tirto.id - Suntik putih merupakan prosedur kecantikan yang populer sejak dekade terakhir. Belakangan ini, prosedur suntik putih ramai dibicarakan publik di media sosial.
Hal ini karena pengakuan penyanyi dangdut Cita Citata atau Cita Rahayu yang menyebut dirinya terkena autoimun karena suntik putih. Lantas, apa itu suntik putih dan benarkah bisa sebabkan autoimun?
Klaim suntik putih menyebabkan autoimun disampaikan Cita Citata di akun TikTok pribadinya @Citarahayu45. Melalui sebuah video singkat, Cita mengungkapkan bahwa kondisi autoimun yang ia alami karena kesalahan pribadinya.
"Aku sering banget suntik vitamin C berbahan kimia, suntik putih, dan lain sebagainya," kata Cita melalui TikTok, "tapi itu salah. Aku malah kena autoimun, aku malah sakit," lanjut dia.
Cita mengaku suntik putih awalnya untuk menunjang penampilannya agar terlihat glowing dan putih saat tampil di layar televisi. Sayangnya, ia telat menyadari bahwa tindakannya itu memicu penyakit autoimun.
Melalui video yang sama Cita Rahayu juga menyampaikan rasa prihatinnnya terhadap banyaknya klinik kecantikan yang menjual suntik putih.
Klaim Cita soal suntik putih menyebabkan autoimun ini menjadi ramai dibicarakan di media sosial. Banyak di antara warganet yang khawatir dengan keamanan prosedur suntik putih di berbagai klinik.
Apa Itu Suntik Putih?
Dilansir dari Age Weigh Less, suntik putih adalah terapi infus atau intravena (IV) dengan menyuntikan cairan glutathione dan vitamin C ke dalam aliran darah. Kedua zat ini ini merupakan antioksidan kuat yang dapat menetralkan radikal bebas dan mengurangi stres oksidatif.
Kombinasi glutathione dan vitamin C ke dalam diklaim mampu tubuh meningkatkan kesehatan kulit. Selain manfaat kesehatan kesehatan, glutathione dan vitamin C juga diyakini punya manfaat bagi penampilan.
Terapi suntik putih dengan glutathione dan vitamin C dipercaya bisa membantu mencerahkan kulit, mengurangi garis-garis halus dan kerutan, dan mencegah penuaan. Selain glutathione dan vitamin C, beberapa klinik juga menyertakan kolagen pada cairan suntik putih.
Adapun kandungan vitamin C berperan sebagai nutrisi penting untuk kesehatan kulit. Sementara itu, glutathione dan kolagen berfungsi sebagai antioksidan kuat yang melindungi kulit dari radiasi sinar UV.
Proses ini membantu memperbaiki jaringan kulit, menghasilkan kulit yang lebih cerah, bebas kerut, dan terhidrasi.
Benarkah Suntik Putih Menyebabkan Autoimun?
Sejauh ini, belum ada penelitian spesifik yang menyebutkan suntik putih dapat menyebabkan autoimun. Seperti yang disebutkan sebelumnya, perawatan suntik putih melibatkan terapi intravena glutathione dan vitamin C.
Kedua kandungan tersebut sebetulnya banyak digunakan dalam terapi penyembuhan autoimun. Mengutip HydraMed, terapi intravena (IV) dengan vitamin C mempercepat penyembuhan penyakit autoimun.
Hal ini karena vitamin C dosis tinggi memiliki efek anti-inflamasi yang dapat membantu mengatasi peradangan pada penyakit autoimun. Terapi IV sering direkomendasikan pada penderita beberapa jenis autoimun.
Terapi IV dapat memberikan nutrisi penting langsung ke dalam aliran darah, melewati sistem pencernaan, dan memastikan penyerapan maksimal. Metode pengiriman ini sangat bermanfaat bagi mereka yang memiliki penyakit autoimun karena mereka sering mengalami gangguan penyerapan nutrisi akibat inflamasi dan faktor lainnya.
Selain itu, terapi IV dengan vitamin C juga dapat membantu mengurangi inflamasi dan stres oksidatif. Dua gejala ini yang merupakan faktor kunci dalam penyakit autoimun.
Tak hanya vitamin C, glutathione juga digunakan dalam terapi untuk autoimun. Glutathione adalah antioksidan yang muncul secara alami dan memainkan peran penting dalam menjaga kesehatan tubuh.
Mengutip Holistic Wellness Center of the Carolinas pemberian glutathione melalui terapi IV dapat menjadi pilihan pengobatan yang berharga bagi seseorang dengan kondisi autoimun.
Pemberian glutathione melalui terapi IV memiliki banyak manfaat untuk individu dengan kondisi autoimun. Zat ini berguna untuk mengurangi stres oksidatif, meningkatkan detoksifikasi, meningkatkan energi dan kesehatan mental, serta menjadi pilihan pengobatan yang aman dan tidak invasif.
Sayangnya, meskipun glutathione bermanfaat untuk penderita autoimun, namun zat ini tidak disarankan untuk suntik putih. Mengutip dokumen DOH-FDA Advisory No. 2011-004 terbitan Food and Drug Administration (FDA), Amerika Serikat melarang penggunaan glutathione untuk suntik putih.
Larangan ini karena risiko kesehatan yang dapat terjadi dari penggunaan glutathione dalam jumlah besar dan jangka panjang. Beberapa risiko yang bisa terjadi antara lain, penurunan fungsi tiroid hingga kerusakan ginjal.
Tak hanya itu, FDA juga menemukan bahwa penggunaan glutathione dalam suntik putih berpotensi memicu penyakit autoimun bernama Steven Johnsons Syndrome. Penyakit Steven Johnson Syndrome ditandai dengan nyeri kulit, ruam merah atau ungu yang menyebar, lepuh pada selaput lendir.
Risiko autoimun juga bisa terjadi karena paparan zat kimia berbahaya selama proses suntik putih berlangsung. Seperti klaim yang disebut oleh Cita Citata, autoimun memang bisa terjadi karena penggunaan zat kimia.
Datis Kharrazian dalam Exposure to Environmental Toxins and Autoimmune Conditions (2021), menyebut zat-zat kimia yang bisa memicu autoimun termasuk merkuri, aluminium, dikosin, trikloretilen, dan sebagainya.
Seiring dengan adanya risiko tersebut, penting bagi konsumen untuk memilih tempat prosedur suntik putih yang aman dan berlisensi resmi. Pastikan klinik tempat suntik memiliki dokter yang berpengalaman dan menggunakan zat-zat yang tidak berbahaya.
Penyebab Penyakit Autoimun
Penyakit autoimun terjadi ketika sistem kekebalan tubuh, yang seharusnya melindungi tubuh. Sistem kekebalan tubuh yang sehat seharusnya membunuh bakteri, virus, dan sel kanker. Namun, pada kasus autoimun, sel-sel tubuh malah menyerang jaringan dan organ tubuh sendiri.
Meskipun penyebab pasti penyakit autoimun belum sepenuhnya dipahami, beberapa faktor risiko dan pemicu potensial telah diidentifikasi. Dilansir dari situs Cleveland Clinic, berikut adalah beberapa penyebab penyakit autoimun:
1. Ketidakseimbangan kekebalan tubuh
Sistem kekebalan tubuh dapat mengalami kelainan atau ketidakseimbangan, sehingga tidak dapat membedakan antara sel-sel tubuh sendiri (self) dengan zat asing atau patogen (non-self). Ini bisa disebabkan oleh faktor genetik atau lingkungan.2. Genetika
Beberapa penyakit autoimun memiliki komponen genetik yang kuat. Jika ada riwayat keluarga dengan penyakit autoimun, risiko seseorang untuk mengembangkan kondisi serupa dapat meningkat.3. Faktor lingkungan
Paparan terhadap faktor-faktor lingkungan tertentu, seperti infeksi, paparan racun, atau perubahan hormon, dapat memicu perkembangan penyakit autoimun pada individu yang rentan.4. Obat-obatan
Beberapa obat-obatan tertentu, seperti obat-obatan tekanan darah, statin, dan antibiotik, telah dikaitkan dengan risiko perkembangan penyakit autoimun.5. Merokok
Merokok dapat menjadi faktor risiko, dan beberapa penyakit autoimun, seperti lupus, lebih sering terjadi pada perokok.6. Kelainan hormonal
Perubahan hormon, terutama pada wanita, dapat memainkan peran dalam perkembangan penyakit autoimun. Misalnya, banyak penyakit autoimun lebih sering terjadi pada wanita, dan gejala mereka dapat berkaitan dengan perubahan hormon.7. Infeksi
Beberapa infeksi virus atau bakteri telah dikaitkan dengan penyakit autoimun. Infeksi dapat memicu reaksi kekebalan tubuh yang salah arah.8. Predisposisi genetik
Adanya kecenderungan genetik tertentu, seperti adanya polimorfisme genetik atau varian genetik tertentu, dapat meningkatkan rentan seseorang terhadap penyakit autoimun.
Penulis: Umi Zuhriyah
Editor: Iswara N Raditya & Yonada Nancy