tirto.id - Perseteruan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pansus Hak Angket di DPR seolah tak ada habisnya. Mulai dari polemik “safe house” KPK hingga yang terbaru ancaman melaporkan pimpinan komisi antirasuah, Agus Rahardjo, ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri.
Ancaman kepada Agus Rahardjo bermula karena ia mengatakan mempertimbangkan menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) kepada Pansus Hak Angket KPK di DPR karena menghambat proses penyidikan komisi antirasuah dalam menangani kasus-kasus besar.
“Kami juga sudah mempertimbangkan kalau begini terus, ini yang namanya obstruction of justice. Kan bisa kami terapkan [Pasal 21], karena kami sedang menangani kasus yang besar kemudian selalu dihambat,” kata Agus, di gedung KPK, Jakarta, pada 31 Agustus lalu.
Pernyataan Ketua KPK tersebut membuat Pansus Hak Angket KPK berang. Wakil Ketua Pansus Hak Angket KPK di DPR, Masinton Pasaribu, pada Senin (4/9/2017) mendatangi gedung KPK untuk mengklarifikasi pernyataan Agus Rahardjo tersebut. Politisi PDI Perjuangan itu mengklaim, selama ini kerja Pansus Hak Angket tidak pernah mencampuri, atau menghalang-halangi proses penyidikan di KPK.
“Sejak awal kami tegaskan seperti itu, maka saya datang kemari saya mau pertanggungjawabkan tuduhan itu, dan saya mau minta rompi KPK. Saya minta saudara Agus [Rahardjo] turun kemari bawa rompi KPK agar kita gelar keadilan ini secara terbuka, tidak boleh lagi ada horor menakut-nakuti, menggertak,” ujarnya, seperti dikutip Antara.
Ketua Komisi III DPR, Bambang Soesatyo pun ikut bersuara terkait kemungkinan KPK menyeret Pansus Hak Angket DPR dengan Pasal 21 UU Tipikor. Politikus Golkar yang akrab disapa Bamsoet ini mengklaim anggota Pansus DPR tidak bisa dijerat pidana karena memiliki hak imunitas atau kekebalan hukum.
“Pansus dibekali legalitas yang cukup kuat. Sudah masuk dalam berita negara,” kata Bamsoet yang juga anggota Pansus Hak Angket ini, pada Senin kemarin.
Bamsoet berkata, setiap anggota DPR memiliki hak imunitas dalam mengeluarkan pernyataan yang terkait dengan fungsi tugasnya. Hak itu dilindungi Pasal 20A UUD 1945. Karena itu, kata Bamsoet, anggota DPR tidak bisa dituntut dalam perkataan dan perbuatan sejauh melakukan tugas parlemen.
Dalam hal ini, kata Bamsoet, KPK tidak memiliki alasan menolak keberadaan pansus. Apalagi dua lembaga penegak hukum yang lain, seperi Kepolisian dan Kejaksaan, mendukung keberadaan Pansus Hak Angket yang dibentuk DPR.
Berkaca dari argumentasi tersebut, Bamsoet menilai apa yang disampaikan Agus Rahardjo berlebihan. Ia menduga Agus mendapat masukan yang keliru dari para pembantunya. “[Tuduhan] obstruction of justice itu offside. Menurut saya mungkin yang bisikinnya salah. Enggak baca buku,” kata dia.
Buntut dari pernyataan Agus Rahardjo tersebut, Komisi III DPR bahkan mengancam balik akan melaporkan pimpinan KPK ke Bareskrim Mabes Polri. “Di Komisi III DPR RI semakin berkembang diskusi untuk melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo ke Bareskrim Polri, ada pasalnya,” kata anggota Komisi III DPR dan Pansus Hak Angket, Arsul Sani kepada wartawan, Senin kemarin.
Sementara itu, pihak KPK mengaku belum mendapatkan informasi terkait rencana Komisi III DPR yang akan melaporkan Agus Rahardjo. “Saya tidak tahu persis yang dipersoalkan apa terkait dengan rencana tersebut,” kata juru bicara KPK, Febri Diansyah di Jakarta, seperti dikutip Antara, Selasa (5//9/2017).
Baca juga:
- Miryam Haryani dan Dana Rp2 Miliar untuk Aris Budiman
- Aris Budiman, Video Editan, dan Persaingan di Internal KPK
- Nasib Aris Budiman Tergantung Hasil Sidang DPP KPK
Menurut Febri, jika yang disampaikan Pasal 21 tentang "obstruction of justice", pihaknya saat ini belum melakukan proses terkait hal tersebut.
“Jadi belum bicara siapa yang melakukan "obstruction of justice" dan prosesnya sejauh mana. Tentu saja Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 yang menjadi patokan kami," ucap Febri.
Sebagai contoh, kata Febri, KPK sudah menetapkan satu orang sebagai tersangka menggunakan Pasal 21 tersebut karena merintangi proses penyidikan kasus korupsi KTP-elektronik (e-KTP), yaitu anggota DPR RI, Markus Nari (MN).
“Jadi sudah ada satu orang yang diduga mencegah, merintangi, dan menggagalkan penyidikan korupsi e-KTP, tersangkanya adalah MN anggota DPR. Saya kira kami fokus dulu ke sana,” ujarnya.
Sebagai informasi, Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan. Mereka dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Zen RS