tirto.id - Bulan ini benar-benar menjadi “September Ceria” bagi Owi, Butet dan kawan-kawan. Bonus miliaran rupiah akan segera berpindah tangan jadi milik mereka sebagai ganjaran capaian gemilang medali di Olimpiade Rio 2016. Janji pun sudah terikrar dari pemerintah, hanya menunggu hari pencairan.
“Mudah-mudahan akhir September bonus Rp5 miliar buat Owi dan Butet, bonus Rp2 miliar untuk Eko dan Sri sudah bisa kita cairkan bersama dengan calon pahlawan paralimpik. Kita doakan bisa," kata Menpora Imam Nahrawi dikutip dari Antara.
Owi dan Butet akan mendapatkan masing-masing Rp5 miliar. Uang ini tak sedikit, bisa untuk membeli 50 pintu rumah kontrakan bila mereka berniat jadi juragan kosan. Sepuluh apartemen pun mereka bisa borong dengan mudahnya, atau memboyong dua unit rumah di BSD.
Untuk urusan rumah, keduanya sudah tak ada masalah. Pasangan ganda campuran bulutangkis bernama lengkap Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir ini diganjar bonus masing-masing sebuah hunian seharga Rp1,5 miliar di Perumahan Graha Padma, Semarang. Selain mendapatkan rumah, Owi dan Butet juga kantongi bonus uang tunai Rp1 miliar dari Djarum, total bonus yang diberikan dari Djarum Rp5 miliar. Mereka juga bebas terbang dengan AirAsia seumur hidup.
Owi dan Butet menikmati masa emas mereka karena kerja kerasnya berbuah manis. Ini tentu saja menjadi impian kebanyakan atlet. Sayangnya, tidak sedikit atlet yang bisa menikmati kemewahan seperti Owi dan Butet. Sebagian hidup sengsara di usia tuanya. Entah salah kelola kekayaan ataupun karena memang tidak adanya penghargaan kepada mereka.
Bonus dan Masa Depan
Sebuah studi di Amerika Serikat (AS), yang dimuat di Majalah Sports Illustrated pada 2009 pernah mengungkapkan sebuah data yang memperihatinkan, sebanyak 78 persen pemain National Football League (NFL) atau liga untuk sepakbola khas Amerika Serikat kere setelah dua tahun pensiun. Ada sekitar 60 persen pemain National Basketball Association (NBA) juga bangkrut setelah enam tahun pensiun.
Ini karena mereka tak bisa mengelola pendapatan mereka termasuk bonus, atau apapun namanya. Kekhawatiran ini sudah banyak disadari para atlet di Indonesia, termasuk para keluarga mereka. Orang tua Owi misalnya, berharap sang anak bisa mengikuti jejaknya jadi pengusaha selepas jadi seorang atlet yang bermandi bonus.
"Owi sudah pandai kelola uang. Jadi saya tidak khawatir dengan pengelolaannya," kata M. Husni Muzaitun, orangtua Tontowi dikutip dari Antara.
Kuncinya ada di perencanaan keuangan sejak dini bagi atlet atau orang lain pada umumnya. Semenjak Owi dan Butet dijanjikan bonus, beberapa pihak mencoba mengkalkulasi sebuah perencanaan keuangan seseorang, saat mendapatkan uang miliaran rupiah dalam tempo singkat. Sebuah broker perusahaan asuransi online Futureready membuat sebuah tulisan tentang bagaimana mengelola uang bila seorang mendapatkan “durian runtuh” sebesar Rp5 miliar.
Prita Hapsari Ghozie, seorang ahli perencana keuangan secara khusus memberikan tips-tips bagaimana menyiapkan masa depan bagi seorang atlet seperti Owi dan Butet. Dikutip dari pritaghozie.com, dana darurat menjadi arsenal penting bagi atlet seperti Owi dan kawan-kawan. Dari uang Rp5 miliar, alokasi Rp200 juta wajib disisihkan oleh sang juara, dengan asumsi biaya hidup mereka Rp15 juta per bulan. Dengan kata lain dana darurat disisihkan setara 1 tahun untuk biaya hidup. Penempatan deposito di bank cocok untuk instrumen ini.
Dana pensiun juga tak kalah pentingnya bagi seorang atlet. Dana sebesar Rp3,5 miliar alangkah baiknya ditempatkan pada aset investasi yang produktif dengan keuntungan minimal 10% per tahun.
Aset investasi yang dapat memberikan penghasilan pasif dalam bentuk aset riil yaitu membeli properti kemudian disewakan atau juga membuka usaha kuliner, hingga bisnis di bidang olahraga. Ini untuk mempersiapkan dana pensiun hingga usia 70 tahun, pasca mereka gantung raket.
Alokasi dana maksimal Rp1 miliar untuk pembelian rumah tinggal di kota idaman untuk hidup hingga hari tua, patut dipertimbangkan. Para atlet juga disarankan membeli asuransi kesehatan swasta sebagai tambahan pendukung dari BPJS. Ini penting bagi seorang atlet yang rawan sakit mau pun cedera akibat sering bertanding dan saat memasuki usia senja.
“Sudah bukan rahasia lagi bahwa profesi sebagai atlet profesional memiliki durasi masa produktif yang lebih pendek daripada karyawan biasa,” kata Prita dikutip dari pritaghozie.com.
Perencanaan keuangan sejak dini bagi atlet akan sangat menentukan nasib mereka ke depan. Beberapa atlet memang sudah mendapat jaminan seperti diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Banyak atlet juga menggapai kesuksesaan setelah puncak karier olahraganya. Para mantan atlet yang sukses bisa membuktikan bahwa atlet masa kini punya masa depan.
Beberapa tahun lalu, ada 10 mantan atlet berprestasi mendapatkan lencana emas dari pemerintah, mereka adalah Utut Ardianto, master catur yang sempat menjadi anggota DPR RI, mantan pemain bulutangkis Rudi Hartono menjadi direktur Top 1, Susi Susanti sukses sebagai pendiri dan pemilik perusahaan peralatan olahraga, Astec. Ada juga Leane Suniar, mantan atlet panahan yang berkarier sebagai direktur RS UKI, dan Ricard Sambera atlet renang yang pernah menjadi presenter TV.
Mengutip Prita Ghozie, jika seseorang melakukan perencanaan keuangan, baik itu atlet atau siapapun, tujuannya bukan menggapai sebuah kekayaan. Namun, merencanakan keuangan artinya memiliki hidup yang lebih seimbang, terarah, dan sejahtera. Apalagi saat raga ini sudah tak bisa lagi diajak bekerja keras untuk menghasilkan uang. “Money can’t buy us happiness, but with money we can have a better quality of life.”
Penulis: Suhendra
Editor: Nurul Qomariyah Pramisti