarkan Ketetapan MPR No. I/MPR/2003.
Yudi Latif melalui buku berjudul Mata Air Keteladanan: Pancasila dalam Perbuatan (2014) berpandangan bahwa rumusan ide (nilai) pokok dalam Butir-Butir Pengamalan Pancasila terlalu banyak sehingga keseluruhannya berjumlah 36 butir, bahkan belakangan menjadi 45 butir.
Selain itu, lanjut Yudi Latif, butir-butir dalam suatu sila pun tidak dirumuskan secara ketat sehingga banyak tumpang-tindih. Lagipula, dalam penyusunn butir-butir tersebut, ada kecenderungan untuk mengarah pada moral perseorangan, kurang menekankan moralitas publik.
Terlepas dari perdebatan mengenai Butir-Butir Pengamalan Pancasila yang dirumuskan pada era Presiden Soeharto kemudian diselaraskan di masa Presiden Megawati Soekarnoputri, berikut ini isi Butir-Butir Pengamalan Pancasila khususnya untuk Sila ke-4.
Butir-Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-4
Sila ke-4 yang berbunyi “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” dan disimbolkan dengan lambang kepala banteng mengandung 10 butir.
Adapun 10 Butir Pengamalan Pancasila Sila ke-4 seperti dikutip dari buku UUD 1945 dan Perubahannya: Struktur Ketatanegaraan (2008) adalah sebagai berikut:
- Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.
- Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
- Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
- Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
- Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
- Dengan iktikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
- Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
- Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
- Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
- Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
Editor: Agung DH
Penyelaras: Ibnu Azis