tirto.id - Sekitar delapan tahun lalu, nama Meikarta menjadi fenomena di masyarakat. Diperkenalkan pada 4 Mei 2017, Meikarta dijanjikan sebagai kota modern di Cikarang Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Dengan nilai investasi mencapai Rp278 triliun, target pembangunan mencakup 100 gedung pencakar langit serta 225 ribu unit hunian.
Semakin tinggi pohon, semakin tinggi juga angin yang menerpa. Hal ini juga yang dialami perjalanan mega proyek properti, seperti Meikarta. Sejumlah permasalahan menghampiri, mulai dari masalah perizinan, dugaan kasus suap, keterlambatan serah terima hunian, hingga proses ganti rugi uang menjadi hambatan bagi terciptanya proyek ‘kota impian’ tersebut.
Bos Lippo Group, James Riady, baru-baru ini berkomitmen untuk segera menyelesaikan tunggakan ganti rugi uang terhadap konsumen Meikarta. Dalam kesempatan yang sama, ia menjabarkan tantangan utama dalam membangun, “kota baru” yang telah mereka tempuh.
"Nah, untuk mereka itu yang paling susah untuk bangun kota baru itu lahan, itu sudah ada. Yang kedua yang sulit itu adalah infrastruktur dan infrastruktur sudah selesai, itu bukan suatu hal yang kecil," kata James di Kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Jakarta Pusat, mengutip detik, Rabu (23/4/2025).
Dia lantas menyebut ada kesulitan-kesulitan dalam proses pembangunan Meikarta. Sayangnya, ia tidak merinci apa saja hal tersebut.
James menyampaikan hal ini ketika bertemu Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, Rabu (23/4/2025), di Kantor Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman, Jakarta.

Dalam kesempatan itu Ara, menargetkan agar Lippo Group, perusahaan milik James, untuk melakukan pengembalian dana konsumen dalam waktu tiga bulan, yakni sampai 23 Juli 2025 mendatang. Hal ini dipandang sebagai solusi untuk permasalahan Meikarta yang kian berlarut-larut.
Kementerian PKP kembali menginisiasi pertemuan antara pihak konsumen dan pengembang Meikarta untuk memastikan akan menuntaskan masalah ganti rugi korban proyek apartemen Meikarta di Cikarang, Jawa Barat. Inisiatif tersebut muncul setelah mereka meluncurkan layanan Pengaduan Konsumen Perumahan Terpadu Bantuan Edukasi dan Asistensi Ramah untuk Pengaduan Konsumen Perumahan (BENAR -PKP), sekitar Maret 2025 lalu.
Berdasarkan Pengaduan Konsumen Perumahan Terpadu BENAR-PKP per 23 April 2025 pukul 12.00 WIB, terdapat sebanyak 118 aduan terkait Meikarta. Dari angka tersebut, ada 102 orang konsumen yang sudah melengkapi berkas dengan total ganti rugi sekitar Rp26 miliar. Lalu, masih ada sisa 16 orang yang belum melengkapi berkas.
Serangkaian Kendala Pembangunan Meikarta
Salah seorang konsumen Meikarta, Jeffry Victor, menyampaikan permasalahan hunian Meikarta ini. Setidaknya dari sudut pandang dia, yang telah melakukan pelunasan pembayaran secara tunai untuk unit studio senilai Rp286 juta.
“Kami hadir berdasarkan info dari BENAR-PKP ingin mendapatkan kepastian bahwa unit Meikarta yang kami bayar dengan cash dari 2017 agar segera kami miliki secepatnya. Besar harapan kami hari ini mendapatkan jawaban terbaik untuk unit yang segera kami miliki atau uang yang sudah kami bayarkan bisa kembali,” kata Jeffry dikutip Antara.
Di menjelaskan kalau sempat ada tawaran untuk mendapatkan unit di tower lain pada tahun 2020, dengan penandatanganan kembali berkas dokumen persyaratan. Sayangnya, sejak saat itu, tidak ada perkembangan sama sekali pembangunannya. Pun ada ketidaksesuaian untuk fasilitas yang dijanjikan.
“Kami ingin dana yang telah kami bayarkan bisa kembali. Kami juga berterima kasih kepada Kementerian PKP yang telah membantu kami mendapatkan hak kami,” katanya.

Sejak diperkenalkan pada tahun 2017 lalu, proyek Meikarta nampak tak pernah luput dari masalah. Proyek besutan PT Mahkota Sentosa Utama (MSU), yang merupakan anak perusahaan dari PT Lippo Cikarang Tbk. (LPCK) terus menjadi sorotan publik.
Berawal dari promosi yang jor-joran dan menjanjikan kota baru di pinggir Jakarta, Meikarta menjadi mimpi bagi masyarakat yang rindu akan hunian terjangkau. Namun, pada Mei 2017, Pemerintah Provinsi Jawa Barat malah meminta pengembang untuk menghentikan proyek apartemen Meikarta, karena belum memiliki izin yang sesuai.
Pihak Meikarta mengklaim telah menerima izin untuk 350 hektare yang diperluas menjadi 500 hektare. Sementara Pemprov Jawa Barat hanya memberikan izin untuk 84,6 hektare.
Pada Mei 2018 PT MSU, sebagai pengembang Meikarta, pernah digugat pailit oleh dua vendor-nya yakni PT Relys Trans Logistic dan PT Imperia Cipta Kreasi. Gugatan itu terkait Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang dengan nomor perkara 68/Pdt.Sus-PKPU/2018/PN Jkt.Pst, dan akan menjalani sidang perdana pada 5 Juni 2018.
Permasalahan berlanjut saat Oktober 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap dalam pengurusan perizinan proyek Meikarta. Pada saat itu tercatat sembilan orang ditetapkan sebagai tersangka, termasuk Bupati Bekasi yang menjabat saat itu yaitu Neneng Hasanah Yasin dan Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro.
Terkait serangkaian polemik, para konsumen mulai gusar. Mereka yang mulai memesan unit apartemen pada September 2017, mendapat janji serah terima pada akhir 2019. Namun, hingga 2022, banyak konsumen yang belum menerima unit yang dijanjikan. Kekecewaan dan tuntutan pengembalian dana pun berdatangan.
Pada Desember 2022, konsumen yang tergabung dalam Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta (PKPKM) mengadukan masalah ini ke Komisi V DPR RI. Mereka menuntut pengembalian dana atau serah terima unit sesuai perjanjian.
Masalah pengembalian dana pun nampak masih berlarut-larut sampai tahun 2025 ini. Bos Lippo Group, James Riady berkomitmen menyelesaikan segala permasalahan yang menyangkut Meikarta. Termasuk, soal target yang diberikan Ara untuk segera mengembalikan uang milik konsumen sesuai tenggat waktu yang ditentukan.
“Saya usul jangan berlarut sampai Juni - Juli. Jadi, tolong kalau bisa jangan berlarut, lebih cepat lebih baik,” Jawab James kepada Ara.

Kemudian, James juga memastikan akan melakukan serah terima 16 unit apartemen kepada konsumen Meikarta pada tahun 2025 ini.
“Sampai sekarang yang sudah dibangun sudah diserahkan yang terkait dengan Meikarta hampir 16 ribuan. Tahun ini akan terus dilakukan, tapi yang di luar dari ini semua masih ada 3 ribuan yang sudah diserahkan,” ujar James.
James juga mengakui proses pembangunan Meikarta juga bukan merupakan hal yang mudah. Pihaknya mencatat terdapat 20 ribu unit yang sudah dibangun Meikarta. Lebih lanjut, ia menyatakan, beberapa konsumen sudah mencicil dan membeli lunas unit di Meikarta, tetapi tidak juga mendapatkan unit. Kesulitan lainnya, lanjut James, yakni persoalan infrastruktur.
“Namun kalau membangun kota baru biasanya itu pertama seribu unit itu yang paling penting menjadikan satu komunitas, yang ini kalau sudah belasan ribu semestinya jadi,” lanjut James.
Preseden Buruk Apartemen di Tengah Lesunya Industri Properti
Dalam kasus Meikarta, Pengamat Properti, Aleviery Akbar, menduga pihak developer masih mengalami kesulitan dana untuk merampungkan proyek tersebut, apalagi di tengah pasar properti yang belum sepenuhnya pulih saat ini.
“Masih ada tuntutan dari Perkumpulan Komunitas Peduli Konsumen Meikarta yang menuntut haknya dengan opsi pengembalian dana (refund) atau mengganti unit yang belum jadi dengan unit baru yang sudah rampung,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (25/4/2025)
Terpisah, Direktur Ekonomi, Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda, menyebut sejumlah permasalahan di Meikarta yang nampak masih berlarut-larut. Hal ini berpotensi memberikan preseden buruk dari sisi kepercayaan masyarakat terhadap market properti khususnya apartemen ke depannya.

Ia mencontohkan kasus serupa seperti yang terjadi di Meikarta belakangan ini terulang di salah satu apartemen di kawasan Tanjung Barat yang berkonsep TOD atau Transit Oriented Development.
Belum lama ini, memang viral di media sosial keluhan dari konsumen Apartemen Samesta Mahata Tanjung Barat yang mengungkap unit yang ia beli sejak 2018 belum bisa dihuni. Tak hanya itu, kualitas bangunan yang sudah bisa ditempati pun dinilai tak layak huni.
Dengan rentetan kasus serupa ini, menurut Huda, tidak aneh kalau kepercayaan masyarakat untuk tinggal di rumah vertikal akan semakin luntur. Ditambah adanya tekanan ekonomi, tidak heran juga kalau opsi menyewa rumah lebih masuk akal, ketimbang membeli properti seperti apartemen.
“Pasar apartemen seperti Meikarta banyak juga yang bermasalah. Terakhir adalah masalah untuk apartemen TOD di Tanjung Barat juga bermasalah. Kejadian tersebut akan menurunkan minat masyarakat membeli unit rumah vertikal termasuk apartemen. Masyarakat bisa berpindah ke rumah tapak atau bahkan menyewa bagi gen Z,” ujarnya saat dihubungi Tirto, Jumat (25/4/2025)
Tak hanya bagi Meikarta, Huda memprediksi tahun 2025 menjadi tahun yang cukup berat bagi industri properti di Indonesia mengingat belum ada program jelas dari pemerintah terhadap sektor itu.
Sebelumnya, pemerintah menargetkan pembangunan 3 juta rumah per tahun untuk masyarakat. Program yang masuk dalam visi-misi Asta Cita ini bakal menyediakan 2 juta rumah di pedesaan dan 1 juta rumah di kota per tahun.
Terkait hal ini, Huda menyinggung soal simpang siur program 3 juta rumah apakah gratis dari pemerintah atau ada skema tertentu yang melibatkan pengembang.
“Jika gratis dari pemerintah, saya rasa akan cukup buruk untuk industri properti nasional karena permintaan akan tersedot sebagian besar ke program pemerintah. Sedangkan untuk pangsa pasar pengembang swasta, pasarnya akan terbatas. Stimulus pun sebenarnya sudah diberikan namun memang permintaannya yang cukup tertekan tahun ini,” tambahnya
Seperti yang dikatakan Huda, di kalangan anak muda khususnya Gen Z memang ada kecenderungan untuk lebih memilih menyewa properti dibanding membeli properti. Laporan Jakpat tahun 2023 bertajuk “Property Perspective from Gen Z” menyingkap kalau 3 dari 5 Gen Z memilih untuk sewa properti lantaran beberapa alasan.
Selain faktor uang yang dirasa belum cukup, menyewa juga dianggap lebih murah dan cenderung terletak di lokasi yang strategis. Bahkan ada sekitar 11 persen responden Gen Z yang mengatakan bahwa aturan rotasi di tempat kerjanya juga jadi pertimbangan mengapa opsi menyewa lebih baik. Menurut Huda, jika dikaitkan dengan kondisi ekonomi sekarang, hal ini bisa menjadi tantangan berat bagi industri properti di tahun 2025
Prospek Industri Properti pada Tahun 2025
Pengamat Properti, Aleviery Akbar, mengungkap meski Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan Indeks Keyakinan Ekonomi (IKE) per Maret 2025 masih dalam level optimistis, namun prospek industri properti diprediksi masih belum baik. Perilaku investor cenderung masih dalam posisi, “wait and see”.
Survei Konsumen Bank Indonesia (BI) pada Maret 2025 mengindikasikan keyakinan konsumen terhadap kondisi ekonomi sebenarnya tetap terjaga. Hal ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Maret 2025 yang tetap berada pada level optimistis (di atas 100), yaitu di angka 121,1. Meski begitu, angka ini mengalami tren penurunan dari dua bulan sebelumnya yang tercatat di angka 126,4 (Februari 2025) dan 127,2 (Januari 2025).
Khusus bagi pasar properti apartemen seperti yang digeluti oleh Meikarta, ia melihat pada tahun 2025 ini menjadi salah satu yang terdampak oleh kelesuan ekonomi saat ini. Sebabnya, di kalangan masyarakat pamor apartemen masih kalah dibandingkan dengan rumah tapak baik sebagai pilihan tempat hunian maupun sebagai produk investasi.
“Sektor residential untuk apartemen masih terdampak. Walaupun ada sedikit kenaikan permintaan, sebab apartemen masih belum sebagai pilihan investasi dan pilihan utama sebagai tempat hunian dibandingkan dengan rumah tapak (landed house),” ujarnya.

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi (Susenas) yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), angka backlog tercatat masih sebesar 9,9 juta unit di 2023. Kondisi ini mengalami perbaikan dari tahun sebelumnya, saat backlog masih tercatat sebanyak 10,51 juta unit.
Untuk outlook bisnis properti, pada tahun 2025, Alviery mengungkap bahwa pasar sektor industri & pergudangan (warehouses) mempunyai prospek yg lebih baik di antara sektor properti lainnya.
“Disamping harga komoditas yang masih baik pertumbuhan import dan export juga ada kenaikan, membuat aktivitas jalur distribusi logistik sektor yang berpotensi naik signifikan,” ujarnya.
Sementara itu, sektor properti di industri office dan retail diprediksi masih tertekan belum terkendali secara penuh pada tahun 2025 ini.
“Efisiensi office space & retail akan terus berlangsung karena pengusaha sudah terbiasa mengatasi kondisi bekerja melalui rumah (WFH) walaupun di beberapa area di Jakarta, terutama CBD ada sedikit kenaikan tingkat hunian/occupancy dibandingkan kuartal sebelumnya,” ujarnya
Terakhir, Aleviery menilai secara keseluruhan stabilitas politik akan mempengaruhi sektor properti pada tahun 2025 ini.
“Omnibus law diharapkan bisa menjadi pemicu bangkitnya ekonomi nasional harus direvisi atau dirubah dengan segera oleh pemerintah sebagai kepastian investor menjalankan investasinya,” tutupnya.
Penulis: Alfitra Akbar
Editor: Alfons Yoshio Hartanto
Masuk tirto.id


































