tirto.id - Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan pihaknya menghormati putusan hakim terhadap Ferdy Sambo. Amnesty menilai majelis telah berusaha untuk memenuhi rasa keadilan korban dan juga khalayak.
Ia menyatakan hakim bisa lebih adil, tanpa harus memvonis mati si terdakwa pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua Hutabarat itu.
"Perbuatannya (Sambo) memang tergolong kejahatan yang serius dan sulit ditoleransi. Terlebih kapasitasnya sebagai kepala dari 'polisinya' polisi. Komnas HAM menyebut kasus ini sebagai extrajudicial killing atau pembunuhan di luar putusan pengadilan," ucap Usman dalam keterangan tertulis, Senin, 13 Februari 2023.
"Artinya perbuatan itu tergolong kejahatan di bawah hukum internasional. Meski Sambo perlu dihukum berat, ia tetap berhak untuk hidup," sambung Usman.
Amnesty tidak anti penghukuman, tapi bersepakat bahwa segala bentuk kejahatan di bawah hukum internasional yang dilakukan aparat negara harus dihukum berat, tetapi tetap harus adil, tanpa harus menjatuhkan hukuman mati.
Usman menilai vonis mati adalah hukuman yang ketinggalan zaman. Pemerintah sebaiknya fokus membenahi keseluruhan sistem penegakan akuntabilitas aparat keamanan yang terlibat kejahatan. Jangan melanggengkan impunitas atas kejahatan serius yang dilakukan oleh aparatur negara atas nama apapun, bahkan dalam keadaan darurat sekali pun.
Amnesty mencatat kasus pembunuhan di luar hukum yang melibatkan aparat kerap tidak diusut tuntas. Hukuman mati bukan jalan pintas untuk membenahi akuntabilitas kepolisian sebagai penegak hukum. Perkara Sambo bukanlah kasus pembunuhan di luar hukum pertama yang melibatkan polisi.
"Kasus ini seharusnya menjadi pengingat bagi kepolisian untuk segera melakukan pembenahan serius secara internal," kata Usman.
Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Wahyu Iman Santoso memutuskan hukuman mati bagi Sambo.
Dalam pertimbangannya, hakim menyebut bahwa tidak ada bukti yang cukup atas adanya kekerasan seksual di Magelang yang selama ini diklaim sebagai motif pembunuhan berencana terhadap Yosua.
"Tidak ada bukti pendukung yang mengarah pada kejadian valid adanya kekerasan seksual," jelas Wahyu.
Lantas berdasar sejumlah bukti, keterangan saksi serta keterangan ahli, hakim meyakini bahwa Sambo turut menembak Yosua dan ketika menembak ia mengenakan sarung tangan hitam.
Jaksa sempat menuntut Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup. Jaksa menilai Sambo terbukti melanggar Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 KUHP dan Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Fahreza Rizky