tirto.id - Prabowo Subianto, Calon Presiden urutan kedua, menyebutkan bahwa dirinya tidak mengikuti paham neolib (neoliberalisme) dalam debat capres terakhir yang digelar KPU Minggu (4/2/2024).
Capres yang berumur 71 tahun ini menjabarkan tentang peran pemerintah yang harus jadi garda terdepan dalam pelestarian budaya.
Lantas, apa itu arti neolib yang disebut Prabowo dalam debat capres terakhir?
Debat kelima (terakhir) capres dalam rangkaian Pemilu 2024 digelar pada Minggu, 4 Februari 2024 kemarin. Para Capres dipertemukan di Jakarta Convention Center (JCC) untuk membahas tema-tema tertentu, misalnya kebudayaan.
Panelis melalui segmen kedua mempertanyakan terkait hal ini. Pernyataan mereka mengarah pada sudut pandang bahwa budaya bisa tumbuh dan berkembang seandainya individu punya kebebasan berkreasi.
Adapun Prabowo selaku paslon nomor dua menyatakan perbedaannya dengan paham tersebut.
“Saya agak berbeda, saya tidak ikut paham neolib (neoliberalisme), pemerintah bukan hanya regulator, pemerintah di depan, pelopor, intervensi, bila perlu bekerja untuk rakyat, membantu, dan di bidang budaya pemerintah juga harus di depan menjaga, melestarikan semua budaya kita di semua bidang,” ujarnya, dikutip dari Antaranews.
Calon presiden nomor urut dua ini juga menyampaikan terkait budaya yang menjadi jati diri serta karakter bangsa. Ia mengklaim pula bahwa budaya mesti dijaga, dilestarikan, dibanggakan, dan dihormati, demi menjaga jati diri tersebut.
Apa Itu Neolib yang Disebut Prabowo di Debat Capres Terakhir?
Pernyataan tentang tidak mengikuti paham neolib diungkapkan oleh Prabowo Subianto dalam debat capres Minggu (4/2/2024) lalu. Neolib atau neoliberalisme ini merujuk pada kebebasan individu lewat penurunan tingkat intervensi.
Neoliberalisme adalah pandangan ekonomi dan politik yang menekankan pada pasar bebas, privatisasi, deregulasi, dan pemangkasan peran pemerintah dalam ekonomi. Pendekatan ini menganggap bahwa pasar bebas dapat mencapai efisiensi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Contoh neoliberalisme adalah kebijakan privatisasi perusahaan milik negara, deregulasi pasar keuangan, dan pengurangan subsidi pemerintah dalam neoliberalisme.
Mengutip Britannica, neolib adalah paham ataupun konsep yang fokus pada nilai persaingan bebas. Ideologi tersebut diklaim mampu menciptakan pasar bebas demi memperoleh sumber daya efisien serta menekan intervensi di sektor ekonomi-sosial.
Pandangan berkehidupan dan bernegara ini sudah terbit sejak 1930an silam di Jerman. Saat dunia mengalami kebangkrutan, ahli ekonom yang dijuluki “Aliran Freiberg” menyebarkan paham neoliberalisme untuk menggantikan liberalisme klasik.
Liberalisme klasik yang dikenal sebagai pasar bebas murni dapat menghambat persaingan lantaran mereka dengan status atau privilege tinggi akan menekan yang lemah, sebagaimana ungkapan Alexander Rustow dalam “Free Economy-Strong State”.
Berbeda dari itu, paham neolib dibesut dengan dasar yang lebih moderat sekaligus pragmatis dibanding gagasan sebelumnya. Memfokuskan ideologi terhadap penolakan pasar bebas murni yang penuh intervensi dan menitikberatkan nilai kemanusiaan (humanistik).
Pertumbuhan neoliberalisme di Jerman memang menghasilkan sejumlah hasil positif bagi kehidupan mereka kala itu. Namun, paham tersebut mengalami konotasi negatif lantaran dipraktekkan di kawasan Amerika, tepatnya Chili.
Setidaknya mulai tahun 1980-an, neoliberalisme dipakai untuk menihilkan peran negara dan murni membahas fundamentalisme pasar. Kejadian ini berbanding seratus delapan puluh derajat jika dipantau lewat perkembangannya di Jerman.
Berhubungan dengan konsep di atas, Prabowo menjabarkan mengenai neolib dalam debat capres kelima kemarin. Jika mengacu pada pandangannya yang berbeda, berarti Prabowo tetap ingin menjalankan intervensi tertentu melalui pemerintah demi mempertahankan serta melestarikan kebudayaan Indonesia.
Hal tersebut dijalankan untuk menjaga jati diri bangsa dan negara, sesuatu yang diklaim harus dihormati, dibanggakan, serta dilestarikan.
Penulis: Yuda Prinada
Editor: Yulaika Ramadhani