tirto.id - Kabupaten Tuban di Jawa Timur mendadak viral lantaran warganya ramai-ramai membeli mobil hingga ratusan unit dari uang pembebasan lahan proyek kilang minyak. Tahukah Anda, sejarah Tuban bermula dari peristiwa pemberontakan Ranggalawe atau Ronggolawe terhadap Kerajaan Majapahit pada 1295 Masehi.
Dikutip dari website resmi pemerintah daerahnya, Kabupaten Tuban merupakan salah satu dari 38 kabupaten dan kota yang berada di dalam wilayah administratif Provinsi Jawa Timur. Luas wilayah kabupaten ini adalah 1.904,70 km² dengan panjang pantai mencapai 65 km. Tuban terletak di pesisir pantai utara Jawa bagian timur.
Tuban dikenal sebagai Kota Wali karena pernah menjadi pusat penyebaran agama Islam sejak era Kesultanan Demak yang berdiri pada 1475 Masehi. Seperti diketahui, Kesultanan Demak merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa yang sekaligus meruntuhkan riwayat Kerajaan Majapahit yang bercorak Hindu-Buddha.
Sebelum era Kesultanan Demak, Tuban merupakan bagian penting dari wilayah kekuasaan Majapahit. Bagi Majapahit, Tuban berperan vital karena letaknya yang strategis dan menjadi sebagai salah satu pelabuhan utama sekaligus bandar dagang kerajaan.
Hari jadi Tuban yang diperingati setiap tanggal 12 November merujuk tanggal ditunjuknya Raden Haryo Ronggolawe sebagai Bupati Tuban oleh raja pertama Majapahit, Raden Wijaya, yakni pada 12 November 1293.
Ronggolawe dan Sejarah Tuban
Dikisahkan dalam riwayat, Ronggolawe atau Ranggalawe merupakan salah satu pengikut setia Raden Wijaya yang turut merintis pendirian Kerajaan Majapahit pada 1293 Masehi, selain beberapa tokoh penting lainnya seperti Arya Wiraraja, Nambi, Kebo (Mahisa) Anabrang, juga Lembu Sora.
Ronggolawe adalah salah satu putra Arya Wiraraja, Bupati Songeneb (Sumenep) di Pulau Madura. Selain itu, Ronggolawe juga berkerabat dengan Lembu Sora yang tidak lain adalah pamannya. Tiga orang yang terikat jalinan keluarga ini mengabdi di Majapahit sejak era raja pertama, Raden Wijaya atau Kertarajasa Jayawardhana (1293-1309).
Tikadiyah Wulan Yulianti dalam riset bertajuk "Kidung Ranggalawe: Pemberontakan Kekuasaan Kidung Ranggalawe" (2017), menuliskan bahwa andil Ranggalawe, Lembu Sora, dan Arya Wiraraja sangat besar dalam mendukung perjuangan Raden Wijaya mendirikan Kerajaan Majapahit di tepi Sungai Brantas, Mojokerto.
Tak lama setelah Majapahit berdiri, tepatnya tanggal 12 November 1293, Raden Wijaya menunjuk Ronggolawe sebagai Adipati Tuban, wilayah taklukan Majapahit di pesisir pantai utara. Namun, keputusan raja tersebut tidak memuaskan Ronggolawe. Ia merasa seharusnya mendapatkan posisi yang lebih baik.
Kekesalan Ronggolawe semakin memuncak lantaran Raden Wijaya mengangkat Nambi sebagai rakryan patih atau perdana menteri. Rakryan patih adalah jabatan paling tinggi dalam struktur pemerintahan Kerajaan Majapahit di bawah raja.
Menurut Ronggolawe, jabatan rakryan patih lebih pantas disandang oleh Lembu Sora, pamannya. Lembu Sora bagi Ronggolawe jauh lebih berjasa daripada Nambi dalam perjuangan mendirikan Kerajaan Majapahit.
Namun, Lembu Sora, ternyata memilih patuh atas kebijakan raja. Ia juga menasihati Ronggolawe agar memohon maaf kepada Raden Wijaya. Akan tetapi Ronggolawe tidak mau dan memilih kembali ke Tuban.
Gugurnya Ronggolawe Sang Adipati Tuban
Sikap Ronggolawe memantik intrik di internal istana. Mulai terdengar desas-desus bahwa Ronggolawe hendak memberontak dan sedang mempersiapkan pasukan di Tuban untuk menyerang Majapahit.
Hasutan juga terdengar di sekitar Raden Wijaya yang membuat sang raja terpaksa memerintahkan Nambi bersama Lembu Sora dan Kebo Anabrang menggalang pasukan Majapahit menuju Tuban untuk menghukum Ronggolawe.
Ronggolawe yang mendengar kabar bahwa pasukan Majapahit sedang bergerak menuju Tuban pun segera mempersiapkan diri dan lantas diberangkatkan untuk menghadang.
Slamet Mulyana dalam Tafsir Sejarah Nagarakartagama (2006), mengutip Kidung Ranggalawe, menuliskan bahwa perang antara pasukan Ronggolawe melawan Majapahit terjadi di sekitar Sungai Tambak Beras, Jombang.
Singkat cerita, terjadilah duel satu lawan satu antara Ronggolawe menghadapi Kebo Anabrang.
Duel di tengah derasnya aliran Sungai Tambak Beras itu menguntungkan bagi Kebo Anabrang yang lebih piawai berenang. Ronggolawe di ujung maut, lehernya dicekik Kebo Anabrang sampai tewas.
Lembu Sora yang melihat kejadian itu berada di persimpangan jalan. Lembu Sora memang berada di kubu Majapahit, tapi Ronggolawe adalah keponakan yang dikasihinya. Kehilangan kendali, Lembu Sora menikam Kebo Anabrang sampai mati.
Ronggolawe Pahlawan Tuban dan Majapahit
Kebo Anabrang dan Ronggolawe sama-sama tewas di Sungai Tambak Beras yang banjir darah akibat duel antara dua ksatria Majapahit tersebut.
Keduanya adalah sosok yang pernah amat berjasa untuk Majapahit. Upacara kematian Ronggolawe dan Kebo Anabrang pun dilaksanakan sebagaimana mestinya sebagai penghormatan terakhir bagi mereka.
Jenazah Adipati Ronggolawe dan Kebo Anabrang disucikan, dibakar, kemudian abunya dibuang ke laut.
Afifudin Khoirul Anwar dalam artikel berjudul "Rehabilitasi untuk Ranggalawe, Sang Adipati Tuban" (2020) yang dimuat di laman Institute for Javanese Islam Research menuliskan, Ranggalawe tetap dianggap menjadi pahlawan bagi Majapahit.
Raden Wijaya mengampuni semua anggota pasukan Ranggalawe dari Tuban yang terlibat pertempuran tersebut. Bahkan keturunan Ranggalawe masih diberi wewenang untuk memimpin Tuban.
Editor: Agung DH