tirto.id - Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Praswad Nugraha, menyebut Presiden Prabowo Subianto, telah menjadikan KPK sebagai alat politik, dengan memberikan amnesti untuk Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto.
"Menggunakan metode rekonsiliasi politik melalui mekanisme amnesti terhadap perkara korupsi Hasto Kristiyanto adalah sebuah tuduhan serius dari Presiden Prabowo bahwa KPK sudah menjadi alat politik dan tidak lagi melaksanakan proses penegakan hukum secara prudent," kata Praswad dalam keterangan tertulis, Kamis (1/8/2025).
Praswad mengatakan pemberian amnesti ini dapat mendelegitimasi kepercayaan publik terhadap KPK, dan makin menjauhkan harapan masyarakat terhadap keseriusan pemerintah memberantas korupsi.
"Tindakan presiden ini seolah olah mengkonfirmasi bahwa benar perkara Hasto adalah perkara politik dan bukan perkara tindak pidana korupsi, sehingga harus diselesaikan melalui jalur politik yang secara konstitusional disediakan mekanismenya yaitu amnesti," tuturnya.

Dia juga menyinggung soal kasus suap pergantian antarwaktu (PAW) DPR RI 2019 yang menjadikan Hasto sebagai terdakwa ini telah berjalan selama lima tahun. Katanya, kasus untuk meloloskan buron Harun Masiku dalam kursi parlemen ini telah diintervensi bahkan sejak upaya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Harun Masiku dan Hasto 2020 lalu.
"Ada upaya kriminalisasi kepada tim pelaksana operasi di lapangan, bahkan berakhir dengan pemecatan terhadap para penyidik dan penyelidik yang melaksanakan OTT, saya pribadi terlibat dalam surat perintah pengejaran buronan Harun Masiku ke beberapa negara di Asia Tenggara," ujarnya.
Kata Praswad, jika amnesti ini dapat terlaksana, maka hal ini membuktikan bahwa benar perkara Harun Masiku dan Hasto Kristiyanto ini diintervensi oleh politik mulai dari hulu ke hilir, sejak dari malam penangkapan sampai dengan vonis putusan pemidanaan.
Dia menyinggung soal keadilan bagi terpidana lain dalam kasus ini yaitu eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan; eks Kader PDIP, Saeful Bahri; dan eks Anggota Bawaslu, Agustiani Tio. Dia juga mempertanyakan soal status hukum buron Harun Masiku yang belum berhasil ditangkap hingga saat ini.
"Pertanyaan-pertanyaan ini harus dijawab oleh Presiden jika benar akan menggunakan mekanisme amnesti untuk menyelesaikan perkara korupsi," ucapnya.
Lebih lanjut, dia juga mengatakan, Prabowo rentan dituduh melakukan perbuatan tercela karena telah membebaskan koruptor menggunakan langkah amnesti.
"Situasi ini merupakan pukulan yang sangat keras terhadap upaya pemberantasan korupsi, dan sayangnya dilakukan oleh tangan Presiden Prabowo sendiri," ucapnya.
Praswad juga menilai pemberian amnesti ini merupakan upaya Prabowo untuk merangkul oposisi yaitu PDIP. Namun, dia menyayangkan Prabowo harus mengambil langkah yang menjadi pukulan keras bagi upaya pemberantasan korupsi.
"Presiden harus membatalkan Keppres amnesti untuk koruptor, jangan sampai hal ini menjadi preseden baru bagi para koruptor, sebesar apapun korupsinya, setelah divonis bersalah, nanti bisa menggunakan mekanisme amnesti dari presiden agar lolos dari hukuman. Ini akan menjadi preseden buruk yang membuat koruptor akan terdorong menyelesaikan segala persoalan melalui mekanisme politik," pungkasnya.
Terakhir, Praswad berharap Prabowo selaku panglima tertinggi pemberantasan korupsi di Indonesia, dapat melihat situasi ini dengan lebih jernih dan bisa menyelamatkan Indonesia agar tidak terperosok lebih dalam di jurang korupsi.
Penulis: Auliya Umayna Andani
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































