tirto.id - Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin), Budiman Sudjatmiko, menyebut para pengusaha yang menguasai tanah rakyat namun tak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sebagai penganut ‘serakahnomics’. Istilah yang sebelumnya digunakan Presiden Prabowo Subianto untuk menyebut pihak-pihak tertentu meraup keuntungan di atas penderitaan rakyat.
“Karena sudah berkali-kali, saya kira Pak Prabowo Subianto mengatakan kita selama ini menganut serakanomics. Nah, ini bentuk keserakahan. Ini tamaknomics, serakanomics, apalah terserah, rakusnomics atau apapun namanya. Pak Presiden mengatakan ini serakanomics. Ini jelas ada keserakahan dan ada penderitaan, (merebut hak atas mata pencaharian,” kata dia, usai mendapat keluhan dari Kepala Desa Adat Jimbaran, Bali, di Kantor BP Taskin, Jakarta Pusat, Kamis (31/7/2025).
Dalam hal masalah yang tengah dialami oleh warga Desa Adat Jimbaran, keserakahan pengusaha datang dari penguasaan 31 hektare tanah adat. Padahal, Hak Guna Bangunan (HGB) atas tanah adat yang telah diusahakan sejak tahun 1994 itu seharusnya sudah berakhir pada 2019 lalu.
Namun, bukan hanya tak memberi kejelasan kepada warga desa terkait pembaruan status tanah, HGB yang terakhir kali dipegang oleh PT Jimbaran Hijau itu dibiarkan terbengkalai. Padahal, hampir setiap hari ada warga desa yang mengeluh kepada perangkat desa untuk bisa mendapatkan hunian yang layak.
“Negara sudah bertekad untuk (tanah) yang terbengkalai HGB-nya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Artinya, secara hukum, secara kultural, secara politis, dan tentu saja secara emosional teman-teman ini sangat kuat posisinya,” lanjut Budiman.
Untuk menindaklanjuti kejadian-kejadian serupa, seperti yang dialami warga Desa Adat Jimbaran, BP Taskin juga akan bekerjasama dan berkoordinasi dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Di sisi lain, Budiman menekankan pemerintah bukannya anti investasi, namun para pengusaha seharusnya dapat mengerjasamakan Kepemilikan atau pengelolaan atas tanah adat dengan warga lokal.
Sehingga, tidak akan ada lagi masyarakat adat yang terampas haknya.
“Tapi harus dikerjasamakan. Kepemilikannya, kepengelolaannya. Tanpa harus merusak apa yang sudah ada. Jadi, mengubah proses kepemilikannya sesuai dengan undang-undang desa. Kedua, kebijakan Pak Prabowo Subianto tentang tanah-tanah yang terlantar itu, apalagi yang milik negara, itu harus dikembalikan dan untuk dipakai, diprioritaskan bagi masyarakat miskin yang ada di sekitar,” tegas Budiman.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































