tirto.id - Visa ziarah adalah jenis visa yang diberikan pemerintah Arab Saudi untuk keperluan kunjungan non-haji, seperti silaturahmi keluarga, wisata religi, atau kunjungan ke tempat-tempat bersejarah Islam. Visa ini tidak memberikan izin untuk melaksanakan ibadah haji karena tidak mencakup fasilitas dan layanan resmi haji yang disediakan oleh otoritas Saudi.
Sebelumnya, sebanyak 30 warga negara Indonesia (WNI) asal Madura terdeteksi hendak melaksanakan ibadah haji 2025 di Arab Saudi menggunakan visa ziarah. Mengutip dari Antara, kabar tersebut berdasarkan temuan Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Jeddah.
Peristiwa serupa juga terjadi di Bandara Soekarno-Hatta, di mana Polresta Bandara Soetta, Polda Metro Jaya, menggagalkan keberangkatan 71 calon jemaah haji nonprosedural. Sesuai aturan, jemaah haji 2025 wajib memiliki visa haji resmi untuk dapat menunaikan rukun Islam kelima di Tanah Suci.
Kasus ini memunculkan pertanyaan, bolehkah visa ziarah digunakan untuk haji? Berikut penjelasan selengkapnya.
Apa Itu Visa Ziarah?
Visa ziarah adalah izin masuk yang dikeluarkan pemerintah Arab Saudi untuk keperluan kunjungan selain ibadah haji. Mereka yang seharusnya menggunakan visa ziarah adalah para turis yang berkepentingan wisata, wisata religi, silaturahmi keluarga, atau mengunjungi situs-situs bersejarah di Arab Saudi.
Visa ini bersifat sementara. Secara legal, visa ziarah tidak mencakup akses legal untuk mengikuti rangkaian ibadah haji. Penerbitannya berbeda dengan visa haji yang diterbitkan khusus melalui jalur resmi dan kuota negara. Visa ziarah tidak menyediakan fasilitas seperti transportasi, konsumsi, akomodasi, maupun layanan kesehatan yang disiapkan pemerintah Arab Saudi selama musim haji.
Bolehkah Visa Ziarah untuk Haji?
Aturan Pemerintah Arab Saudi menegaskan bahwa visa ziarah tidak boleh digunakan untuk melaksanakan ibadah haji. Hal ini bertujuan menghindari lonjakan jemaah nonresmi dan memastikan bahwa hanya jemaah haji resmi yang dapat mengikuti seluruh rangkaian ibadah haji di Tanah Suci.
Visa ziarah kerap disalahgunakan oleh oknum untuk berhaji secara tidak resmi. Salah satu modus yang terdeteksi adalah dengan mengajukan visa ziarah menjelang musim haji, lalu menetap di Arab Saudi hingga pelaksanaan ibadah haji tiba. Praktik ini tidak hanya melanggar hukum imigrasi Saudi, tetapi juga merugikan jemaah haji resmi karena keterbatasan fasilitas di Mina dan Arafah harus menampung orang yang seharusnya tidak berada di sana.
Bahkan pada musim haji 2024, Arab Saudi telah menetapkan bahwa pemegang visa ziarah tidak diperbolehkan masuk atau tinggal di Kota Makkah jelang musim haji. Akses jemaah umrah ke Kota Makkah juga dibatasi jelang puncak ibadah haji. Jemaah umrah hanya diperbolehkan masuk ke Makkah hingga 15 Zulkaidah. Bahkan mereka juga wajib meninggalkan wilayah Saudi dalam waktu yang sudah ditentukan.
Denda Haji dengan Visa Ziarah
Pemerintah Arab Saudi memberlakukan sejumlah sanksi tegas bagi pelanggar aturan haji. Salah satunya adalah denda finansial yang cukup besar. Pada musim haji 2024, Kementerian Dalam Negeri Kerajaan Arab Saudi mengumumkan bahwa jemaah ilegal yang melaksanakan ibadah haji tanpa visa haji resmi akan dikenai denda sebesar 10.000 Riyal Saudi, atau sekitar Rp42,8 juta. Sanksi lainnya seperti penahanan, deportasi, hingga blacklist atau larangan masuk ke Arab Saudi selama beberapa tahun ke depan.
Sanksi ini tidak hanya menyasar jemaah individu, tetapi juga bisa diterapkan kepada pihak-pihak yang berperan sebagai koordinator keberangkatan haji nonprosedural. Sebagai contoh, pada musim haji 2024 lalu, sejumlah WNI ditangkap karena masuk ke Arab Saudi menggunakan visa ziarah dan diduga hendak berhaji secara ilegal.
Salah satunya adalah Elang Suryana Mahrom, jemaah asal Bandar Lampung, yang sempat menjalani proses hukum di Arab Saudi. Melalui kemenag.go.id, Elang dikabarkan sempat divonis satu tahun penjara oleh pengadilan setempat. Namun, setelah melalui proses hukum dari banding hingga kasasi, pengadilan akhirnya membebaskan dan mengizinkan Elang kembali ke Indonesia pada Maret 2025, setelah menjalani proses hukum sejak Agustus 2024.
Kasus ini menjadi contoh jemaah yang menggunakan visa tidak sesuai kegunan. Meski akhirnya dibebaskan, proses hukum yang memakan waktu berbulan-bulan menjadi peringatan keras bahwa penggunaan visa ziarah untuk berhaji tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga dapat berdampak serius secara hukum.
Masuk tirto.id


































