Menuju konten utama
Riset Kesehatan

Alasan Puasa Bisa Tingkatkan Metabolisme Tubuh Menurut Studi

Bagaimana puasa bisa meningkatkan metabolisme tubuh? Berikut penjelasannya berdasarkan hasil studi.

Alasan Puasa Bisa Tingkatkan Metabolisme Tubuh Menurut Studi
Ilustrasi Buka Puasa. foto/istockphoto

tirto.id - Puasa Ramadhan memberikan banyak manfaat bagi kesehatan, salah satunya adalah meningkatkan metabolisme tubuh.

Secara sederhana, metabolisme dapat diartikan sebagai proses pembakaran kalori dari makanan/minuman yang dikonsumsi tubuh untuk menghasilkan energi.

Saat metabolisme meningkat, maka proses pembakaran kalori akan semakin cepat dan akan lebih banyak kalori yang dibakar. Karena itu, metabolisme yang tinggi diyakini dapat membantu penurunan berat badan.

Di sisi lain, perubahan metabolisme rupanya dapat terjadi ketika tubuh sedang berpuasa. Dilansir dari Medical News Today, sebuah studi menunjukkan bahwa puasa memang bisa meningkatkan aktivitas metabolisme di dalam tubuh.

Studi yang dilakukan oleh tim ilmuwan dari Okinawa Institute of Science and Technology Graduate University ini melibatkan empat relawan yang berpuasa selama 58 jam.

Setelah berpuasa, dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan metabolit (hasil metabolisme) pada sampel darah yang diambil dari para partisipan.

Metabolit ini dihasilkan dari sejumlah proses pemecahan senyawa yang ada di dalam tubuh. Hal ini terjadi sebagai akibat tidak adanya asupan makanan dari luar sebagai sumber energi.

Saat berpuasa, tubuh diketahui hanya akan membakar kalori dari makanan yang terakhir dikonsumsi (saat sahur).

Beberapa jam kemudian atau saat kalori sudah habis, tubuh akan mencari sumber energi lain.

Di saat inilah tubuh mulai membakar cadangan glukosa dan simpanan lemak demi menghasilkan energi.

Perubahan Metabolisme Tubuh Selama Puasa

Perubahan pola makan saat puasa akan berdampak pada suplai energi bagi tubuh.

Dilansir dari laman WRP, tubuh baru benar-benar memasuki fase puasa sekitar 8 jam setelah kita mengonsumsi makanan terakhir.

Jika kita sahur sekitar pukul 4 pagi, maka tubuh akan terus mencerna makanan dan membakar kalorinya selama 8 jam pertama atau hingga pukul 12 siang.

Di siang hari inilah tubuh mulai puasa atau tidak ada lagi kalori makanan yang bisa dibakar.

Karena tidak ada suplai makanan dari luar, maka tubuh akan memulai proses glikogenolisis, yaitu pemecahan cadangan glukosa dalam bentuk glikogen yang ada di organ hati. Jika cadangan glukosa ini menipis, terjadilah proses glukoneogenesis.

Glukoneogenesis adalah proses pembentukan glukosa dari bahan selain karbohidrat. Bahan lain tersebut meliputi laktat, gliserol, serta jenis asam amino tertentu.

Salah satu proses glukoneogenesis adalah terjadinya ketosis, yaitu pembentukan keton (sumber energi pengganti glukosa) dengan cara memecah cadangan lemak berupa asam lemak dan gliserol.

Pemecahan dan pembakaran lemak inilah yang dianggap menguntungkan bagi sebagian orang yang sedang diet karena bisa menurunkan berat badan.

Namun, ketika cadangan lemak juga menipis dan habis, maka tubuh akan mencari sumber energi lain lagi.

Kali ini, tubuh akan memecah protein yang ada pada otot. Fase ini sebenarnya tidak sehat dan merugikan karena bisa membuat otot mengecil dan melemah.

Kabar baiknya, puasa Ramadhan dilakukan selama sekitar 13-14 jam saja dan hal ini tidak sampai memaksa tubuh memecah protein.

Puasa Ramadhan hanya membuat tubuh melalui fase pemecahan simpanan lemak saja.

Di sisi lain, pembakaran lemak saat puasa mendatangkan banyak manfaat bagi kesehatan.

Dikutip dari situs Univrab, Prof. Susi Endiri menjelaskan bahwa pemecahan lemak ini dapat membantu menurunkan berat badan, menurunkan kadar kolesterol, meningkatkan sensitivitas insulin, mengontrol gula darah, hingga mengatasi hipertensi.

Baca juga artikel terkait PUASA atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Kesehatan
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Dhita Koesno