tirto.id - Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) telah mengajukan wacana redenominasi rupiah. Redenominasi ini rencananya akan mengurangi tiga angka nol paling belakang pada mata uang rupiah. Misalnya mata uang Rp1.000 nantinya akan berubah menjadi Rp1.
Redenominasi rupiah adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Secara teknis, redenominasi akan membuat jumlah angka pada mata uang semakin sedikit atau berkurang. Meski demikian, nilai dari mata uang tersebut tidak berubah sehingga tidak akan berdampak pada harga barang.
Sebagai contoh, uang Rp1.000 mengalami redenominasi menjadi Rp1. Jumlah nolnya memang berkurang, tapi hal ini tidak mempengaruhi nilainya. Jadi, jika dulu ada suatu barang yang dibanderol dengan harga Rp1.000, maka harga barang tersebut akan berubah menjadi Rp1 setelah terjadi redenominasi rupiah.
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat dari dulu sebenarnya telah mempraktikkan redenominasi rupiah secara tidak resmi. Contohnya harga barang sebesar Rp50.000 yang hanya ditulis menjadi 50K (huruf K mewakili kelipatan seribu).
Contoh lainnya adalah ketika kita bertanya harga barang, penjual hanya menyebut kata '30' yang maksudnya adalah harga barang tersebut sebenarnya senilai Rp30.000.
Dari sini bisa disimpulkan bahwa penyederhanaan mata uang atau redenominasi sama sekali tidak mengubah nilai tukarnya. Redenominasi dilakukan hanya untuk menyederhanakan atau membuat pengucapan/penulisan harga menjadi lebih simpel.
Tujuan Redenominasi Rupiah
Tujuan redenominasi bukan semata-mata menyederhanakan mata uang. Dikutip dari laman Kementerian Keuangan, tujuan dari redenominasi rupiah meliputi:
- Transaksi menjadi lebih nyaman dan efisien.
- Pencatatan pembukuan jadi lebih efektif karena digit mata uang yang lebih sedikit.
- Bagi perbankan, redenominasi bisa menghemat biaya teknologi dan mempermudah pembacaan laporan keuangan dalam hal akuntansi.
- Agar rupiah lebih setara dengan mata uang dari negara-negara maju.
Dampak Redenominasi Rupiah
Redenominasi tentunya akan membawa perubahan baik bagi perekonomian Indonesia. Namun, ada pula dampak negatifnya sehingga perlu pertimbangan dan perencanaan yang lebih matang untuk meminimalisir dampaknya. Berikut beberapa dampak positif dan negatif dari redenominasi rupiah:
A. Dampak positif redenominasi rupiah
1. Penghitungan uang yang lebih mudah dan efisien.
Redenominasi rupiah bisa membuat penghitungan uang jadi jauh lebih mudah karena jumlah digit yang lebih sedikit. Hal ini juga akan membuat transaksi keuangan di Indonesia jadi lebih efisien.
Dampak yang satu ini akan sangat terasa ketika Anda harus melakukan penghitungan uang dalam jumlah besar. Menghitung uang dengan jumlah nol yang lebih sedikit pastinya akan lebih mudah ketimbang menghitung uang dengan jumlah nol banyak seperti jutaan dan miliaran.
2. Pencatatan akuntansi jadi lebih sederhana.
Redenominasi juga akan memudahkan pencatatan akuntansi atau keuangan. Sebagai contoh, jika dulu harus menuliskan Rp45.000.000, maka setelah redenominasi rupiah akan jauh lebih simpel dan cukup ditulis Rp45.000.
3. Meningkatkan kredibilitas dan kesetaraan rupiah dengan mata uang negara lain.
Saat ini banyak negara yang mata uangnya terlihat lebih ringkas, misalnya 1 dolar. Sementara dalam rupiah, 1 dolar memiliki nilai sekitar Rp15.000.
Jumlah nol yang terlalu banyak memberi kesan bahwa rupiah kurang bernilai jika dibandingkan dengan mata uang lain. Redenominasi akan membuat rupiah lebih setara dengan mata uang negara lain sehingga meningkatkan kredibilitasnya di pasar perdagangan global.
B. Dampak negatif redenominasi rupiah
1. Potensi inflasi
Laman OCBC NISP menyebutkan bahwa redenominasi juga berpotensi menyebabkan inflasi. Hal ini terjadi apabila sosialisasi minim dilakukan dan masyarakat belum paham sepenuhnya dengan redenominasi.
Akibatnya, masyarakat akan kaget dengan perubahan mata uang tersebut. Hal ini dapat memicu menurunnya nilai tukar mata uang, sedangkan harga barang/jasa melambung tinggi.
Penyebab lainnya adalah adanya pembulatan harga barang. Contohnya, ada barang yang diberi harga Rp4.200. Setelah redenominasi, barang tersebut tidak mungkin diberi harga Rp4,2 sehingga pedagang akan membulatkannya menjadi Rp5. Kenaikan harga yang signifikan inilah yang nantinya bisa memicu terjadinya inflasi.
2. Daya beli masyarakat akan menurun
Dampak lanjutan dari naiknya harga barang adalah menurunnya daya beli masyarakat. Ketika daya beli sudah menurun, maka ada banyak perusahaan atau pedagang yang bangkrut dan mengalami kerugian. Hal ini tentu akan berdampak buruk pada roda perekonomian Indonesia karena menurunnya aktivitas jual beli.
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari