tirto.id - Kerajaan Majapahit berdiri di tepi Sungai Brantas, Jawa Timur, pada akhir abad ke-13 Masehi setelah kehancuran Kerajaan Singasari. Lantas, bagaimanakah kehidupan ekonomi Kerajaan Majapahit?
Dalam buku Majapahit: Batas Kota dan Jejak Kekayaan di Luar Kota (2012), Inajati Adrisijanti mengungkapkan, pada 1293 M, Raden Wijaya memulai Majapahit dari sebuah hutan di dekat Sungai Brantas. Tepatnya di Trowulan, Mojokerto.
Aspek ekonomi Kerajaan Majapahit mengalami peningkatan pada masa kejayaannya, yakni ketika dipimpin Raja Hayam Wuruk (1350-1389 M). Didampingi Mahapatih Gajah Mada, kerajaan mengalami kemajuan di bidang ekonomi, kekuasaan, dan sebagainya.
Sistem Ekonomi Kerajaan Majapahit
Marwati Djoenoed Poesponegoro dalam Sejarah Nasional Jilid II (1990), menerangkan, pada era Hayam Wuruk dan Gajah Mada, Majapahit menguasai hampir seluruh wilayah Nusantara, bahkan mencapai Semenanjung Malaya serta beberapa wilayah di Asia Tenggara.
Pada masa itu, bagaimanakah sistem ekonomi Kerajaan Majapahit? Kondisi ekonomi Kerajaan Majapahit kala itu ditunjang dengan keberadaan Sungai Brantas dan Sungai Bengawan Solo.
Sungai adalah jalur perdagangan penting bagi Majapahit, yaitu melalui Sungai Brantas dan Bengawan Solo. Adanya jalur sungai ini melancarkan arus perdagangan dari pesisir menuju pedalaman, begitu pula sebaliknya.
Selain itu, di daerah-daerah sekitar aliran sungai, banyak dilakukan proyek perbaikan tanggul untuk menangkal terjadinya banjir. Kemudian ada pula beberapa pelabuhan atau bandar dagang yang tersebar di wilayah Pantai Utara Jawa.
Dalam buku Sejarah Indonesia (2014) terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang disusun oleh Amurwani dan kawan-kawan dijelaskan, pada era Hayam Wuruk, dibangun sarana dan prasarana lalu lintas seperti jalan-jalan dan jembatan.
Adanya akses jalan yang baik dan jembatan sebagai penghubung antar-tempat semakin mendukung peningkatan aktivitas perekonomian yang berdampak positif terhadap kemakmuran kerajaan dan segenap rakyat Majapahit.
Bagaimana Kehidupan Ekonomi Masyarakat Kerajaan Majapahit?
Keadaan ekonomi Kerajaan Majapahit pada masa puncak kejayaannya terbilang cukup memakmurkan masyarakat. Rakyat mereka hidup mengandalkan jalur-jalur perdagangan sungai dan pelabuhan.
Masyarakat Majapahit menjalankan perekonomian dengan memanfaatkan sektor pertanian. Selain mendistribusikan barang lewat sungai dan pelabuhan, mereka juga berdagang di pusat kerajaan.
Dinukil dari laman Museum Bank Indonesia, masyarakat Kerajaan Majapahit bertansaksi menggunakan mata uang yang disebut sebagai “gobog”. Koin berbahan tembaga ini bisa dipakai untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Adapun mata uang tersebut diklaim masih ada beberapa yang beredar hingga saat ini. Bukan dipakai sebagai transaksi, namun dijadikan sebagai koleksi oleh para kolektor barang kuno.
Apa Mata Pencaharian Kerajaan Majapahit?
Tanah wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit yang subur menjadikan daerahnya cocok untuk bertani. Dengan begitu, mata pencaharian mereka dalam menjalani kehidupan sehari-hari memanfaatkan sektor pertanian.
Keadaan ekonomi Kerajaan Majapahit menghasilkan banyak komoditas pertanian untuk memperkuat perekonomian. Adapun sistem pertanian yang dikembangkan pada sawah dan ladang mereka menggunakan sistem pengerjaan bergilir.
Tujuan dari sistem ini adalah untuk melestarikan lahan dan menjaga kesuburan tanahnya. Dengan menggunakan sistem tersebut, kegiatan ekonomi Kerajaan Majapahit bisa menghasilkan produktivitas dalam jangka panjang.
Komoditas Kerajaan Majapahit
Berbicara tentang barang atau komoditas Kerajaan Majapahit, penguasa hampir sebagian wilayah Nusantara ini tentunya berkaitan dengan rempah-rempah. Beberapa rempah yang terkenal kala itu misalnya lada dan cengkeh.
Selain itu, terdapat juga beberapa komoditas lain yang diperdagangkan mereka. Di antaranya perak, emas, cendana, mutiara, kapuk, pisang, tebu, kain sutra dan katun, hingga belerang.
Dari keseluruhan barang dagangan Kerajaan Majapahit, bisa dipantau bahwa mereka fokus kepada material logam-logaman, rempah-rempah, serta barang tekstil. Adapun mutiara menyiratkan bahwa mereka juga memanfaatkan sektor kelautan.
Penulis: Syamsul Dwi Maarif
Editor: Iswara N Raditya
Penyelaras: Yuda Prinada