tirto.id - Sejak Undang-Undang No. 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan berlaku, mereka yang berhak dikebumikan di TMP Kalibata adalah yang bergelar pahlawan nasional, peraih bintang republik, mahaputera, dan gerilya.
Mereka berasal dari sipil maupun militer. Namun, jumlah militerlah yang paling banyak. Terutama dari Angkatan Darat.
Dari 9.789 pusara atau 9.813 jenazah, ada 6.905 makam dari TNI AD, atau sekitar 70 persen. Jumlah terbanyak kedua dari TNI Angkatan Laut, 944 makam (945 jasad). Dan ketiga dari TNI Angkatan Udara, 605 makam.
Selain serdadu, anggota kepolisian juga ikut dimakamkan di sana, yakni 456 makam. Lainnya, seperti tertulis dari data Dirjen Pemberdayaan Sosial dari Kementerian Sosial, adalah “badan pejuang”, yakni mereka yang pernah ikut dalam perang kemerdekaan, sebanyak 796 makam (819 jasad). Ada pula makam "pahlawan tak dikenal" sebanyak 42 pusara (43 jasad).
Sementara dari 169 peraih gelar pahlawan nasional, hanya 40 yang dikuburkan di TMP Kalibata.
Perbandingan laki-laki dan perempuan juga sangat jauh: 9.661 laki-laki dan 152 perempuan.
Jumlah pusara belum tentu menunjukkan jumlah jasad. Ada satu makam berisi dua jasad, bahkan ada satu pusara memuat 21 jasad. Makam ini berisi jenazah pejuang "Pahlawan Kapal Tudjuh," merujuk peristiwa pemberontakan di atas kapal angkatan laut HNLMS De Zeven Provinciën milik Angkatan Laut Kerajaan Belanda (Koninlijke Marine) di lepas pantai Sumatera pada 5 Februari 1933. Jasad mereka dimakamkan di TMP Kalibata dalam satu pusara.
Selain pahlawan nasional dan pejuang yang tewas dalam perang kemerdekaan, ada pula serdadu Jepang yang terbaring di TMP Kalibata. Mereka dinilai memilih bergabung dengan Indonesia dan berjasa dalam perang kemerdekaan 1945-1949. Tercatat ada 27 pejuang Jepang, tersebar di sejumlah blok atau petak. Pejuang Jepang terakhir yang disemayamkan di Kalibata adalah Eiji Miyara, alias Umar Hartono, pada 16 Oktober 2013. Eiji bersemayam di Blok AA dengan nomor makam 252.
Kini pekuburan pahlawan itu penuh, menurut Bahder Husni dari Kemensos. Sejak UU No. 20/ 2009 berlaku, kriteria yang berhak dikuburkan di TMP Kalibata diperketat. Tak ada lagi pensiunan TNI maupun Polri bisa dimakamkan di tempat itu jika tak memiliki tanda jasa.
“Entah sipil atau militer, yang penting kewarganegaraan Indonesia dan dia mendapatkan bintang penghargaan,” ujar Husni.
Sayangnya Kemensos tak memiliki data pasti berapa jumlah peraih penghargaan yang dimakamkan di TMP Kalibata.
Data menyeluruh bagi mereka yang mendapat penghargaan dan dikuburkan di TMP Kalibata dipegang oleh Garnisun I di bawah Mabes TNI. Prosedurnya, bagi yang berhak dimakamkan di sana, sesuai kriteria dan kadang-kadang diskresi presiden, harus mengurus administrasi di Garnisun. Adapun peran Dirjen Pemberdayaan Sosial hanya mengelola termasuk membantu menyiapkan lahad.
Menariknya, di antara semua demografi penghuni TMP Kalibata, ada pula anomali. Jasad Alimin bin Prawirodirdjo, tokoh Partai Komunis Indonesia yang meninggal pada 1964, terbaring di sana. Oleh Sukarno, Alimin diberi gelar pahlawan nasional, yang bisa Anda tengok pusaranya di Blok E, berdekatan dengan lima pusara "pahlawan revolusi".
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam