tirto.id - Jejeran pusara para pahlawan itu tersusun rapi. Kebanyakan adalah jasad tentara yang gugur di palagan. Pembeda dari kebanyakan makam, di tiap nisan mereka tertulis pangkat dan nomor registrasi pokok dalam dinas ketentaraan mereka. Di bagian kepala, tertelungkup topi baja berwarna perak. Dan buat mengetahui agama mereka, tengoklah batu nisannya: kubah masjid, oval, dan salib.
“Yang salib dan oval itu adalah makam Kristen dan Hindu,” ujar Sugiarto, petugas keamanan Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata selagi menemani reporter Tirto ke pusara serdadu Jepang yang turut berjuang demi kemerdekaan Indonesia di Blok H & I.
“Banyak wisatawan Jepang juga suka berziarah ke makam-makam ini,” katanya.
Sebelum Anda bebas mengulik informasi ke pemakaman pahlawan di Kalibata, Jakarta Selatan, Anda harus seizin Kementerian Sosial sebagai pengelola seluruh makam pahlawan di Indonesia, serta harus lewat tembusan dari Garnisun I Jakarta di bawah Mabes TNI yang mengurusi gelar pahlawan.
Hartono Laras, Dirjen Pemberdayaan Sosial dari Kementerian Sosial, mengutarakan pada 26 Januari lalu bahwa lahan di TMP Kalibata sudah sesak dan pihaknya merencanakan perluasan areal makam. Lahan sekarang seluas 25 hektare, dihuni 9.789 makam atau 9.813 jenazah, yang hanya muat untuk sekitar 11 ribu makam.
Memasuki areal pemakaman, selepas Anda menuruni anak tangga dan diorama nama-nama orang yang terkubur di sana, terhampar ratusan pusara dengan helm tentara berjajar rapi. Areal di blok A dan B sudah sesak dan tak mungkin lagi dihuni jasad baru—kecuali lewat cara ditumpuk.
Sementara di Blok Tim-Tim, pembaringan terakhir eks-serdadu Indonesia yang bertugas di wilayah merdeka Timor Leste, masih ada ruang bagi makam baru. Di blok inilah pusara mendiang Hasri Ainun Habibie, istri wakil presiden Bacharuddin Jusuf Habibie, berbaring. Selain Ainun, di arel yang sama, ada pula pusara Bustanil Arifin, mantan Kepala Badan Urusan Logistik era Orde Baru. Keduanya bertabur bunga.
“Pak Habibie setiap hari Jumat memang berziarah ke sini,” kata Arif, petugas keamanan TMP Kalibata. “Biasanya jam 9 sampai jam 10 pagi.”
Kondisi pusara di masing-masing blok memang sudah penuh. Dari 27 blok, hanya blok Y dan Z yang masih agak lengang buat dipakai jenazah baru. Namun, menurut Bahder Husni dari TMP Kalibata, kapasitas dua blok itu hanya cukup menampung 793 makam baru.
“Yang Blok Y, sisa 226 makam, dan 567 makam untuk blok Z,” katanya.
Dari jumlah itu, ia memperkirakan, daya tampung makam pahlawan Kalibata akan penuh dalam tiga tahun ke depan. “Maka kami kepikiran harus pindah ke tempat yang bisa menampung banyak makam.”
Para Bintang Berebut Lahad
Faktor areal TMP Kalibata makin padat pusara lantaran banyak pensiunan tentara dan kepolisian ikut dikuburkan di sana. Padahal jatah makam itu diperuntukkan mereka yang menyandang gelar pahlawan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan. Salah satunya mengatur hanya orang bergelar pahlawan nasional, bintang republik, dan bintang mahaputera yang berhak dikuburkan di TMP Kalibata (pasal 33 ayat 6).
Aturan itu menolong pihak pengurus makam, karena diakui Bahder Husni, sebelum ada beleid tersebut, “hampir semua pensiunan Polri saja bisa masuk sini.”
“Yang berhak dimakamkan di Taman Makam Pahlawan pun sudah diperketat,” ia menegaskan.
Tetapi undang-undang tersebut menuai kontroversi. Pada 2011, para pensiunan yang mengatasnamakan Legiun Veteran Republik Indonesia mengajukan uji materi undang-undang itu ke Mahkamah Konstitusi. Mereka mempersoalkan sejumlah pasal yang dinilai merugikan “hak konstitusional” mereka, termasuk penyandang bintang gerilya tidak bisa lagi dikuburkan di TMP Kalibata.
Sayidiman Suryohadiprojo, satu dari tiga saksi pemohon uji materi, mengungkapkan aturan terbaru itu “tidak berpihak kepada para legiun veteran.” Ia menulis pada 17 Februari 2010 bahwa undang-undang itu “aneh” lantaran, dari empat pasal yang digugat Legiun Veteran, “tidak memberi ruang” bagi peraih bintang gerilya dimakamkan di taman makam pahlawan nasional utama yang terletak di ibukota negara—alias TMP Kalibata. Keempat pasal yang dievaluasi ke MK itu ialah pasal 4 ayat 1, pasal 7 (1), pasal 33 (6), dan pasal 43 (7).
Gugatan uji materi itu pun akhirnya dimenangkan Legiun Veteran. Pada akhirnya, mereka yang berhak menghuni makam pahlawan Kalibata termasuk pejuang veteran peraih bintang gerilya.
Mengabaikan UU Pahlawan
Sejauh ini mereka yang terbaring di TMP Kalibata adalah para prajurit dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, selain kepolisian, “tokoh nasional”, “badan pejuang”, dan “pahlawan tak dikenal”.
Jumlahnya 9.812 jasad, plus satu jasad yang terakhir dikuburkan, yakni Pratu Herlan dari kesatuan Brigade 17, pada 27 Januari 2017. Brigade 17 ialah sebutan tentara pelajar untuk wilayah Jawa Timur yang ikut berjuang pada masa perang kemerdekaan (1945–1949).
Dari jumlah itu, yang terbanyak dimakamkan adalah tentara angkatan darat. Dari perbandingan gender, jumlah laki-laki jauh lebih banyak ketimbang perempuan: 9.661 berbanding 152.
Meski sudah ada aturan terperinci mengenai penghuni yang layak disemayamkan di TMP Kalibata sejak undang-undang tahun 2009, tetapi kerap ada pengecualian khusus saban prajurit TNI tewas saat menjalankan tugas juga bisa dimakamkan di sana.
Contohnya tahun lalu ketika Helikopter TNI AD mengalami kecelakaan di Poso, Sulawesi Tengah. Atas instruksi Presiden, ke-13 korban kecelakaan itu dimakamkan di TMP Kalibata.
“Itu diskresi Presiden,” ujar Bambang Pujianto, kepala seksi pengelola TMP Nasional, kepada reporter Tirto, Selasa (31/01). “Enggak berani yang nolak. Kalau yang wajar meninggalnya harus ada izin dari Garnisun.”
Kementerian Sosial mengklaim tak memiliki data orang-orang yang dikubur di makam Kalibata tanpa bintang tanda jasa maupun prajurit TNI atas instruksi presiden. Data itu hanya dimiliki Garnisun I Jakarta serta Sekretaris Militer Presiden.
Asvi Warman Adam, sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, berpendapat bahwa penghormatan terhadap mereka yang gugur saat bertugas bisa lewat cara lain, tak mesti dimakamkan di TMP Kalibata. Menurutnya, kriteria jenazah di TMP Kalibata tetap harus mengacu pada undang-undang tersebut: hanya untuk yang bergelar pahlawan nasional, penyandang bintang republik, bintang mahaputera, dan bintang gerilya.
“Banyak bentuk penghargaan yang lain,” ujar Asvi. “Misalnya nama gedung atau nama jalan.”
Sebagai pelengkap, sila baca serial laporan Tirto tentang pahlawan pada November 2016.
Penulis: Arbi Sumandoyo
Editor: Fahri Salam