tirto.id - Bupati Tangerang, Moch. Maesyal Rasyid, memilih bungkam saat dimintai keterangan terkait dugaan adanya kejanggalan dalam pengadaan lahan untuk pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tigaraksa.
Sikap Maesyal ini menyusul adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait indikasi bahwa pembelian lahan seluas 64.607 meter persegi dengan nilai Rp26,4 miliar diduga tidak selaras dengan rencana pembangunan RSUD dan berpotensi menimbulkan sengketa di masa mendatang.
Tak hanya itu, Maesyal, yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Tangerang dari tahun 2017 hingga 2024, juga enggan memberikan klarifikasi terkait keterlibatannya sebagai bagian dari Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) pada periode tersebut.
"Terima kasih, tadi sudah saya sampaikan [pertanyaannya] hanya mengenai ini [paripurna]," ujarnya singkat sembari bergegas meninggalkan gedung DPRD Kabupaten Tangerang pada Selasa, 15 Juli 2025.
Sebelumnya, dugaan kasus korupsi pengadaan lahan RSUD Tigaraksa kembali mencuat setelah BPK RI mengungkap sejumlah kejanggalan mencolok, mulai dari pembelian tanah di luar kebutuhan hingga status sertifikat lahan yang sudah kedaluwarsa.
Ironisnya, kasus yang sempat bergulir di Kejaksaan Negeri Kabupaten Tangerang ini diketahui telah dihentikan atau SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) tanpa kejelasan tindak lanjut, meski ditemukan indikasi kerugian negara mencapai puluhan miliar rupiah.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kabupaten Tangerang, Doni Saputra, mengaku belum dapat memberikan tanggapan lebih lanjut.
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Doni membenarkan bahwa temuan tersebut berkaitan dengan kasus sebelumnya.
Namun, ia mengatakan belum bisa memberikan komentar karena belum menerima dokumen hasil pemeriksaan.
"Belum bisa komentar bang, saya belum dapat LHP-nya," ujar Doni, Senin (15/7/2025) pagi.
Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPK tahun 2024 disebutkan bahwa pembelian tanah oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk pembangunan RSUD Tigaraksa tidak sesuai perencanaan awal.
“Pembelian tanah SHGB Nomor 4/Tigaraksa seluas 64.607 m² senilai Rp26.454.190.000,00 atas bidang tanah di luar kebutuhan pembangunan RSUD Tigaraksa membebani keuangan daerah sehingga Pemerintah Kabupaten Tangerang tidak dapat menggunakan anggarannya untuk kebutuhan pembangunan daerah yang lebih prioritas,” tulis BPK dalam laporan bernomor 13.B/LHP/XVIII.SRG/05/2025 dikutip Kamis (10/7/2025).
Tak hanya kelebihan luas, sebagian besar lahan yang dibeli berdasarkan SHGB No. 4/Tigaraksa milik PT PWS ternyata telah kedaluwarsa sejak 7 Agustus 2014. Hingga akhir audit pada Mei 2025, BPK tidak menemukan bukti perpanjangan hak guna bangunan tersebut.
BPK menilai, pembelian tanpa dasar hukum yang kuat dan tanpa instruksi langsung dari pengadilan merupakan bentuk ketidakhati-hatian pengelolaan anggaran daerah. Lebih jauh, temuan BPK memperingatkan potensi sengketa baru antara pemerintah dan warga.
Dalam peta temuan BPK, area seluas 64.607 m² yang disebut dibeli di luar kebutuhan pembangunan ternyata beririsan dengan bangunan permanen warga di Blok AE Perumahan Kota Tigaraksa.
Hasil peninjauan lapangan menemukan sedikitnya 15 rumah berdiri di atas lahan yang telah dipatok oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang. Warga yang ditemui mengaku tidak mengetahui adanya potensi sengketa atau klaim kepemilikan dari pemerintah.
“Saya sudah tinggal di sini 20 tahun. Pernah ada yang datang mengaku dari pemda, tapi tidak dijelaskan maksudnya,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya saat ditemui di lokasi.
==
Tangsel_Update adalah akun IG City Info yang merupakan bagian dari #KolaborasiJangkarByTirto
Penulis: Tangsel_Update
Editor: Siti Fatimah
Masuk tirto.id


































