tirto.id - Semboyan Tut Wuri Handayani tersemat pada lambang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Republik Indonesia. Apa yang dimaksud dengan Tut Wuri Handayani dan arti serta maknanya? Sejarah semboyan ini bermula dari mana?
Istilah Tut Wuri Handayani amat lekat dengan sosok Ki Hajar Dewantara, tokoh bangsa yang berperan besar dalam sejarah pendidikan Indonesia. Ki Hajar Dewantara adalah pendiri Taman Siswa, Menteri Pendidikan RI pertama, juga pahlawan nasional dengan julukan Bapak Pendidikan Nasional.
Ki Hajar Dewantara lahir pada 2 Mei 1889 dengan nama Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, seorang ningrat Jawa dari Kadipatan Pakulaman Yogyakarta.
Perjuangan Ki Hajar Dewantara lewat jalur pendidikan sejak era kolonial Hindia Belanda menjadi alasan tanggal lahirnya diabadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional atau Hardiknas.
Sejarah dan Arti Tut Wuri Handayani
Istilah Tut Wuri Handayani berasal dari bahasa Jawa yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara untuk Taman Siswa yang ia dirikan di Yogyakarta pada 1922 dan kemudian tersebar di berbagai daerah di Indonesia.
Semboyan lengkapnya berbunyi: Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani, yang artinya “di depan memberi contoh yang baik, di tengah memberi semangat, di belakang memberi dorongan”.
Dikutip dari Dasar-Dasar Pendidikan (2020) yang disusun Haudi dan kawan-kawan, sejarah Tut Wuri Handayani dikumandangkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai asas pendidikan yang diterapkan dalam pembelajaran di Perguruan Taman Siswa.
Adapun dua asas lainnya, yakni Ing Ngarsa Sung Tuladha dan Ing Madya Mangun Karsa dikembangkan oleh R.M.P Sosrokartono, seorang pemikir dan ahli bahasa yang juga kakak kandung dari R.A. Kartini, pahlawan pejuang emansipasi perempuan Indonesia yang termasyhur.
Makna Tut Wuri Handayani
Lantas, apa makna Tut Wuri Handayani sebagai asas pendidikan nasional yang diserukan oleh Ki Hajar Dewantara?
Asas Tut Wuri Handayani merupakan inti dari asas yang menegaskan, setiap orang punya hak untuk mengatur dirinya sendiri.
Tut Wuri Handayani mengandung arti bahwa seorang guru atau pendidik dengan kewibawaan yang dimilikinya mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh yang baik kepada anak-anak didiknya.
Seorang guru, pamong, atau pendidik, dalam konsep Tut Wuri Handayani, tidak menarik-narik murid-muridnya dari depan, melainkan membiarkan anak-anak didiknya mencari jalan sendiri, mengambil langkah dan keputusan sesuai pemikiran sendiri.
Yang harus dilakukan guru, pamong, atau pendidik hanya memberikan dorongan atau bimbingan supaya anak-anak didiknya tetap berada di jalur yang benar.
Ki Suratman melalui buku berjudul Tut Wuri Handayani (1980) menafsirkan semboyan Tut Wuri Handayani yang dicetuskan Ki Hajar Dewantara, sebagai berikut:
“Secara harafiah, tut wuri berarti mengikuti dari belakang, tetapi tidak melupakan anak didik dari pengawasan. Berjalan di belakang berarti memberi kebebasan kepada anak-anak untuk melatih mencari jalan sendiri, sebagai pendidik wajib memberi koreksi di mana perlu (handayani).”
“Misalnya jika anak didik mendapat masalah tentang pikiran dan tenaga yang tak dapat dipecahkan, pendidik wajib memberi arahan dan solusi bagaimana cara menyelesaikannya dengan tepat,” tulis Ki Suratman.
“Kebebasan inilah yang merupakan demokrasi, sedangkan pimpinan yang wajib terus mengawasi tidak lain daripada kebijaksanaan sang pamong (guru). Atau kata lain di dalam kehidupan anak-anak harus ada demokrasi dan leaderschap (kepemimpinan),” tambahnya.
Makna Logo Tut Wuri Handayani
Arti logo Tut Wuri Handayani memiliki makna mendalam yang berkaitan dengan pendidikan. Berikut penjelasan masing-masing seperti dikutip laman Kemdikbud:
1. Bidang Segi lima biru muda
Ini berhubungan erat dengan nilai-nilai kehidupan alam Pancasila.2. Semboyan Tut Wuri Handayani
Mencerminkan penghargaan terhadap Ki Hadjar Dewantara, pelopor sistem pendidikan Indonesia dan penghormatan terhadapnya dengan menjadikan hari lahirnya sebagai Hari Pendidikan Nasional.3. Motif belencong menyala dengan gambaran burung Garuda
Motif pada belencong pada burung Garuda ini menunjukkan dinamisme, keberanian, dan kesetiaan pada nilai Pancasila.4. Buku
Sebagai simbol ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia.5. Warna
Warna putih, kuning emas, dan biru muda pada logo mewakili kesucian, keagungan, pengabdian, dan kesetiaan tak terputus terhadap pandangan hidup Pancasila.Editor: Agung DH
Penyelaras: Dhita Koesno