tirto.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga mantan staf khusus Menteri Ketenagakerjaan era Hanif Dhakiri sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pada rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di Kementerian Ketenagakerjaan.
Salah satu dari tiga saksi eks stafsus saat ini menjabat sebagai anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion. Akan tetapi, Mafirion tidak hadir dalam pemeriksaan yang telah dijadwalkan.
Adapun kedua mantan stafsus Menaker yang hadir hanya Maria Magdalena S. (MMS) dan Nur Nadlifah (NRN).
“Hari ini dipanggil tiga orang saksi, dua orang memenuhi panggilan, dan satu orang lainnya meminta untuk penjadwalan ulang karena ada keperluan lain yang tidak bisa ditinggalkan,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, pada Selasa (15/7/2025).

Budi mengatakan pemeriksaan yang dilakukan masih berfokus pada klarifikasi dugaan praktik pemerasan terkait pengurusan perizinan TKA dalam periode jabatan para saksi. Adapun, katanya, pemeriksaan masih dilakukan secara umum.
Lebih jauh, KPK juga membuka peluang soal pemanggilan eks Menaker Hanif. Budi menyebut hal itu akan sangat bergantung pada hasil pemeriksaan terhadap para saksi yang dihadirkan.
“Kami masih akan melihat dulu hasil pemeriksaan hari ini seperti apa, tentu akan didalami dan nanti dilihat kebutuhan penyidik seperti apa untuk memanggil pihak-pihak untuk kemudian dimintai keterangan berikutnya,” ujarnya.
Dalam kasus ini, KPK telah mengungkapkan identitas delapan orang tersangka pada (5/6/2025).
Ke-8 tersangka itu adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kemnaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari pemerasan pengurusan RPTKA. RPTKA merupakan persyaratan yang harus dipenuhi oleh tenaga kerja asing agar dapat bekerja di Indonesia.
Bila RPTKA tidak diterbitkan Kemnaker, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat sehingga para tenaga kerja asing akan dikenai denda sebesar Rp1 juta per hari. Dengan begitu, pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada tersangka.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































