tirto.id - Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Dalam kerangka demokrasi, salah satu wujud kebebasan yang paling nyata adalah demonstrasi atau unjuk rasa.
Aksi demonstrasi membubarkan DPR belakangan ini membuat masyarakat memperdebatkan masalah perizinan. Sebagian masyarakat berpendapat bahwa untuk melakukan aksi demonstrasi membutuhkan perizinan dari aparat setempat, sementara di sisi lain, aksi demonstrasi tidak perlu meminta izin.
Lantas, mana yang benar? Apakah untuk menggelar demo harus izin polisi atau cukup memberikan pemberitahuan?
Artikel ini akan membahas peraturan demonstrasi berdasarkan Undang-Undang yang berlaku. Hal ini sangat penting untuk diketahui, mengingat demonstrasi merupakan hak demokratis warga negara sekaligus kepastian hukum mengenai pelaksanaan unjuk rasa.

Apakah Gelar Demo Harus Izin Polisi atau Cukup Pemberitahuan?
Banyak orang masih mengira bahwa demonstrasi hanya bisa dilakukan jika sudah mendapatkan izin dari pihak kepolisian. Padahal, menurut hukum yang berlaku di Indonesia, demo tidak memerlukan izin, tetapi wajib pemberitahuan saja.
Hal ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, yang menempatkan kebebasan berunjuk rasa sebagai bagian dari hak asasi manusia yang dijamin konstitusi.
Dasar Hukum Unjuk Rasa di Indonesia
Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 menyatakan bahwa unjuk rasa atau demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.Dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1998 juga disebutkan dalam Pasal 5 bahwa setiap warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk mengeluarkan pikiran secara bebas dan memperoleh perlindungan hukum.
Namun demikian, setiap warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum juga berkewajiban dan bertanggung jawab untuk menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain, menghormati aturan-aturan moral, dan menjaga keamanan serta kertertiban umum.
Aturan ini dibuat untuk menyeimbangkan antara hak menyampaikan pendapat dengan kewajiban menjaga ketertiban umum.
Lantas, pertanyaan tentang apakah demonstrasi perlu izin atau hanya pemberitahuan saja?
Berdasarkan Undang-Undang No.9 Tahun 1998 Pasal 10, menyebutkan bahwa penyampaian pendapat atau aksi demonstrasi di muka umum wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penangggung jawab kelompok.
Hal ini bukan berarti untuk melakukan aksi demonstrasi dibutuhkan izin dari kepolisian. Demo tidak memerlukan izin polisi, melainkan hanya pemberitahuan tertulis kepada Polri sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 10 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998.
Dengan demikian, dasar hukum unjuk rasa jelas menempatkan rakyat sebagai pemegang hak, sementara kepolisian berperan mengawal dan menjaga ketertiban, bukan mengizinkan atau melarang aksi demonstrasi tanpa dasar yang jelas.

Prosedur Pemberitahuan ke Polisi
Agar aksi demonstrasi berjalan sesuai aturan, peserta atau penyelenggara wajib melakukan pemberitahuan ke kepolisian setempat. Hal ini juga telah diatur secara rinci dalam Pasal 10 dan Pasal 11 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998.
Pemberitahuan bisa dilakukan oleh individu yang bersangkutan, pemimpin kelompok, atau penanggung jawab aksi. Untuk surat pemberitahuan, harus diterima oleh polisi paling lambat 3x24 jam atau H-3 sebelum aksi unjuk rasa dimulai.
Adapun isi surat pemberitahuan sebagaimana termaktub dalam Pasal 11 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998, berisi informasi penting diantaranya:
- maksud dan tujuan;
- tempat, lokasi, dan rute;
- waktu dan lama;
- bentuk;
- penanggung jawab;
- nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;
- alat peraga yang dipergunakan; dan/atau
- jumlah peserta.
Peran Polisi dalam Demo
Polisi dalam konteks unjuk rasa bukanlah pemberi izin, melainkan penanggung jawab keamanan dan ketertiban. Hal ini diatur dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 yaitu setelah menerima surat pemberitahuan, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap pelaku atau peserta unjuk rasa.
Selain itu, Polri juga bertanggung hawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Di sisi lain, jika aksi unjuk rasa atau demonstrasi melanggar aturan, menimbulkan kerusuhan atau kekacauan, dan melanggar hukum, pihak kepolisian dapat membubarkan aksi demonstrasi. Hal ini juga tertuang dalam Pasal 15 Undang-Undang No. 9 Tahun 1998.
Adapun bagi pelaku atau peserta demo di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Contoh Kasus dan Kesalahpahaman di Lapangan
Dalam praktiknya, masih sering terjadi kesalahpahaman di lapangan. Ada beberapa demonstrasi yang dibubarkan dengan alasan tidak mendapatkan izin, padahal undang-undang yang berlaku tidak pernah mengatur soal izin, hanya pemberitahuan.
Perbedaan pemahaman ini biasanya muncul karena aparat menafsirkan pemberitahuan sebagai izin. Lalu kurangnya pemahaman masyarakat tentang dasar hukum demonstrasi yang berlaku di Indonesia.
Selain itu, kekhawatiran potensi kerusuhan dan kekacauan yang membuat aparat bertindak preventif menjadi salah satu penyebab aksi demonstrasi kerap dibubarkan.
Kasus-kasus seperti ini kerap diberitakan di media nasional, terutama saat ada aksi buruh, mahasiswa, atau organisasi masyarakat yang dinyatakan “ilegal” hanya karena tidak ada izin. Padahal, jika mengacu pada UU No. 9 Tahun 1998, yang diperlukan hanyalah pemberitahuan.
Maka, penting bagi publik untuk memahami perbedaan antara izin (yang berarti bergantung pada persetujuan) dan pemberitahuan (yang bersifat kewajiban administratif, bukan persyaratan boleh atau tidaknya demo).
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Robiatul Kamelia & Yulaika Ramadhani
Masuk tirto.id







































