tirto.id - Amnesty International Indonesia mengkritisi pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menyebut aksi unjuk rasa harus ada izin. Pernyataan Prabowo itu dinilai keliru dan tak memahami konstitusi.
Juru Bicara Amnesty International Indonesia, Haeril Halim, mengatakan pernyataan Prabowo tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas. Menurut Haeril, masyarakat yang ingin demo, hanya perlu memberi pemberitahuan tertulis kepada kepolisian, bukan surat perizinan.
“Statement tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas dan berpotensi ditafsirkan polisi untuk membatasi hak setiap orang untuk berkumpul dan menyatakan pendapat di depan umum,” kata Haeril saat dihubungi Tirto, Selasa (2/9/2025).
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, polisi tidak berkewajiban untuk memberi izin atau melarang seseorang untuk melakukan aksi demo. Dia menambahkan polisi hanya bertugas untuk memberikan perlindungan keamanan terhadap massa aksi.
Haeril menekankan polisi tidak bisa menggunakan surat pemberitahuan itu untuk membatasi hak setiap masyarakat untuk berdemonstrasi. Surat pemberitahuan aksi demo itu mesti dijadikan dasar bagi polisi untuk membuat persiapan dalam memfasilitasi keamanan selama aktivitas unjuk rasa.
“Misalnya, melindungi hak dan kebebasan orang lain, atau menegakkan keselamatan publik dan/atau ketertiban umum,” ucap Haeril.
Haeril memandang Prabowo belum memahami dengan baik terkait aturan hak menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin oleh konstitusi.
“Iya itu keliru dan pernyataan itu belum mencerminkan pemahaman yang baik akan hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang dijamin oleh konstitusi dan instrumen hukum internasional lainnya,” tutur Haeril.
Senada, Wakil Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Arif Maulana mengatakan demo tidak membutuhkan izin kepolisian. Pada dasarnya, kata dia, unjuk rasa bagian dari hak sipil politik masyarakat yang seharusnya wajib dilindungi oleh aparat keamanan.
Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 9 Tahun 1998 mengatur bahwa siapa pun yang menghalangi hak menyampaikan pendapat di muka umum, dapat dipidana penjara satu tahun.
“Pasal 18 UU No 9 Tahun 1998 mengatur sanksi pidana bagi siapa saja yang menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan pidana penjara paling lama 1 tahun,” kata Arif.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menyatakan aksi unjuk rasa diperbolehkan berdasarkan undang-undang. Namun, sejumlah syarat harus dijalankan para pedemo, salah satunya adalah izin penyelenggaraan.
“Undang-undang mengatakan, kalau mau demonstrasi harus minta izin, dan izin harus dikasih, dan berhentinya jam 18.00,” ujar Prabowo di RS Bhayangkara Polri, Kramat Jati, Jakarta, Senin (1/9/2025).
Penulis: Nabila Ramadhanty
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama
Masuk tirto.id


































