tirto.id - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) berkomitmen untuk mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Judicial Review (JR) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja atau UU Cipta Kerja.
Namun, Apindo meminta pemerintah tetap menetapkan Upah Minimum Provinsi 2025 sesuai ketentuan yang tercantum dalam UU Cipta Kerja yang berlaku sebelum terbitnya putusan MK No. 168/PUU-XX1/2023 tanggal 31 Oktober 2024. Mereka meminta ketentuan tersebut karena penetapan UMP 2025 oleh Dewan Pengupahan Nasional sudah hampir selesai dan akan menjadi rumit ketika penghitungan UMP didasarkan pada ketentuan anyar.
“Hal ini mengingat kerumitan yang akan terjadi di seluruh daerah bahkan di tingkat perusahaan apabila putusan MK terkait tentang upah minimum langsung diberlakukan dan menjadi acuan penetapan upah minimum tahun 2025,” kata Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Bob Azam, dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (1/11/2024).
Selain itu, Bob juga berharap ke depannya pemerintah dapat menyusun kebijakan dengan mempertimbangkan situasi makro ekonomi yang tengah dihadapi oleh dunia usaha. Para pengusaha, kata Bob, membutuhkan kebijakan-kebijakan yang adaptif dan proporsional untuk menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas. Dengan begitu, kebijakan-kebijakan tersebut juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, Bob meminta agar pemerintah juga melibatkan dunia usaha saat melakukan pembahasan substantif untuk menindaklanjuti putusan MK ini. Hal ini menyusul keputusan MK yang meminta pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera menyusun UU ketenagakerjaan baru.
“Pelibatan secara bermakna sebagaimana diperintahkan dalam UU Penyusunan Peraturan Perundang Undangan sangat diharapkan Apindo dalam penyusunan berbagai produk kebijakan,” imbuhnya.
Terlepas dari itu, Bob mengaku bakal meninjau lebih lanjut dampak putusan MK terhadap dunia usaha, khususnya di klaster ketenagakerjaan. Ia beralasan, perubahan 21 pasal yang diputuskan MK dinilai akan berdampak pada kondisi dan perencanaan perusahaan ke depan, terutama terkait potensi peningkatan beban operasional perusahaan.
“Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, peningkatan beban biaya ini akan berdampak pada kemampuan perusahaan untuk menjaga daya saing. Beban operasional yang lebih tinggi akan menekan stabilitas produksi, terutama di sektor padat karya seperti manufaktur, yang mempekerjakan tenaga kerja dalam jumlah besar dan sensitif terhadap perubahan biaya tenaga kerja,” tutur Bob.
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian uji materi atas UU Nomor 6 Tahun 2023 Cipta Kerja, Kamis (31/10/2024). Gugatan tercatat sebagai perkara nomor 168/PUU-XXI/2023 itu mengubah sejumlah aturan dalam dunia ketenagakerjaan.
Dalam gugatan yang dilakukan Partai Buruh dan enam pihak lain, gugatan itu mendorong agar pemerintah memberi pekerjaan lebih prioritas kepada WNI daripada tenaga kerja asing. Selain itu, MK juga mengubah batas waktu perjanjian kerja masa waktu tertentu (PKWT) menjadi selama 5 tahun dengan perpanjangan PKWT per tahun.
"Paling lama lima tahun, termasuk jika terdapat perpanjangan PKWT sebagai dasar perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) dalam Pasal 81 angka 12 UU 6 Tahun 2023 perlu ditegaskan sebagaimana selengkapnya dalam amar putusan a quo," bunyi putusan tersebut yang dibacakan Kamis (31/10/2024).
Penulis: Qonita Azzahra
Editor: Andrian Pratama Taher