tirto.id - Sejarah masuknya agama Islam ke Sumatera diperkirakan dimulai pada abad ke-7 Masehi. Namun, munculnya kerajaan bercorak Islam atau kesultanan di pulau bagian barat Nusantara itu baru terjadi pada abad ke-13 M setelah runtuhnya Kerajaan Sriwijaya.
Sebelum memasuki era Islam, wilayah Sumatera berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya yang pernah menjadi salah satu pusat pengajaran agama Buddha terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Kerajaan Sriwijaya yang sempat berpusat di Palembang, Sumatera Selatan, menuai keruntuhan pada abad ke-13, terutama setelah diserbu Kerajaan Chola dari India Selatan dan kemudian mendapat serangan Kerajaan Majapahit pada 1377 M.
Penyebaran Agama Islam di Sumatera
Dilansir websiteKementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, penyebaran agama Islam dilakukan oleh para saudagar Arab yang berdagang dari Mesir, Persia (Iran), Gujarat (India), ke Cina melalui Barus-Fansur. Diduga, Barus adalah perkampungan Islam tertua di Nusantara yang terletak di ujung barat pulau Sumatera.
Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya makam kuno di kompleks pemakaman Mahligai Barus. Di nisan pada makam tersebut tertulis Syaikh Rukunuddin wafat tahun 672 M. Selain itu, ada pula makam Syaikh Ushuluddin yang panjangnya kira-kira 7 meter.
Selain disebarkan oleh para pedagang, ajaran Islam semakin dikenal di Sumatera berkat syiar yang dilakukan para ulama. Hal inilah yang kemudian menyebabkan munculnya kerajaan-kerajaan bercorak Islam di Sumatera.
Dikutip dari buku Sejarah Indonesia (2014) terbitan Kemendikbud karya Amurwani dan kawan-kawan, catatan seorang penjelajah asal Portugis, Tome Pires, menyebutkan bahwa di Sumatera, terutama di sepanjang pesisir Selat Malaka dan pesisir barat Sumatera, berdiri sejumlah kerajaan Islam.
Daftar Kerajaan Bercorak Islam di Sumatera
1. Kerajaan Perlak
Masih menjadi perdebatan mengenai kerajaan bercorak Islam pertama di Nusantara, apakah Kesultanan Samudera Pasai atau Kesultanan Perlak (Peureulak). Dua kerajaan ini sama-sama berdiri di Aceh.
Penguasa pertama Kesultanan Perlak adalah Sultan Alauddin Syah yang memerintah pada 1161–1186 M. Menurut Hikayat Aceh, seperti yang ditafsirkan Teuku Iskandar dan dikutip Suwedi Montana dalam jurnal Archipel (1997), Sultan Perlak yang ditemukan makamnya adalah Sulaiman bin Abdullah yang wafat tahun 1211 M.
Lokasi Kesultanan Perlak diperkirakan terletak di Peureulak atau yang saat ini termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Aceh Timur, Provinsi Aceh.
Antara Perlak dan Samudera Pasai ternyata punya hubungan kekerabatan. Sultan Perlak, Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II, menikahkan putrinya dengan sultan pertama Samudera Pasai yakni Sultan Malik as-Saleh.
Sultan Perlak yang diketahui adalah Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267–1292 M). Setelah ia wafat , Kerajaan Perlak bersatu dengan Kerajaan Samudera Pasai yang dipimpin oleh Sultan Muhammad Malik al-Zahir, putra Sultan Malik as-Saleh.
2. Kesultanan Samudera Pasai
Kesultanan Samudera Pasai diperkirakan mulai eksis antara tahun 1270 hingga 1275 M, terletak sekitar 15 km di sebelah timur Lhokseumawe, Nanggroe Aceh Darussalam.
Samudera Pasai didirikan oleh Marah Silu yang setelah memeluk Islam berganti nama menjadi Sultan Malik as-Shaleh. Pada 1521, Portugis mulai menguasai Samudera Pasai. Namun, Samudera Pasai benar-benar runtuh setelah dikuasai Kesultanan Aceh Darussalam di bawah pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah.
3. Kesultanan Aceh Darussalam
Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530 M) mendirikan Kesultanan Aceh Darussalam pada awal abad ke-16. Ia menaklukkan beberapa kerajaan lainnya di Aceh, termasuk Pedir, Samudera Pasai, dan Daya, serta memperluas wilayah hingga perbatasan Minangkabau.
Puncak kejayaan Kesultanan Aceh Darussalam terjadi pada era Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M). Ia berhasil menundukkan daerah-daerah di sepanjang pesisir barat dan timur Aceh serta Johor di Semenanjung Malaya.
Kesultanan Aceh Darussalam mulai mengalami kemunduran sepeninggal Sultan Iskandar Muda karena tidak memiliki pemimpin yang cakap lagi. Selain itu, terjadi perselisihan berkepanjangan antara golongan teuku (bangsawan) dan golongan tengku (ulama).
4. Kesultanan Siak Sri Inderapura
Dikutip dari website Pemerintah Kabupaten Siak, Kesultanan Siak Sri Inderapura didirikan di Riau oleh Raja Kecik yang bergelar Sultan Abdul Jalil Rahmat Syah (1723-1746 M). Abdul Jalil Rahmat Syah adalah putra dari Sultan Mahmud Syah dari Kesultanan Johor (kini termasuk wilayah Malaysia).
Kesultanan Siak Sri Inderapura berpindah-pindah. Pada masa era Sultan Ismail (1827-1864 M), pusat kerajaan berada di Siak Sri Inderapura yang kini menjadi ibu kota Kabupaten Siak, Provinsi Riau, hingga sultan terakhir sebelum melebur dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) pada 1945.
5. Kesultanan Kampar
Pada abad ke-15 M, raja dari Kesultanan Malaka yakni Sultan Mahmud melarikan diri dari serangan Portugis ke Riau. Sultan Mahmud kemudian membangkitkan Kesultanan Kampar.
Kampar dikenal sebagai pusat lahirnya ulama-ulama terkemuka, terutama Tarekat Naqsyabandiyah, seperti Maulana Syekh Abdul Wahab Rokan Al-Khalidi dan Syekh Abdul Ghani Batu Basurek Kampar.
6. Kesultanan Indragiri
Kesultanan Indragiri mulai ada sejak akhir abad ke-12 M yang dikenal dengan Kerajaan Keritang yang terletak di Indragiri Hilir, Riau. Kerajaan Keritang menjadi Kesultanan Indragiri pada abad ke-15 M.
Pendiri Kesultanan Indragiri adalah Paduka Maulana Sri Sultan Alauddin Iskandarsyah Johan Zirullah Fil Alam yang bergelar Raja Narasinga II.
7. Kerajaan Jambi
Menurut kitab Sila-Sila Keturunan Raja Jambi, Kerajaan Jambi didirikan oleh Datuk Paduko Bahalo. Legenda rakyat setempat meyakini bahwa Datuk Bahalo adalah orang Turki yang terdampar di Pulau Berhala.
Islam berkembang pesat di Jambi pada abad ke-13. Kedatangan VOC di Jambi menyebabkan situasi politik di Kerajaan Jambi menjadi tidak stabil. Pengaruh VOC di Kerajaan Jambi menyebabkan munculnya perlawanan rakyat.
8. Kesultanan Palembang Darussalam
Pemimpin pertama Kesultanan Palembang Darussalam ialah Sultan Abdurrahman Khalifat al-Mukminin Sayyid al-Iman (1659-1706 M).
Kesultanan Palembang berturut-turut diperintah oleh 11 sultan sejak 1706. Pada 1821, VOC atau Belanda menyerang Kesultanan Palembang di bawah pimpinan Jenderal de Kock.
Serangan VOC tersebut berhasil menghancurkan Kesultanan Palembang. Akibatnya, raja saat itu, Sultan Mahmud Badaruddin II, ditangkap dan diasingkan ke Ternate.
9. Kesultanan Pagaruyung
Islam masuk ke Minangkabau pada sekitar akhir abad ke-15 M. Wilayah Minangkabau mempunyai seorang raja yang berkedudukan di Pagaruyung. Raja tetap dihormati sebagai lambang negara meskipun tidak mempunyai kekuasaan, karena kekuasaan ada di tangan Dewan Penghulu atau Dewan Negari.
Sejak awal abad ke-19 M, timbul pembaruan Islam di Sumatera Barat yang membawa pengaruh Wahabiyah dan kemudian memunculkan Perang Padri , perang antara golongan adat dan golongan agama.
10. Kerajaan Aru
Kerajaan Aru berdiri pada abad ke-9 M yang semula disebut Aru Besitang. Aru Besitang kemudian berkembang menjadi Kerajaan Aru di pesisir timur Sumatera Utara.
Kerajaan Aru memiliki sungai yang menjadi jalur utama penyaluran segala hasil alam terutama pertanian, yang terletak antara sungai Panecitan (Sungai Deli) dan Sungai Buluh Cina.
11. Kerajaan Barus
Kerajaan Barus setelah beralih menjadi kerajaan Islam dipimpin oleh Sultan Ibrahimsyah. Barus pertama kali membangun pusat kerajaan di Toddang, Tukka, Pakkat. Wilayah Barus terkenal sebagai pusat perdagangan kapur barus dan kemenyan.
Kesultanan Barus di Sumatera Utara berakhir setelah diduduki oleh Belanda pada abad ke-19 M.
Selain kerajaan-kerajaan di atas, masih ada beberapa kerajaan bercorak Islam lainnya di Sumatera, termasuk Arcat, Rupat, Tongkal, Pariaman, Tiku, Panchur, Andalas, Pedir, Biar dan Lambri, Pirada, serta Pase.
Penulis: Shulfi Ana Helmi
Editor: Iswara N Raditya