Menuju konten utama
21 Juli 2007

Asmuni: Dari Orkes Angkatan Bersenjata ke Aneka Ria Srimulat

Perjalanan kesenian Asmuni serupa dengan Aneka Ria Srimulat, bermula dari musik dan nyanyian berubah menjadi lawakan.

Asmuni: Dari Orkes Angkatan Bersenjata ke Aneka Ria Srimulat
Header Mozaik Asmuni Srimulat. tirto.id/Tino

tirto.id - Bersama dua orang adiknya, ia berniat membesarkan kelompok musik Orkes Mawar Bersemi yang dibentuk oleh ayah mereka. Tahun 1950-an, ia mulai menjadi penyanyi untuk orkes Angkatan Bersenjata. Beberapa tahun kemudian ia dipercaya menjadi pembina orkes musik Angkatan Laut. Sebuah piringan hitam sempat diproduksi berjudul Sungai Barito. Seniman ini bernama Toto Asmuni.

Bagi Asmuni muda yang lahir di Jombang, musik adalah jalan hidupnya. Namun keyakinan itu perlahan runtuh setelah pertemuannya dengan komedian Bing Slamet. Inilah titik balik dalam karier keseniannya. Ia tergoda dan mulai tertarik dengan seni komedi. Kala itu, Bing Slamet memang sudah menekuni lawak sejak membentuk grup Kwartet Jaya bersama Eddy Sud, Ateng, dan Iskak.

Asmuni banyak bertukar pikiran dan menimba ilmu dari legenda lawak itu ketika keduanya bertemu di Surabaya. Namun tuntutan pekerjaan membuat Bing Slamet harus kembali ke Jakarta dan meninggalkan kawan barunya.

Setelah tugasnya di Angkatan Laut selesai, Asmuni memutuskan bergabung dengan grup lawak Lokaria pimpinan Anang Rahman di Tegal. Kiprah panggungnya dinilai lucu dan punya potensi untuk menjadi komedian besar. Hingga tahun 1976, Asmuni rutin tampil bersama Lokaria. Aksi kocaknya kemudian mengundang perhatian kelompok lawak Aneka Ria Srimulat yang bermarkas di Surabaya.

Aneka Ria Srimulat didirikan pada 1950 di kota Solo oleh Kho Tjien Tiong. “Srimulat” diambil dari nama istri sang pendiri, Raden Ayu Srimulat. Meski dikenal sebagai grup lawak yang berpentas di panggung, grup ini awalnya tidak didirikan untuk memancing gelak tawa penonton. Di Solo, Kho Tjien Tiong yang dikenal sebagai Teguh Slamet Rahardjo membentuk grupnya sebagai rombongan seni suara dan tari. Nama grup ini mula-mula Gema Malam Srimulat. Mereka sepakat untuk tampil bergerilya. Maka mulailah perjalanan berkeliling kota di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah sebelum akhirnya memulai guyonan lawak yang berbentuk dagelan Mataram sekitar setahun kemudian.

Perpaduan seni musik, tari, dan guyonan menjadi daya tarik untuk menyedot penonton. Mereka pun mulai kebanjiran undangan tampil di berbagai pasar malam. Teguh Slamet Rahardjo mengundang Asmuni dan beberapa mantan anggota grup Lokaria untuk gabung bersamanya. Asmuni menemukan ciri khasnya sendiri lewat Blangkon dan kumis ala Hitler yang membuatnya semakin dikenal penonton Srimulat.

Di masa itu Asmuni juga sudah punya guyonan yang identik dengan personanya sendiri dengan jargon "hil yang mustahal". Herry Gendut Janarto dalam Teguh Srimulat: Berpacu dalam Komedi dan Melodi (1990) mencatat bahwa aksi Asmuni dengan kumis dan blangkon itu berkontribusi besar mendongkrak popularitas Srimulat di kalangan yang semakin luas di Jawa.

Hijrah ke Jakarta dan Bisnis Rujak Cingur

Tak puas dengan pencapaiannya di Surabaya, Asmuni akhirnya hijrah ke ibu kota. Ia bergabung dengan Srimulat cabang Jakarta pada 1980-an. Langkahnya diikuti oleh beberapa pentolan Srimulat seperti Tarzan (Toto Muryadi) dan Mamiek.

Di era 1980-an, Srimulat menjadi grup lawak panggung paling populer dengan anggota mencapai 100 orang. Meski demikian, awal kemunculan stasiun televisi swasta membuat mereka keok. Euforia penonton beralih sejak stasiun televisi swasta menggelar siaran untuk pertama kalinya di Indonesia pada 1 Januari 1987. Dua tahun berselang, Srimulat yang kehilangan penonton secara signifikan akhirnya benar-benar gulung tikar. Teguh Slamet Rahardjo membubarkan grupnya karena tak sanggup bersaing memperebutkan penonton.

Infografik Mozaik Asmuni Srimulat

Infografik Mozaik Asmuni Srimulat. tirto.id/Tino

Pembubaran Srimulat membuat para anggotanya mulai mencari penghidupan masing-masing. Asmuni sempat bergabung dengan grup Ludruk Glamour. Tapi nasib grup itu tak jauh beda dengan Srimulat. Beruntung di tengah situasi seperti itu, Astina, istri Asmuni, sudah berjualan rujak cingur sejak pertama kali mereka hijrah ke Jakarta. Pada 1985 mereka mengontrak tempat di wilayah Slipi, Jakarta Barat, untuk membuka warung rujak cingur kecil-kecilan. Omzet warung itu cukup bagus karena di Jakarta banyak para perantau dari Jawa Timur yang merindukan makanan kampung halaman.

Warung mereka juga menjadi tempat bernaung sementara bagi para anggota Srimulat yang belum memiliki rumah atau kontrakan di Jakarta. Warsa 1993, mereka telah mampu membuka cabang di Mojokerto dengan pilihan menu makanan yang lebih lengkap dari warung di Jakarta.

Belakangan, aktivitas berkesenian Asmuni kembali mendapatkan wadahnya ketika Srimulat bangkit kembali dan aktif dengan format baru di televisi swasta. Para penggemar setia yang sejak lama mengikuti perjalanan grup lawak itu membuat rating acara televisi mereka sangat tinggi. Bahkan pada Idul Fitri 1996 mereka menggelar pentas selama 24 jam non stop.

Srimulat versi layar televisi swasta aktif menghibur penonton sejak 1995 hingga 2003, sebelum akhirnya kembali vakum pada 2004. Meski tetap terlibat dalam setiap produksi, Asmuni yang kala itu sudah menjadi salah satu anggota paling senior mulai tampak kelelahan berbagi panggung dengan anggota lain yang usianya jauh lebih muda seperti Nunung, Mamiek, dan Basuki.

Asmuni meninggal dunia pada 21 juli 2007, tepat hari ini 15 tahun yang lalu. Ia meninggalkan satu istri dan seorang anak perempuan.

Baca juga artikel terkait SRIMULAT atau tulisan lainnya dari Tyson Tirta

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Tyson Tirta
Penulis: Tyson Tirta
Editor: Irfan Teguh Pribadi