Menuju konten utama

Tak Sekadar Balapan, Ada Siasat Tersembunyi di Balik Formula E

Ambisi menjadi Automotive Hub Asia Tenggara salah satunya ditunjukkan Indonesia dengan menjadi tuan rumah kompetisi Formula E.

Tak Sekadar Balapan, Ada Siasat Tersembunyi di Balik Formula E
Pembalap tim Nissan E.Dams Maximilian Gunther melaju saat kualifikasi Formula E Jakarta di Jakarta International E-Prix Circuit (JEIC) Ancol, Jakarta, Sabtu (4/6/2022). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.

tirto.id - Dinginnya angin malam di balik dinding restoran lokal Paris menjadi saksi bisu pertemuan bersejarah dua pria beda generasi yang sama-sama menggilai otomotif, Jean Todt dan Alejandro Agag. Pertemuan inilah yang kelak menciptakan satu di antara ajang olahraga balap paling populer di planet ini, Formula E.

Jean Todt merupakan mantan co-driver reli yang sudah malang melintang di dunia balap internasional. Lelaki kelahiran 25 Februari 1946 asal Prancis ini pernah memimpin tim Scuderia Ferrari di ajang Formula 1. Jean juga sempat ditunjuk sebagai chief executive officer sebelum menjabat presiden Fédération Internationale de l'Automobile (FIA) sejak 2009.

Pada awal Maret 2011, Jean bersua Agag, teman Spanyol-nya yang berlatar belakang politikus namun terjun ke bisnis balap dan sepak bola. Lelaki kelahiran 18 September 1970 ini memiliki perusahaan konsultan di London. Ia pernah pernah dinobatkan sebagai Businessman of The Year oleh Majalah GQ pada 2008.

Dalam pertemuan itu, Agag menerima tawaran Jean untuk membuat terobosan baru yang menjanjikan dalam bisnis otomotif. Keduanya bertekad menciptakan seri balap pertama yang serba listrik dengan sirkuit jalanan kota-kota ikonik, sehingga terkesan berbeda dengan ajang-ajang balap lainnya.

Seri perdana Formula E digelar di Beijing, Tiongkok, pada 2014. Ia kemudian berlanjut ke 10 kota di negara lainnya seperti Malaysia, Uruguay, Argentina, Amerika Serikat, Monako, Jerman, Rusia dan Inggris. Ajang ini mengantongi status kejuaraan dunia pada penghujung 2019 dan resmi berganti nama ABB FIA Formula E World Championship.

Sejak debutnya sembilan tahun lalu, Formula E berkembang menjadi satu di antara ajang olahraga motor sekaligus hiburan terkemuka di bumi. Kini, terdapat 12 tim dan 24 pembalap profesional yang berkompetisi pada kejuaraan tersebut. Seri teranyar berlangsung di Jakarta, Indonesia, selama dua hari, tepatnya pada Sabtu-Minggu (3-4/6/2023).

Formula E Jakarta

Seperti 2022 lalu, Formula E Jakarta 2023 juga berlangsung di Jakarta International E-prix Circuit (JIEC). Bedanya, perlombaan kali ini menerapkan format double-header atau dua seri sekaligus. Pascal Wehrlein dan Maximilian Guenther keluar sebagai juara setelah masing-masing berhasil menjadi pembalap tercepat pada seri ke-10 dan ke-11.

Selain sirkuit, panitianya juga tetap sama. Yaitu PT Jakarta Propertindo (Jakpro), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta. Sejauh ini, total penonton masih simpang siur. Penyelenggara mengklaim jumlahnya mencapai 40 ribu orang, sesuai tiket yang ludes terjual. Namun sebagian kalangan ragu lantaran banyak kursi terlihat kosong.

Infografik Menggenjot Penjualan EV Lewat Formula E

Infografik Menggenjot Penjualan EV Lewat Formula E. tirto.id/Ecun

Ada 19 sponsor yang terlibat dalam penyelenggaraan Formula E Jakarta 2023. Secara angka, jumlahnya memang turun drastis dibanding tahun lalu. Akan tetapi, seri kali ini mengantongi dukungan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tidak seperti sebelumnya. Jelang perhelatan, GulaVit didapuk sebagai sponsor utama.

Polemik sponsorship sempat diseret-seret ke ranah politik nasional yang tengah panas jelang Pemilihan Umum 2024. Terlepas dari hal itu, tidak bisa dipungkiri bahwa penyelenggaraan Formula E tergolong senafas dengan ambisi Indonesia menjadi pemain kunci pada era kebangkitan industri kendaraan listrik global.

“Melalui ajang-ajang seperti ini, kita akan terus menggencarkan promosi kendaraan listrik demi masa depan yang lebih ramah lingkungan dan kualitas udara yang lebih bersih,” tulis Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono melalui akun Instagram miliknya.

Pemerintah RI mulai menggalakkan hilirisasi nikel sejak beberapa tahun terakhir. Logam ini bagaikan harta karun terbesar Indonesia yang cadangannya mencapai 21 juta ton, terbanyak di dunia. Permintaan global diramal meningkat seiring kebangkitan industri electric vehicle (EV). Sebab, nikel adalah komponen penting pembuatan baterainya.

Peluang itu ditangkap Indonesia yang langsung menempuh langkah strategis dengan menerapkan larangan ekspor bijih nikel sejak 2020. Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI, hilirisasi terbukti mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Kontribusinya mencapai 2,17% terhadap total ekspor non migas sepanjang 2022 lalu.

Guna menarik minat konsumen EV dalam negeri, Pemerintah RI memberikan subsidi mulai Maret 2023. Kebijakan ini bertujuan mendorong percepatan penjualan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB). Selain pembelian unit baru, insentif juga ditawarkan untuk masyarakat yang mengonversi kendaraannya.

Besaran subsidi yang ditawarkan bervariasi. Untuk sepeda motor listrik, pemerintah memberi bantuan Rp7 juta per unit. Sampai Desember 2023, jumlah yang sudah diajukan mencapai 200 ribu unit. Sedangkan untuk mobil listrik, subsidi akan diberikan kepada 35.900 unit kendaraan produksi Hyundai dan Wuling.

Tidak hanya pembelian baru, pemerintah juga menawarkan insentif bagi masyarakat yang mau beralih dari kendaraan konvensional ke kendaraan listrik. Khusus konversi, bantuan dialokasikan untuk 50 ribu unit kendaraan bermotor. Bukan cuma sepeda motor dan mobil, subsidi turut berlaku untuk 138 unit bus listrik.

Per tahun 2025 nanti, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menargetkan setidaknya ada 2,5 juta pengguna kendaraan listrik, di mana Republik ini memproduksi 400.000 mobil listrik dan 1,76 juta unit motor listrik.

Efektivitas Formula E

Bagi Indonesia, Formula E bukan sekadar kompetisi otomotif belaka. Ia turut memikul agenda khusus suatu negara yang sedang bermimpi merajai pangsa baterai kendaraan listrik dunia. Popularitas ajang ini diharap mampu merayu konsumen domestik beralih menggunakan EV sebagai alat transportasi sehari-hari.

Membaca sejarahnya, tak diragukan lagi bahwa Formula E menenteng agenda utama untuk mempercepat peralihan sistem transportasi dunia dari energi konvensional minyak ke listrik. Konon, bahan bakar ini lebih ramah lingkungan, sehingga dianggap mampu mengurangi emisi karbon dan polusi udara.

Dilansir dari The National, varian model mobil listrik di pasaran meningkat enam kali lipat sejak musim pertama Formula E digelap pada 2014 silam. Lebih dari 175 versi berbeda tersedia di Eropa.

Terlebih lagi, Statista juga mencatat adanya kenaikan pangsa pasar kendaraan listrik setelah Formula E resmi menjadi ajang kompetisi dunia pada 2020. Pangsa pasar untuk mobil dua penumpang mencatatkan tingkat pertumbuhan hampir dua kali lipat tiap tahunnya.

“Mendukung adopsi kendaraan listrik secara global adalah alasan utama diadakannya kejuaraan ini,” kata Direktur Sustainability Formula E Julia Palle dikutip dari The National.

Setelah menyandang predikat kejuaraan balap dunia sejak 2020 lalu, popularitas Formula E semakin tenar. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk ambil andil dan langsung menjadi tuan rumah pertama kali pada Juni 2022 lalu. Saat itu, jumlah penonton ajang ini disebut-sebut mencapai 60 ribu orang.

Mengacu data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), sepanjang 2022 penjualan tipe kendaraan listrik mencapai 20.681 unit. Jumlahnya melonjak lima kali lipat (548%) dibanding 2021 yang hanya 3.193 unit. Jika diperinci tipe hybrid electric vehicle (HEV) terjual 10.344 unit, battery electric vehicle (BEV) sebanyak 10.327 unit, dan plug-in electric vehicle (PHEV) sebesar 10 unit.

Sementara itu, menurut catatan Statista, penjualan EV global mengalami tren peningkatan. Setidaknya 10,2 juta unit baru BEV dan PHEV terjual selama 2022, meningkat 55% dari 2021. Total pendapatan industri diprediksi mencapai USD561,3 miliar atau setara Rp8.363 triliun, dengan tingkat pertumbuhan tahunan 10,07% (asumsi kurs Rp14.900/USD).

Tiongkok mendominasi pasar EV dengan mencakup 59% dari total penjualan global di tahun 2022. Peran mereka dalam kancah industri kendaraan listrik juga semakin kuat. Pada 2022, Tiongkok memproduksi 6,7 juta unit atau setara 64% dari volume global. Eksportir terbesar adalah Tesla, SAIC, Dacia, Polestar, Volvo, Lynk & Co, BMW dan BYD, dikutip dari ev-volumes.

Baca juga artikel terkait FORMULA E atau tulisan lainnya dari Nanda Fahriza Batubara

tirto.id - Ekonomi
Penulis: Nanda Fahriza Batubara
Editor: Dwi Ayuningtyas