tirto.id - Amerika Serikat (AS) kembali memveto rancangan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait gencatan senjata di Gaza, pada Rabu (5/6/2025).
Resolusi tersebut menuntut gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan dilakukan permanen di Jalur Gaza. Selain itu, rancangan resolusi itu juga meminta akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan untuk seluruh wilayah terdampak.
AS menjadi satu-satunya negara yang menolak resolusi tersebut, sementara 14 negara lainnya mendukung.
"Amerika Serikat telah menegaskan bahwa kami tidak akan mendukung segala jenis tindakan yang gagal mengutuk Hamas dan tidak menuntut Hamas untuk menurunkan senjata serta meninggalkan Gaza," ucap Pejabat Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shea, sebelum voting dilakukan.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua MPR, M. Hidayat Nur Wahid, mengkritik AS karena menolak resolusi dan juga PBB terkait hak veto. Hidayat berpandangan, PBB seharusnya melakukan reformasi dengan menghapus hak veto. Sebab, veto yang dikeluarkan Amerika sendiri sudah lima kali dilakukan.
“Sikap Amerika Serikat yang untuk kelima kalinya sejak kejahatan genosida terjadi di Gaza, Palestina, mengeluarkan hak veto ini seperti memberikan keleluasaan dan membiarkan Israel melanjutkan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan atas warga dan target sipil di Gaza,” kata pria yang akrab disapa HNW itu dalam keterangan resmi, dikutip Jumat (6/6/2025).

Sikap Amerika yang kembali mengeluarkan veto, kata Hidayat, menunjukkan ketidakseriusan dan keinginan perang tetap berlanjut di Gaza, Palestina. Hal itu pun bertolak belakang dengan posisi AS sebagai mediator untuk gencatan senjata dan pernyataan Presiden AS, Donald Trump, yang tidak menghendaki perang.
Sikap AS dinilai tidak sejalan dengan keinginan masyarakat dunia untuk segera menghentikan perang di Gaza dan blokade terhadap bantuan kemanusiaan untuk warga Palestina diakhiri.
Hidayat menyebut bahwa berbagai informasi telah menunjukkan makin banyak dan terus berlanjutnya pembunuhan massal oleh Israel terhadap warga Gaza di tenda-tenda pengungsian, RS, atau saat mengantre untuk menerima bantuan kemanusiaan.
“Hal yang mestinya menguatkan untuk disahkan dan diberlakukannya Resolusi DK PBB itu, bukan malah kembali gagal gara-gara veto satu negara sekalipun sudah disetujui oleh semua anggota DK PBB, kecuali AS saja,” tutur Hidayat.
Dia menyerukan agar PBB dapat merevisi aturan hak veto. “Salah satunya adalah terkait dengan mekanisme dan penggunaan hak veto di Dewan Keamanan PBB. Seharusnya lembaga itu menggunakan sistem demokrasi sebagaimana yang selalu diceramahkan oleh negara-negara barat. Sistem veto itu sangat tidak demokratis dan sangat sewenang-wenang,” pungkasnya.
Penulis: Ayu Mumpuni
Editor: Rina Nurjanah
Masuk tirto.id


































