Menuju konten utama

Redenominasi Rupiah Tinggal Tunggu Restu dari Pemerintah

Rencana redenominasi atau penghapusan nol pada rupiah masih menunggu restu dari pemerintah.

Redenominasi Rupiah Tinggal Tunggu Restu dari Pemerintah
Header Cara Cairkan Bansos BST. foto/IStockphoto

tirto.id - Bank Indonesia mengklaim rencana redenominasi atau penghapusan nol pada rupiah masih menunggu restu dari pemerintah. Kepala Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia, Marlison Hakim menuturkan pihaknya siap untuk menjalankan perintah jika aturan tersebut sudah diterbitkan.

"Kami BI siap mengikuti keputusan oleh pemerintah dalam hal ini," kata Marlison saat dikonfirmasi, Kamis (11/5/2023).

Gagasan redenominasi di Indonesia lahir saat Darmin Nasution menjabat sebagai Pejabat Sementara (Pjs) Gubernur Bank Indonesia (BI) menggantikan Gubernur BI Boediono yang jadi wakil presiden. Pada pertengahan 2010, ide ini digulirkan oleh BI. Momennya pada waktu itu, kinclongnya kinerja pertumbuhan ekonomi yang menembus angka 6 persen dan tantangan menghadapi integrasi ekonomi regional. BI mulai melakukan kajian soal redenominasi.

"Redenominasi sama sekali tidak merugikan masyarakat karena berbeda dengan sanering atau pemotongan uang. Dalam redenominasi nilai uang terhadap barang (daya beli) tidak akan berubah, yang terjadi hanya penyederhanaan dalam nilai nominalnya berupa penghilangan beberapa digit angka nol,” kata Darmin Nasution kala itu.

Ide BI ini langsung disambut pemerintah. Gagasan menghapus tiga angka nol pada rupiah seolah sudah di depan mata dengan upaya sosialisasi semacam tes pasar ke publik pada 2011-2012. Merasa yakin, akhirnya pada Juni 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengirimkan surat bernomor 25/Pres/06/2013 tentang Rancangan UU tentang Perubahan Harga Rupiah atau RUU Redenominasi kepada DPR.

DPR menindaklanjutinya dengan memasukan RUU redenominasi pada 25 Juni 2013 dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Sayangnya pada waktu itu, pemerintah maupun DPR sudah sibuk dengan pertarungan jelang Pemilu 2014. Rasa pesismistis publik pun muncul terhadap redenominasi.

"Bank Indonesia mensyaratkan redenominasi perlu stabilitas politik dan ekonomi. Namun, apakah stabilitas bisa tercapai pada tahun-tahun politik seperti saat ini," kata Sofjan Wanandi, yang waktu itu masih jadi Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), seperti dikutip dari Antara.

Apa itu redenominasi?

Melansir KBBI, redenominasi adalah penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Tujuan redenominasi adalah penyederhanaan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa. Redenominasi berbeda dengan sanering atau pemotongan (nilai) uang, sebagaimana yang pernah terjadi di Indonesia pada pengujung 1950-an, tepatnya pada 25 Agustus 1959.

Saat itu, uang pecahan 500 dan 1.000 rupiah diturunkan nilainya menjadi 50 rupiah dan 100 rupiah. Dengan kata lain, nilai uang dipangkas hingga 90 persen. Berbeda dengan sanering, redenominasi tidak mengurangi nilai mata uang, sehingga tidak mempengaruhi harga barang.

Redenominasi hanyalah menyederhanakan pecahan uang agar lebih efisien dalam bertransaksi. Faktor psikologis dan masalah kebiasaan pada masyarakat mengenai penyederhanaan nilai mata uang inilah yang harus disosialisasikan dengan baik jika program redenominasi kelak jadi dilakukan.

"Karena dari 1.000 rupiah menjadi 1 rupiah itu seolah-olah nilainya menjadi kecil padahal sebenarnya tidak. satu rupiah itu ya harganya 1.000 rupiah. Jadi, memang harus banyak-banyak sosialisasi terkait hal ini," jelas Lana Soelistianingsih, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia kepada Tirto.

Baca juga artikel terkait REDENOMINASI RUPIAH atau tulisan lainnya dari Dwi Aditya Putra

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Dwi Aditya Putra
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Intan Umbari Prihatin