tirto.id - Sindrom Stevens-Johnson merupakan salah satu sindrom langka yang menyerang kulit, selaput lendir, alat kelamin, dan mata.
Nama sindrom ini diambil dari nama dua orang dokter yang pertama kali mendeteksi penyakit tersebut di tahun 1922, yaitu Albert M. Stevens dan Frank C. Johnson. Penderita sindrom Stevens-Johnson umumnya mengalami gejala lesi pada kulit, seperti ruam merah atau keunguan, kulit melepuh, hingga kulit mati dan terkelupas.
Dikutip dari laman National Health Service (NHS), Sindrom ini bisa dipicu oleh beberapa faktor, termasuk reaksi alergi terhadap obat-obatan hingga infeksi. Ada berbagai jenis obat-obatan yang dapat memicu sindrom Stevens-Johnson.
Menurut Julia Fitriany dan Fajri Altrasida dalam "Stevens Johnson Syndrome" golongan obat-obatan di Indonesia yang dapat memicu sindrom Stevens-Johnson adalah analgetik/antipiretik, karbamazepin, serta jamu.
Selain itu, obat-obatan seperti amoksisilin, kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, dan seftriakson juga dapat memicu kondisi Stevens-Johnson meski kemungkinannya lebih kecil dibanding tiga golongan obat pertama.
Sindrom Stevens-Johnson masuk dalam spektrum penyakit yang sama dengan nekrolisis epidermal toksik (NET). Melansir Healthline, NET sendiri merupakan kelainan kulit parah yang disebabkan oleh obat dan terkadang infeksi bakteri.
Kondisi sindrom Stevens-Johnson sering kali tumpang tindih dengan NET, sehingga terkadang kondisi tersebut juga disebut sebagai Stevens-Johnson (SJS)/NET.
Gejala Sindrom Stevens-Johnson
Dameria Sinaga dalam "Penanganan Terkini Penyakit Sindroma Steven-Johnson" menyebutkan bahwa penderita Stevens-Johnson dapat mengalami gejala ringan hingga berat, seperti koma.
Umumnya, gejala awal penyakit ini ditandari dengan gejala mirip flu, termasuk:
- demam dengan suhu 38°C atau lebih;
- malaise;
- nyeri kepala;
- batuk;
- pilek;
- sakit tenggorokan.
Setelah gejala awal muncul, gejala lanjutan akan timbul beberapa hari kemudian, yaitu berupa ruam-ruam dan pembengkakan pada kulit tangan, kaki, badan, atau wajah.
Menurut NHS, ruam-ruam tersebut tidak selalu gatal dan akan menyebar selama beberapa jam atau hari. Ruam-ruam yang terjadi kemudian menyebabkan lepuh yang lebih besar dan meninggalkan luka serta sensasi perih ketika pecah.
Selanjutnya, penderita juga mungkin akan mengalami pembengkakan wajah dan bibir. Salah satu kondisi yang paling umum dari sindrom Stevens-Johnson adalah bibir membengkak dan tertutup luka berkerak.
Pembengkakan juga dapat menyebar ke selaput lendir di mulut, tenggorokan, mata, dan saluran genital. Kondisi ini menyebabkan penderita sindrom Stevens-Johnson kesulitan menelan dan memicu dehidrasi.
Selain itu, luka yang menyerang selaput lendir di mata juga dapat menyebabkan masalah pengelihatan apabila tidak ditangani dengan cepat.
Orang yang Berisiko Mengalami Sindrom Stevens-Johnson
Kondisi sindrom Stevens-Johnson dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor risiko. Berikut kriteria orang-orang yang lebih berisiko menderita sindrom Stevens-Johnson:
- Mengalami infeksi virus seperti herpes, hepatitis, virus pneumonia, atau HIV;
- Memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah akibat menderita HIV/AIDS, penyakit autoiumun, atau akibat pengobatan tertentu seperti kemoterapi dan transplantasi organ;
- Memiliki riwayat terkena sindrom Stevens-Johnson sebelumnya;
- Memiliki keluarga yang menderita sindrom Stevens-Johnson.
Pengobatan Sindrom Stevens-Johnson
Menurut NHS perawatan sindrom Stevens-Johnson menggunakan obat-obatan terkadang sulit dilakukan. Hal ini karena ada banyak obat dapat memicu atau bahkan memperparah gejala penyakit tersebut.
Sehingga, langkah pertama yang harus dilakukan ketika gejala muncul adalah dengan menghentikan konsumsi obat apa pun yang mungkin menyebabkan sindrom Stevens-Johnson.
Selain itu, dilansir dari Cleveland Clinic dokter mungkin akan menyarankan tindakan perawatan seperti:
- memberikan infus atau cairan intravena untuk mengganti elektrolit tubuh penderita;
- membalut luka non-perekat pada kulit yang bermasalah;
- memberikan makanan berkalori tinggi pada penderita melalui selang untuk meningkatkan penyembuhan;
- memberikan antibiotik jika diperlukan untuk mencegah infeksi;
- memberikan obat pereda nyeri;
- memindahkan penderita ke unit perawatan intensif atau unit luka bakar;
- merekomendasikan perawatan dengan oftalmologi apabila penyakit telah menjalar di bagian mata.