Menuju konten utama

Apa Saja Tanggapan Pemerintah tentang Pengungsi Rohingya?

Bagaimana tanggapan para pemimpin di Indonesia tentang pengungsi Rohingya? Berikut ini beberapa di antaranya.

Apa Saja Tanggapan Pemerintah tentang Pengungsi Rohingya?
Pengungsi Rohingya memotong rambut rekannya di tempat penampungan sementara Balee Meuseuraya Aceh (BMA), Banda Aceh, Aceh, Senin (18/12/2023).ANTARA FOTO/Irwansyah Putra.

tirto.id - Keberadaan para pengungsi Rohingya menimbulkan sejumlah pro dan kontra. Ada yang mendukung dengan alasan kemanusiaan, ada pula yang menolaknya.

Sepanjang bulan November 2023, jumlah pengungsi Rohingya yang masuk ke wilayah Indonesia sudah mencapai 1.000 orang lebih. Mereka datang via jalur laut dengan menggunakan kapal.

Dalam sebuah video yang beredar, para pengungsi itu bahkan ada yang menyatakan ingin menetap di Indonesia. Hal ini lantas memantik reaksi negatif dari masyarakat.

Di lain sisi, UNHCR (Badan PBB Urusan Pengungsi) berdalih sudah mengingatkan kepada para pengungsi bahwa status mereka adalah tamu. Oleh sebab itu, wajib mengikuti hukum serta adat istiadat Indonesia.

"Mereka datang karena keputusasaan yang disebabkan oleh meningkatnya kasus pembunuhan, penculikan dan situasi berbahaya di tempat mereka tinggal sebelumnya," ucap Mitra Salima, juru bicara UNHCR Indonesia.

Koordinator Kontras Aceh, Azharul Husna, berharap kepada pemerintah agar memberikan pertolongan untuk Rohingya yang masih berada di laut. Ia turut prihatin atas aksi penolakan yang dilakukan kalangan masyarakat menyikapi kedatangan Rohingya.

"Ketika pemerintah diam saja membiarkan persoalan ini berlarut-larut, sehingga terjadi penolakan, ini sangat kita sayangkan," kata Azharul.

Apa Saja Tanggapan Pemerintah Indonesia tentang Rohingya?

Kementerian Luar Negeri, melalui juru bicara Lalu Muhammad Iqbal, mengatakan Indonesia sebenarnya tidak mempunyai kewajiban menerima Rohingya karena tidak ikut meratifikasi aturan Konvensi 1951.

Ia menduga banyak pihak yang justru memanfaatkan kasus ini untuk melancarkan aksi kejahatan TPPO (Tindak Pidana Perdagangan Orang).

"Dari penanganan selama ini teridentifikasi bahwa kebaikan Indonesia memberikan penampungan sementara banyak dimanfaatkan oleh jaringan penyelundup manusia (people-smuggler) yang mencari keuntungan finansial dari para pengungsi tanpa peduli resiko tinggi yang dihadapi oleh para pengungsi," tutur Lalu.

Polda Aceh juga telah mengusut keterkaitan Rohingya dengan sindikat penyelundupan manusia. Menurut Kapolda Aceh, Irjen Pol Achmad Kartiko, para imigran membayar kapal beserta awaknya dari Bangladesh menuju Indonesia.

Tak hanya itu, dirinya menambahkan terdapat sopir truk di Aceh Timur yang dibayar guna membawa kabur orang Rohingya dari lokasi penampungan di Indonesia.

"Untuk kasus imigran Rohingya, perekrutan dan transportasinya ada, tetapi eksploitasinya belum ada. Jadi untuk kasus ini, kepolisian menjerat orang-orang yang memfasilitasi kedatangan imigran Rohingya ke Aceh dengan pidana penyelundupan manusia," jelas Achmad Kartiko.

Wakil Presiden Ma'ruf Amin pada kesempatan lain menyatakan pemerintah Indonesia memang tidak mungkin menolak kedatangan Rohingya.

Meskipun demikian, bertambahnya jumlah pengungsi bisa menimbulkan sebuah beban negara. Salah satu solusi yang ditawarkan Wapres ialah lewat penempatan di Pulau Galang, Batam.

"Dulu juga pernah kita menjadikan Pulau Galang untuk pengungsi Vietnam, nanti kita akan bicarakan lagi apa akan seperti itu, saya kira pemerintah akan mengambil langkah-langkah," ungkap Ma'ruf Amin.

Presiden RI Joko Widodo pun ikut turun tangan lewat arahan kepada Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud Md untuk menangani banyaknya kasus Rohingya yang memasuki Indonesia.

"Ya saya telah memerintahkan Menkopolhukam untuk menangani bersama-sama dengan daerah, bersama-sama dengan UNHCR," beber Jokowi.

Pemerintah, menurut Menkopolhukam Mahfud Md, saat ini sedang berupaya untuk mencari solusi dalam penanganan Rohingya di Indonesia, termasuk kebutuhan utama atas dasar kemanusiaan.

Terkait rencana Pulau Galang dijadikan lokasi penampungan, Mahfud menunjukkan ketidaksetujuan, namun tetap menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah yang terdampak Rohingya.

"Ndak (pengungsi Rohingya di pulau Galang), justru jangan sampai seperti pulau Galang. Forkopimda tiga provinsi, Aceh Sumatra Utara dan Riau akan dikoordinir oleh Menteri Dalam Negeri untuk membicarakan itu," beber Mahfud.

Di lapangan, masalah lain muncul, yakni terkait kondisi penampungan yang sudah tidak cukup lagi. Beberapa lokasi menjadi alternatif untuk menampung warga Rohingya.

Adapun Forkopimda (Forum Komunikasi Pimpinan Daerah) Kota Sabang sudah meminta kepada UNHCR agar segera memindahkan Rohingya ke lokasi lain.

Alasan mereka, seluruh masyarakat Sabang menolak keras kedatangan mereka setelah tiba 139 orang lagi pada awal November 2023, di pantai Tapak Gajah, Gampong Ie Meulee, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang.

"Forkopimda Sabang berkesimpulan meminta kepada UNHCR untuk segera pindahkan pengungsi Rohingya ke luar kota Sabang," ujar Ady Akmal Shiddiq, Kabag Protokol dan Komunikasi Pimpinan (Prokopim) Setda Kota Sabang.

Baca juga artikel terkait PENGUNGSI ROHINGYA atau tulisan lainnya dari Beni Jo

tirto.id - Sosial budaya
Kontributor: Beni Jo
Penulis: Beni Jo
Editor: Dipna Videlia Putsanra