tirto.id - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menilai pernyataan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang meragukan kebenaran pemerkosaan massal saat kejadian 1998 sebagai bentuk penyangkalan terhadap fakta sejarah. Pernyataan ini juga, disebutnya sebagai pernyataan kosong.
Usman beralasan, pernyataan Fadli Zon tidak hanya keliru, tetapi juga mengabaikan pengakuan resmi tragedi tersebut sebagai pelanggaran hak asasi manusia berat. Usman mengingatkan, peristiwa pemerkosaan juga telah diselidiki oleh Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang dibentuk oleh pemerintah dan didukung oleh sejumlah kementerian.
“Itu diputuskan secara bersama oleh Menteri Pertahanan, Keamanan, Panglima Angkatan Bersenjata, Menteri Kehakiman, Menteri Dalam Negeri, Menteri Luar Negeri, Menteri Negara Peranan Wanita, dan Jaksa Agung. Jadi ada otoritas yang mengetahui kebenaran peristiwa itu. Dengan demikian, pernyataan Menteri Kebudayaan kehilangan kredibilitasnya,” tutur Usman dalam konferensi pers daring pada Jumat (13/6/2025).
Dia menyamakan sikap tersebut seperti pernyataan Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas), Yusril Ihza Mahendra, yang pernah menyebut tragedi 98 tidak masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat pada masa awal jabatannya sebagai menteri.
“Itu sama seperti Menteri Koordinator Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, Lembaga Pemasyarakatan dan Imigrasi Yusril Ihza Mahendra, yang pada hari pertama setelah dilantik dalam kabinet pemerintahnya sekarang, menyangkal bahwa tragedi 98 adalah pelanggaran HAM berat,” ujar Usman.
Lebih jauh, Usman menambahkan, penyelidikan Komnas HAM juga menyimpulkan tiga rangkaian peristiwa besar, yakni saat penembakan mahasiswa, kerusuhan massal, dan penghilangan paksa. Terlebih, pelanggaran tersebut disebut sebagai pelanggaran HAM berat.
“Berkas perkara yang ketiga ini juga disimpulkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat. Nah, jadi seharusnya pemerintah merujuk pada otoritas yang mengetahui kebenarannya,” ujar Usman
Selain itu, Usman juga mengingatkan pemerintah soal delapan rekomendasi dari TGPF, yang hingga kini belum sepenuhnya dijalankan. Adapun, dalam laporan TGPF disebutkan sedikitnya ada 92 kasus kekerasan seksual yang terdata, termasuk 53 kasus perkosaan disertai penganiayaan
“Tentu, soalnya bukan sekedar angka, satu saja perempuan diperkosa, itu adalah tragedi, dan itu adalah pelanggaran perantakasasi manusia. Jadi, saya kira pernyataan Menteri ini lebih tampil sebagai penyangkalan,” tutup Usman.
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Andrian Pratama Taher
Masuk tirto.id


































