Menuju konten utama

Benarkah Porsche Tidak Butuh Panggung Formula 1?

Porsche mulai beralih ke teknologi ramah lingkungan berperforma tinggi. Butuh panggung yang lebih tepat ketimbang F1.

Benarkah Porsche Tidak Butuh Panggung Formula 1?
Pebalap Formula One Mercedes Lewis Hamilton terlihat saat latihan dalam Monaco Grand Prix di Circuit de Monaco, Monte Carlo, Monaki, Kamis (29/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Gonzalo Fuentes/foc/cfo

tirto.id - Mulanya Audi, lalu Porsche, lalu Audi lagi. Pada akhirnya, komitmen Audi untuk terjun ke ajang balap Formula One (F1) bukan bualan belaka. Pertengahan Maret silam, Audi mengumumkan bakal mengambil alih kepemilikan Sauber Group sepenuhnya untuk berlaga di F1 mulai musim balap 2026.

Pertanyaannya, kenapa sempat ada nama Porsche di pusaran rumor tentang masuknya Audi di F1?

Kabar bakal masuknya Audi ke F1 sudah diumumkan sejak 2022 lalu. Kala itu, mereka menyatakan komitmen untuk menjadi penyuplai mesin bagi tim Sauber. Namun, seiring berjalannya waktu, proyek F1 milik pabrikan Jerman itu menemui kendala serius. Yakni, ketika CEO Markus Duesmann yang berperan membawa Audi masuk ke F1 keluar dari perusahaan.

Celakanya, pengganti Duesmann di Audi, Gernot Doellner, tidak terlalu antusias dengan proyek F1 tersebut. Bahkan, menurut sumber internal Audi seperti diwartakan Sports Illustrated, Doellner malah sempat berniat menarik Audi dari F1.

Meski demikian, ketidakjelasan sikap Audi itu tidak membuat Volkswagen (VW) selaku perusahaan induk menyerah begitu saja. Di titik inilah nama Porsche kemudian masuk ke dalam perbincangan. Sebagai jenama yang juga bernaung di bawah payung VW, Porsche sempat "ditugaskan" untuk menjadi pengganti Audi di F1.

Porsche sendiri sebelumnya telah melakukan penjajakan untuk terjun ke F1 dengan mendekati tim Red Bull yang selama ini sukses besar bersama Honda. Jabat tangan bahkan konon sudah dilakukan antara pihak Porsche dan Red Bull. Akan tetapi, kubu Red Bull belakangan menarik diri dari perjanjian. Alasannya, seturut pemberitaan F1Briefings, diduga karena pihak Porsche terlalu banyak mau.

"Pembicaraan berjalan sangat baik. Sudah ada jabat tangan tentang partisipasi kami dalam tim, tetapi pada menit-menit terakhir kesepakatan itu tidak membuahkan hasil," ujar Fritz Enzinger, mantan Wakil Presiden Bidang Olahraga Porsche, tahun lalu.

Bagi VW atau Audi, terjun ke F1 saat ini adalah langkah yang masuk akal, terutama dari sisi marketing. F1 adalah olahraga kompetitif dengan pertumbuhan tercepat saat ini. Siapa pun yang bisa masuk ke sana, apalagi kalau berprestasi, sudah barang tentu akan kecipratan cuannya. Citra jenama, angka penjualan, dan pendapatan berpotensi besar bakal terkerek.

Namun, Porsche rupanya punya cara beroperasi yang berbeda.

Porsche Tidak Butuh F1?

Pada 2018, Porsche merilis purwa rupa mobil balap yang diberi nama Porsche 919 Evo. Ketika diuji di Sirkuit Spa Francorchamps, Belgia, Porsche 919 Evo sukses mencatatkan waktu lap 1 menit 41,770 detik atau lebih cepat 0,783 detik dibanding catatan Lewis Hamilton di sirkuit yang sama pada tahun sebelumnya.

Kemudian, pada 2021, Porsche 911 GT2 RS-MR sukses memecahkan rekor lap di Sirkuit Nurburgring, Jerman. Rekor itu pada akhirnya memang bisa dipatahkan oleh Mercedes, tapi Mercedes butuh mobil modifikasi F1 untuk bisa melakukannya.

Menilik catatan apik tersebut, tanpa perlu terjun ke FI pun, Porsche sebenarnya telah membuktikan kualitas serta kecepatan mobil-mobil ciptaannya. Dari aspek potensi cuan pemasaran pun, Porsche tak perlu terlalu ngotot. Pasalnya, Porsche saat ini bahkan kewalahan memenuhi permintaan atas produk-produknya.

Buktinya, pada 2023 lalu, pemesan mobil Porsche 992 harus menunggu antara dua hingga empat tahun lamanya.

Tak cuma itu, Porsche dikenal karena keawetan produknya. Pada 2017 silam, 70 persen dari 1 juta unit Porsche 911 yang pernah dijual masih bisa ditemui di jalanan seluruh dunia. Padahal, Porsche 911 pertama kali dirilis pada 1963 atau lebih dari enam dasawarsa silam.

Itulah alasan Porsche selama ini lebih identik dengan ajang balap ketahanan, seperti Le Mans, karena di situlah letak keunggulan yang ingin mereka buktikan. Tiap unit mobil Porsche dibangun untuk bertahan selama puluhan tahun. Oleh karena itu, pembuktian bagi mereka bukanlah di ajang adu cepat, melainkan adu ketahanan.

Sebagai perbandingan, satu unit Mercedes AMG One sudah harus ganti mesin ketika odometer sudah menunjukkan angka 30.000 mil (sekitar 48.000 km) karena mobil ini dibangun dengan mesin F1. Sementara itu, mobil Porsche bisa menembus 150.000 mil (240.000 km) tanpa kendala apa pun.

Kualitas dan ketahanan mesin memang jadi keunggulan utama Porsche dibanding pabrikan-pabrikan sejenis. Bahkan, ada satu mesin mobil yang sampai identik dengan jenama Porsche, yaitu mesin flat-six. Mesin ini merupakan varian dari jenis mesin boxer yang dipopulerkan Porsche melalui seri 911-nya yang legendaris.

Visi Misi yang Sejalan

Porsche punya proyek jangka menengah yang bakal direalisasikan mulai 2025 mendatang. Mereka ingin menjadi pemimpin dalam produksi mobil ramah lingkungan berperforma tinggi.

Untuk tujuan itu, ajang unjuk gigi yang cocok untuk Porsche adalah Formula E. Dan sejak 2019 lalu, Porsche telah berlaga di ajang balap roda terbuka (open-wheel car) Formula E. Keputusan Porsche mendekati Red Bull pun tidak bisa dipisahkan dari proyek 2025 tersebut.

Porsche selalu ingin agar teknologi dari ajang balapan yang mereka ikuti bisa diaplikasikan langsung ke mobil produksi massal. Saat ini, visi utama Porsche adalah beralih ke teknologi ramah lingkungan dan, kebetulan, mulai 2026 nanti, F1 juga akan bergerak ke arah sana.

Balap Formula E 2023 Jakarta seri ke-11

Sejumlah pembalap memacu kecepatannya saat balapan Formula E 2023 Jakarta seri ke-11 di Jakarta International E-Prix Circuit (JIEC), Jakarta, Minggu (4/6/2023). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/YU

Porsche tengah mengembangkan bahan bakar sintetis karbon netral dari karbon dioksida dan hidrogen yang dibuat dari sumber energi terbarukan. Mulai 2026 mendatang, F1 pun bakal menggunakan bahan bakar serupa. Kesamaan visi inilah yang membuat Porsche akhirnya mau melakukan pendekatan ke tim F1.

Namun, negosiasi dengan Red Bull menemui jalan buntu sejak 2022. Red Bull sendiri akhirnya menggandeng Ford.

Itu bukan berarti Porsche menolak jalan lain. Buktinya, mereka mau-mau saja ketika disuruh "orang pusat" VW untuk menjadi pengganti Audi di Sauber—meski akhirnya Audi sendiri memutuskan untuk bertahan.

Selain itu, petinggi Porsche, Michael Dresier, juga menyatakan bahwa pihaknya masih tertarik untuk kembali ke ajang F1 pada Januari 2024 lalu.

"Motorsport akan selalu menjadi inti identitas jenama kami dan Formula 1 masih menarik bagi kami," katanya seperti dikutip Crash.

Apakah ucapan Dresier itu bisa dipercaya? Entahlah. Yang jelas, tanpa F1 pun Porsche sudah berhasil mengembangkan bahan bakar ramah lingkungan sesuai keinginan mereka. Selain itu, fakta bahwa F1 mendewakan kecepatan dan Porsche menuhankan ketahanan sangat sulit untuk dipersatukan.

Namun, perlu diingat bahwa Porsche punya sejarah cukup baik di F1. Keterlibatan mereka memang sporadis, tapi berkesan kuat. Sepanjang sejarah F1, Porsche cuma pernah ikut 140 balapan dan terakhir kali mereka terlibat di sana adalah pada 1987. Namun, selama itu, mereka selalu bisa mengimbangi mesin-mesin pabrikan lain, mulai dari Ferrari sampai Lotus.

Belum lagi jika kita bicara pengaruh VW. Ada higher power yang bisa saja menuntun Porsche kembali ke F1, meski ajang balapan itu sepintas tak betul-betul menguntungkan buat mereka. Dengan kata lain, never say never.

Baca juga artikel terkait PABRIKAN MOBIL atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Mild report
Kontributor: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi