tirto.id - Kasman Singodimedjo dilahirkan 25 Februari 1904, tepat 115 tahun silam. Tercatat dalam sejarah Indonesia, ia adalah tokoh Muhammadiyah yang turut merumuskan Piagam Jakarta, cikal-bakal Pancasila. Demi kepentingan bangsa Indonesia, Kasman menengahi dua kepentingan yang berselisih paham dalam perumusan dasar negara.
Ada dua kubu yang berbeda pendapat mengenai rumusan Piagam Jakarta yang disusun beberapa pekan sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, yakni kalangan nasional dan kalangan Islam. Kasman Singodimedjo merupakan bagian dari golongan muslim serta wakil Muhammadiyah.
Kubu nasionalis berpendapat bahwa butir tentang ketuhanan di Piagam Jakarta belum mewakili kepentingan pemeluk agama selain Islam di Indonesia. Butir pertama tersebut berbunyi: “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Namun, kalangan Islam yang dimotori oleh Ketua Umum Muhammadiyah kala itu, Ki Bagus Hadikusumo, tetap teguh dengan rumusan awal. Maka, Kasman diminta melunakkan Ki Bagus. Terlebih lagi, Sukarno dan kawan-kawan berjanji akan merevisi dasar negara jika kondisi sudah stabil nanti.
Kasman dengan sabar membujuk Ki Bagus agar bersedia mengerti kondisi yang sedang dihadapi Indonesia saat itu. Dasar negara harus segera dipastikan rumusannya sebelum situasi kembali berubah, mumpung Indonesia sudah merdeka.
“Kiai, tidakkah bijaksana jikalau kita sekarang sebagai umat Islam yang mayoritas ini sementara mengalah, yaitu menghapus tujuh kata termaksud demi kemenangan cita-cita kita bersama, yakni tercapainya Indonesia Merdeka sebagai negara yang berdaulat, adil, makmur, tenang tenteram, diridhai Allah SWT?” ucap Kasman kepada Ki Bagus.
Tujuh kata yang dimaksud Kasman adalah “… dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.”
Misi Kasman Singodimedjo berhasil. Ki Bagus Hadikusumo luluh. Poin yang dipersoalkan itu pun diubah menjadi berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” yang kemudian ditetapkan sebagai sila pertama Pancasila, dasar negara Indonesia.
Berikut ini jejak-rekam Kasman Singodimedjo dalam kronik:
1904
Kasman Singodimedjo lahir di Desa Klapar, Bagelen, Purworejo, Jawa Tengah, tanggal 25 Februari 1904. Ia pernah sekolah di Batavia, namun kemudian pulang, melanjutkan sekolah di Kutoarjo dan Magelang. Di Kutoarjo, Kasman bergabung dengan Koetoardjosche Studerenden Bond (KSB) di bawah naungan Jong Java.
_________________________________
1924-1942
Pada 1924, Kasman Singodimedjo kembali ke Batavia untuk menempuh studi di STOVIA (sekolah dokter Jawa) namun tak selesai. Di Batavia, ia dan beberapa anggota Jong Java membentuk Jong Islamieten Bond (JIB) tanggal 1 Maret 1925 setelah berkonsultasi dengan Haji Agus Salim.
Kasman kemudian bergabung dengan Muhammadiyah. Ia juga menggagas National Islamitische Padvinderij (Natipy), organisasi kepanduan (semacam pramuka) bentukan JIB, untuk melengkapi gerakan Hizbul Wathan, laskar kepanduan binaan Muhammadiyah.
_________________________________
1943-1944
Kasman Singodimedjo bergabung dengan Pasukan Pembela Tanah Air (PETA) bentukan pemerintah pendudukan Jepang di Indonesia. Ia ditunjuk sebagai Komandan Batalyon berpangkat Daedancho.
Ketika Jepang mulai menuai kekalahan dari Sekutu dalam Perang Asia Timur Raya, Kasman Singodimedjo dan para prajurit PETA lainnya berbalik melawan demi mewujudkan kemerdekaan RI.
_________________________________
1945-1948
Kasman Singodimedjo masuk sebagai anggota tambahan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dan Panitia Sembilan yang merumuskan Piagam Jakarta, yang kemudian berperan dalam penyusunan dasar negara Pancasila.
Setelah Indonesia merdeka, Kasman dipercaya memimpin Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), cikal-bakal DPR, sejak 29 Agustus 1945. Ia juga berperan dalam pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR), cikal-bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
_________________________________
1949
Menjadi salah satu wakil Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) yang digelar di Den Haag, Belanda, pada 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949. Hasil KMB ini membuahkan pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada Indonesia secara penuh.
Kasman Singodimedjo pernah mengemban beberapa jabatan di pemerintahan, dari Jaksa Agung, Menteri Muda Kehakiman, juga Anggota Kostituante.
_________________________________
1957
Dalam Sidang Majelis Kostituante tanggal 2 Desember 1957, Kasman menuntut agar unsur Syariat Islam dimasukkan kembali ke dalam Pancasila sebagai bagian dari dasar negara Indonesia, seperti yang pernah dijanjikan Sukarno dan kawan-kawan sebelumnya.
Akan tetapi, tuntutan Kasman tidak disepakati oleh sebagian besar peserta sidang. Indonesia akhirnya menjadi negara kesatuan dengan berdasarkan Pancasila, bukan syariat Islam.
_________________________________
1959
Kasman Singodimedjo sempat bergabung dengan Masyumi. Ia ditangkap karena dituding terlibat dalam suatu upaya makar terhadap pemerintahan Sukarno. Namun, tuduhan itu tidak pernah terbukti kendati ia harus mendekam di penjara dari 1959 hingga 1966.
_________________________________1982
Kasman Singodimedjo wafat di Jakarta pada 25 Oktober 1982 di Jakarta dalam usia 78 tahun. Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas nama pemerintah RI menetapkannya sebagai pahlawan nasional pada 2018.
Editor: Ivan Aulia Ahsan