tirto.id - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) memperkirakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,00 persen akan membuat imbal hasil (yield) kredit turun 10-15 bps dari level portofolio. Pasalnya, portofolio kredit yang langsung mengacu pada BI Rate hanya mencakup porsi terbatas dibandingkan total portofolio.
Selain itu, dampak kebijakan moneter yang ditempuh Bank Sentral tersebut terhadap pendapatan bunga kredit juga relatif terbatas. Sehingga, Perseroan harus mengelola dampak kebijakan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia ini dengan meningkatkan porsi penyaluran kredit ritel dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).
"Sekaligus menjaga keseimbangan portofolio wholesale," ujar Direktur Finance & Strategy Bank Mandiri, Novita Widya Anggraini, dalam keterangan resminya, dikutip Rabu (27/8/2025).
Meski begitu, Bank Mandiri tetap menyambut baik langkah Bank Indonesia dalam memangkas suku bunga acuan untuk yang keempat kalinya di tahun ini. Sebab, kebijakan ini merupakan langkah akomodatif untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional di tengah dinamika global, sekaligus mendorong percepatan pertumbuhan dengan tetap memperhatikan inflasi yang terkendali serta nilai tukar yang stabil.
Pun, penyesuaian ini menjadi sinyal positif bagi dunia usaha. Apalagi, sejalan dengan langkah Bank Sentral, Bank Mandiri juga turut melakukan penyesuaian bunga pada segmen kredit berbasis tingkat referensi (reference rate).
“Bank Indonesia telah menunjukkan arah yang strategis. Kami di Bank Mandiri siap memperkuat sinergi dengan otoritas moneter melalui pertumbuhan kredit yang sehat, terukur, dan berpihak pada kebutuhan masyarakat maupun pelaku usaha. Hal ini mencerminkan komitmen kami untuk terus mendukung perekonomian nasional,” ungkap Novita
Namun, selain mengikuti arah kebijakan Bank Indonesia, transmisi bunga kredit Perseroan dipengaruhi pula oleh kondisi likuiditas industri, struktur biaya dana (cost of fund), serta komunikasi kepada nasabah.
"Sejalan dengan itu, Bank Mandiri akan terus menjalankan fungsi intermediasi secara sehat dan selektif, terutama mendukung sektor produktif serta penguatan ekonomi kerakyatan. Dengan fokus pada pertumbuhan berbasis ekosistem wholesale, perseroan optimistis mampu tumbuh berkelanjutan melalui prinsip kehati-hatian (prudential banking)," tambah Novita.
Sebagai informasi, hingga Mei 2025, Bank Mandiri mencatat pertumbuhan kredit wholesale 15,8 persen secara tahunan (year on year/yoy), jauh di atas rata-rata industri yang sebesar 8,43 persen (yoy). Pada saat yang sama, kredit perumahan atau KPR juga tumbuh 14,2 persen (yoy). Sementara, kredit di segmen ritel naik 8,95 persen (yoy), sejalan dengan tren industri.
Kendati penyaluran kredit bank dengan kode saham BMRI ini mengalami peningkatan, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio kredit macet (Non-PerformingLoan/NPL) hanya 1,06 persen secara bank only pada periode yang sama. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata industri.
“Pertumbuhan yang sehat adalah keharusan. Kami akan terus mengedepankan prinsip kehati-hatian agar tetap tangguh menghadapi berbagai siklus ekonomi dan dinamika pasar,” tandas Novita.
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Hendra Friana
Masuk tirto.id







































