tirto.id - Emha Ainun Nadjib atau yang kerap disapa Cak Nun dilarikan ke rumah sakit pada Kamis (6/7/2023) akibat pendarahan otak. Akibat kondisinya itu, Cak Nun harus mendapatkan perawatan intensif di RSUP Dr Sardjito, Sleman, Yogyakarta sejak kemarin.
Menurut mantan sekretaris Cak Nun, Nur Janis Langgabuana, penyebab Cak Nun alami pendarahan otak diduga karena faktor usia dan kelelahan. Ia mengungkapkan bahwa sebelum hilang kesadaran dan dilarikan ke rumah sakit, Cak Nun memang disibukkan dengan berbagai agenda.
"Mungkin karena kelelahan, karena memang Cak Nun harus dijaga secara fisik, kan Cak Nun usianya 70 tahun. Kecapaian sehingga ada sedikit pendarahan di otak terus kemudian dibawa ke rumah sakit," kata Nur Janis, seperti yang dikutip dari Antara, Jumat (7/7/2023)
Kabar baiknya, berdasarkan keterangan terbaru Nur Janis, Cak Nun kini dalam kondisi yang lebih baik. Ia mengaku memperoleh kabar dari adik sekaligus manajer Cak Nun, bahwa budayawan itu kini sudah sadar dan bisa diajak berkomunikasi meskipun terbatas.
"Sekarang sudah lebih baik dari kabar yang saya dapat pukul 17.00 WIB tadi. Kalau tadi membaik, sekarang lebih baik lagi," katanya pada pagi hari tadi.
Penyebab Pendarahan Otak yang Dialami Cak Nun
Pendarahan otak yang dialami Cak Nun adalah kondisi berbahaya yang disebabkan oleh berbagai faktor. Mirip seperti keterangan Nur Janis beberapa waktu lalu, pendarahan otak seperti yang dialami Cak Nun juga bisa disebabkan oleh faktor usia.
Dikutip dari Codman Surgical, hal ini terjadi karena otak mengalami atrofi atau penyusutan volume seiring bertambahnya usia. Atrofi ditandai dengan hilangnya sel-sel otak yang dinamakan neuron.
Neuron adalah bagian otak yang berfungsi dalam mengirimkan sinyal-sinyal dan memungkinkan setiap sel otak saling berkomunikasi. Akibat hilangnya neuron ini, penderita mengalami gejala-gejala penuaan, seperti penurunan memori dan penurunan kinerja otak.
Selain itu kondisi ini juga dapat memicu stroke iskemia dan pengembangan lesi pada bagian tertentu otak. Inilah yang menyebabkan seseorang berisiko orang tua lebih tinggi mengalami pendarahan otak dalam kondisi tertentu seperti kelelahan, sakit, stres, atau cedera ringan.
Atrofi otak akibat usia juga menjadi penyebab umum dari pendarahan intrakranial dengan jumlah kasus mencapai 70 persen. Atrofi sendiri dapat terjadi karena tingginya tekanan di pembuluh darah seiring bertambahnya usia dan menyebabkan pembuluh darah menjadi longgar.
Selain faktor usia, atrofi juga bisa disebabkan oleh beberapa hal yang dilalui semasa muda. Bisa jadi karena penderita pernah mengalami cedera, infeksi, menjalani pengobatan tertentu, hingga menerapkan gaya hidup tidak sehat semasa muda.
Tanda-Tanda Seseorang Mengalami Pendarahan Otak
Dikutip dari Healthline, beberapa gejala pendarahan otak termasuk:
- tiba-tiba kesemutan, kelemahan, mati rasa, atau kelumpuhan pada wajah;
- pusing dan sakit kepala parah;
- mual dan muntah;
- kebingungan;
- kejang-kejang;
- kehilangan penglihatan atau kesulitan melihat;
- kehilangan kemampuan menelan, menyeimbangkan tubuh, dan koordinasi;
- leher kaku dan sensitif terhadap cahaya.
Cara Mencegah Pendarahan Otak di Usia Lanjut
Pendarahan otak bisa sangat berbahaya jika terjadi pada orang yang lanjut usia. Pada kasus terburuk, pendarahan otak di usia lanjut bisa mengancam jiwa.
Dikutip dari Cleveland Clinic, hingga saat ini tingkat keseriusan pendarahan otak pada lansia tidak bisa diprediksi tergantung dari lokasi, penyebab, dan ukuran pendarahan.
Pendarahan otak bisa terjadi dengan tiba-tiba tanpa peringatan apa pun. Oleh karena itu, cara terbaik untuk terhindar dari pendarahan otak adalah dengan cara mencegahnya.
Penderita bisa mencegah pendarahan otak dengan menerapkan gaya hidup sehat, termasuk:
- mengelola tekanan darah tetap dalam batas normal;
- menurunkan kadar kolesterol;
- menurunkan berat badan berlebih;
- menghindari alkohol dan rokok;
- mengonsumsi makanan sehat;
- olahraga secara teratur;
- rutin melakukan check up setidaknya sebanyak 6 bulan hingga 1 tahun sekali;
- mengatur kadar gula darah bagi penderita diabetes.
Editor: Yantina Debora