tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) belum mengetahui soal rencana Komisi III DPR RI yang akan melaporkan Ketua KPK Agus Rahardjo ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Hal tersebut berkaitan dengan pernyataan Agus Rahardjo yang akan mempertimbangkan menggunakan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi kepada Pansus Hak Angket KPK karena menghambat proses penyidikan KPK menangani kasus-kasus besar.
"Saya tidak tahu persis yang dipersoalkan apa terkait dengan rencana tersebut," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (5//9/2017).
Menurut Febri, jika yang disampaikan Pasal 21 tentang "obstruction of justice", pihaknya saat ini belum melakukan proses terkait hal tersebut.
"Jadi belum bicara siapa yang melakukan "obstruction of justice" dan prosesnya sejauh mana. Tentu saja Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 yang menjadi patokan kami," ucap Febri.
Sebelumnya, KPK mempertimbangkan menggunakan pasal "obstruction of justice" terhadap Pansus Hak Angket KPK karena menghambat proses penyidikan KPK menangani kasus-kasus besar.
"Kami juga sudah mempertimbangkan kalau begini terus, ini yang namanya "obstruction of justice" kan bisa kami terapkan karena kami sedang menangani kasus yang besar kemudian selalu dihambat," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK, Jakarta, Kamis (31/8/2017).
Sebagai contoh, kata Febri, KPK sudah menetapkan satu orang sebagai tersangka menggunakan Pasal 21 tersebut karena merintangi proses penyidikan kasus KTP-elektronik (e-KTP), yaitu anggota DPR RI Markus Nari (MN).
"Jadi sudah ada satu orang yang diduga mencegah, merintangi, dan menggagalkan penyidikan korupsi e-KTP, tersangkanya adalah MN anggota DPR. Saya kira kami fokus dulu ke sana," tuturnya, seperti diberitakan Antara.
Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mengatur mengenai orang yang sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang terdakwa dalam perkara korupsi dapat dipidana maksimal 12 tahun dan denda paling banyak Rp600 juta.
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri