tirto.id - Penyakit atrofi otak (cerebral atrophy) adalah penyakit yang membuat seseorang kehilangan neuron pada otak, termasuk koneksi antarneuron, sehingga volume otak menyusut. Ada sejumlah penyebab dan gejala penyakit atrofi otak. Lalu, bagaimana cara mengatasinya?
Neuron adalah satuan kerja utama pada sel saraf yang berguna dalam penghantaran impuls listrik ketika terjadi suatu stimulus atau rangsangan. Jutaan neuron dalam keadaan normal akan membentuk suatu sistem saraf.
Adanya masalah pada neuron ini membuat berbagai gejala bagi penderitanya. Gejala dapat bersifat ringan hingga berat tergantung proses atrofi yang terjadi di otak.
Anna M. Hedman, dkk dalam studi berjudul Human Brain Changes Across the Life Span: A Review of 56 Longitudinal Magnetic Resonance Imaging Studies memaparkan, penurunan volume otak diperkirakan terjadi sekira 0,2 persen tiap tahun pada orang dengan usia di atas 35 tahun.
Peningkatan penyusutan otak akan mencapai hingga 0,5 persen per tahun saat sudah menginjak usia 60 tahun. Adapun di kalangan orang berusia di atas 60 tahun, penurunan volume otak dapat meningkat menjadi lebih dari 0,5 persen per tahun.
Penyebab Atrofi Otak
Penyebab atrofi otak beragam. Penyusutan volume otak bisa terjadi karena penuaan, gangguan neurodegeneratif, dan penyakit lain yang berisiko pada kerusakan otak. Dampak atrofi otak terlihat dalam penurunan kemampuan berpikir (kognitif) dan bergerak (motorik).
Atrofi otak memiliki dua jenis serangan, yaitu kerusakan terjadi di satu area otak, atau secara umum kerusakan tersebut meluas sampai ke seluruh bagian otak.
Bagian otak yang mengalami atrofi terutama pada lobus prefrontal, temporal, dan parietal. Semakin parah atrofi otak terjadi, seseorang akan menurun kualitas hidupnya karena mengalami berbagai kesulitan melakukan pekerjaan sehari-hari.
Penyusutan volume otak dianggap wajar jika kejadiannya karena penuaan. Penyebutan atrofi otak lebih ditujukan bagi seseorang yang mengalami berbagai masalah akibat atrofi.
Di sisi lain, atrofi otak dapat pula dipicu oleh berbagai indikasi kesehatan yang dialami seseorang. Faktor pencetus tersebut antara lain penyakit alzheimer, cedera otak, infeksi otak, stroke, AIDS, penyakit sistemik, faktor genetik, kekurangan nutrisi, hingga cerebral palsy.
Gejala Atrofi Otak
Situs Cleveland Clinic menyebutkan gejala atrofi otak bervariasi tergantung bagian otak yang mengalami penyusutan. Gejala dapat terjadi secara ringan hingga berat.
Variasi ciri-ciri atrofi otak di antaranya muncul kondisi sebagai berikut:
1. Afasia
- Kesulitan berbicara
- Kesulitan menulis
- Ketidakmampuan memahami arti kata-kata
2. Demensia
- Halusinasi.
- Kehilangan kemampuan berbahasa
- Masalah dalam mengingat
- Perubahan suasana hati dan kepribadian.
- Sering berprasangka buruk
3. Kejang
- Rasa pahit
- Kejang
- Penurunan kesadaran
- Tubuh kejang
- Gigi mengatup
Diagnosis atrofi otak dapat ditunjang dengan pemindaian menggunakan MRI. Kondisi atrofi otak bisa dideteksi oleh hasil pencitraan resonansi magnetik.
Pendeteksian lainnya yaitu menggunakan tomografi komputer. Hanya saja, hasil pencitraan MRI memiliki sensitivitas lebih tinggi dalam mengungkap kerusakan di otak akibat atrofi dibanding tomografi.
Cara Mengatasi Atrofi Otak
Kondisi otak yang telah mengalami atrofi tidak mungkin dikembalikan lagi seperti sedia kala. Namun, mencegah kerusakan otak, terutama dengan menghindari stroke, dapat mengurangi tingkat atrofi otak yang mungkin berkembangkan dari waktu ke waktu.
Very Well Health menulis, beberapa peneliti menyarankan bahwa strategi gaya hidup sehat dapat meminimalkan atrofi yang biasanya terkait dengan penuaan.
Ada dua jenis upaya yang dilakukan oleh ahli medis untuk membantu mengurangi keparahan atrofi otak yaitu dengan konsumsi obat dan gaya hidup sehat. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Konsumsi obat
Obat resep yang digunakan untuk pencegahan stroke dapat membantu mencegah atrofi, seperti:
- Pengencer darah
- Agen penurun kolesterol
- Obat antihipertensi
Obat-obatan tersebut tidak cocok untuk semua orang, tetapi dapat bermanfaat jika penderita atrofi otak memiliki faktor risiko tertentu.
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati penyakit Alzheimer, termasuk Aricept (donepezil) dan Namenda (memantine), dapat membantu memperlambat atrofi, tetapi efeknya diyakini kecil, jika ada.
2. Gaya hidup sehat
Menerapkan gaya hidup sehat seperti dengan rutin berolahraga, diet rendah kolesterol, kontrol gula darah, dan menjaga berat badan dapat mencegah atau mengurangi kecepatan atrofi otak. Kebiasaan hidup sehat bisa mengurangi efek peradangan pada otak.
Lemak tertentu, khususnya lemak trans, memiliki efek yang berbahaya bagi tubuh dan dapat meningkatkan risiko stroke. Oleh karena itu, menghindari lemak trans dapat membantu mencegah stroke dan, akibatnya, atrofi otak.
Manajemen stres juga dapat mengurangi atrofi otak karena stres emosional dikaitkan dengan kondisi seperti hipertensi, penyakit jantung, dan stroke-yang semuanya menyebabkan demensia vaskular. Terlebih, para peneliti mulai melihat bukti bahwa stres juga dapat menyebabkan demensia.
Penulis: Ilham Choirul Anwar
Editor: Balqis Fallahnda & Addi M Idhom