Menuju konten utama

Akira Nakai: Jagoan Drift Jadi Legenda Modifikasi Porsche

Akira Nakai memulai titian jadi legenda dari memodifikasi Porsche bekas. Antrian pesanan modifikasi hingga 3 tahun.

Akira Nakai: Jagoan Drift Jadi Legenda Modifikasi Porsche
Akira Nakai. instagram/rwb_seattle

tirto.id - Rambutnya berantakan, celana jeans-nya sobek di bagian lutut, kausnya belel, dan hampir selalu ada rokok putih terapit di jemarinya. Sepintas, dia sama sekali tak terlihat seperti seorang yang termasyhur. Namun, di balik penampilan serba seadanya itu, tersimpan sosok genius yang nyaris tiada dua.

Dia adalah Akira Nakai, modifikator legendaris asal Jepang.

Bagi Nakai, hidup adalah evolusi yang konstan. Itulah mengapa tidak ada satu pun karya modifikasi Nakai yang sama. Semua berbeda karena Nakai di satu detik tidaklah sama dengan Nakai di detik berikutnya.

Tak jarang, dia tiba-tiba berhenti mengerjakan sebuah mobil untuk berpindah ke mobil lainnya karena mendapat inspirasi secara mendadak. Sebelum inspirasi itu lenyap, dia buru-buru mengaplikasikannya pada "kanvas" yang lain.

Kini, sosok Nakai sudah dianggap sebagai legenda. Namun, predikat legenda itu didapatkan pria 53 tahun itu secara tak sengaja. Saat bekerja di sebuah bengkel modifikasi pada pertengahan 1990-an, dia ditugasi menggarap sebuah Porsche. Nakai seketika jatuh cinta pada mobil bikinan Jerman tersebut dan tak pernah lagi memalingkan pandangan. Padahal, Porsche sendiri bukanlah cinta pertama Nakai.

Sebagai pria Jepang yang tumbuh pada dekade 1980-an, Nakai menghabiskan masa mudanya dengan mengulik Toyota AE86 Sprinter Trueno yang dikenal luas sebagai mobil drift. Dia tergabung dalam geng balap bernama Rough World. Geng ini biasa menghabiskan waktu dengan menyayat jalanana di Gunung Tsukuba atau memacu AE86 mereka di sirkuit setempat.

Gaya modifikasi Nakai sangat dipengaruhi oleh gaya mobil-mobil yang digunakan oleh para anggota Rough World. Mobil-mobil itu dibuat ceper dengan sudut camber negatif dan dilengkapi sayap besar serta spakbor lebar. Tak lupa, stiker besar bertuliskan "Rough World" ditempel di bagian atas kaca depan mobil.

Gaya khas itu membuat Nakai dan Rough World meraih ketenaran di dunia otomotif Jepang. Majalah-majalah berlomba meliput mereka. Sesekali, mereka pun tampil dalam film dokumenter.

Bermula dari Porsche 930 Bekas

Memasuki dekade 1990-an, kultur mobil Jepang tak beranjak dari mobil JDM (Japanese domestic market) alias mobil-mobil yang diproduksi hanya untuk dijual di Jepang. Namun, tidak dengan Nakai. Suatu hari, sebuah Porsche 930 yang rusak parah datang ke bengkel modifikasi tempatnya bekerja. Alih-alih memodifikasinya, Nakai justru menawar mobil itu dari pemiliknya.

Sang pemilik Porsche 930 pun bersedia melepas mobilnya dengan harga murah. Mobil itulah yang kemudian jadi titik mula bagi Nakai meniti jalan menjadi seorang modifikator legendaris. Porsche rusak itu direstorasinya sendiri, lalu dimodifikasi dengan gaya AE86 Rough World. Setelah selesai, Nakai memberinya nama "Stella Artois" yang diambil dari merek bir asal Belgia kesukaannya.

Pada 1997, Nakai akhirnya membuka bengkel modifikasi sendiri yang diberinya nama RAUH-Welt BEGRIFF (RWB). "Rauh Welt" sendiri merupakan bahasa Jerman dari nama geng balapnya dulu, "Rough World". Sementara, "Begriff", juga dalam bahasa Jerman, berarti "Ekspresi".

Dari bengkel itulah, Nakai melahirkan karya-karya yang membuatnya jadi salah satu figur otomotif paling ikonik di dunia saat ini.

Konsep dasar semua Porsche yang digarap Nakai di RWB sebenarnya sama. Gaya modifikasi AE86 ala Rough World terus dipakainya hingga saat ini. Yang kemudian menjadi pembeda adalah bentuk sayap, bentuk spakbor, kelir mobil, warna velg, dan stiker yang ditempelkan.

Sampai sekarang, bengkel RWB milik Nakai itu masih bertahan di tempat aslinya. Segala hal yang dicintai oleh Nakai bisa ditemukan di sana. Mobil Porsche dan segala onderdilnya, sebuah jukebox, sebuah mesin slot, tumpukan velg, dan deretan botol Stella Artois kosong yang tertata rapi bisa ditemukan di bagian yang menjadi tempat Nakai berkantor. Dari pengeras suara, lantunan musik jazz menjadi furnitur tak kasat mata yang menghiasi bengkel.

Meski dikenal atas “sentuhan Jepang”-nya terhadap mobil Eropa, Nakai sebenarnya juga menyimpan rasa cinta pada Amerika. Bahkan, Amerika-lah alasan Nakai menjadi pencandu kecepatan.

Di masa kecilnya, dia kerap menyaksikan film-film yang menampilkan mobil cepat seperti Gone in 60 Seconds dan The Cannonball Run. Kata Nakai, yang membuatnya jatuh cinta pada kecepatan adalah ketika dirinya, pada usia 7 tahun, menyaksikan adegan mobil ngepot di sebuah film.

Namun, ke-Amerika-an itu memang tak pernah benar-benar terlihat dalam karya Nakai. Ke-Amerika-an itu "hanya" hadir dalam ruang nostalgia yang dirancang sedemikian rupa olehnya untuk memantik inspirasi secara konstan di bengkel yang, tak jarang pula, juga menjadi tempatnya tidur.

Sebenarnya, Nakai sendiri tak bermaksud untuk menjadikan bengkel itu sebagai rumah keduanya. Akan tetapi, pria berperawakan sedang itu lebih nyaman bekerja pada malam hari ketika suasana sudah sepi. Maka, ketika pagi atau siang telah tiba, Nakai pun menyempatkan untuk tidur di bengkelnya itu.

Mengerjakan Sendiri

Tak semua pekerjaan dilakukan Nakai di bengkel RWB tersebut. Sebab, dia sering kali pula diundang ke luar negeri untuk menggarap Porsche pesanan.

Untuk menggarap satu mobil, Nakai bisa menghabiskan waktu beberapa pekan. Pasalnya, meskipun memiliki asisten, Nakai lebih sering mengerjakan semuanya seorang diri.

Mulai dari mengukur, membuat bagian-bagian bodywork dengan tangan, sampai mengecat, semua dilakukan Nakai sendiri. Itu semua dilakukan Nakai secara spontan. Namun, sebelum mengerjakan itu semua, dia akan terlebih dahulu mewawancarai sang pemilik mobil untuk memahami karakter mereka. Setelah itu, barulah dia mulai menggarap mobil-mobil pesanan.

Kebanyakan pemilik mobil menginginkan agar Porsche mereka dibuat agar bisa dipacu sekencang mungkin, tapi tetap legal dikendarai di jalan raya; persis seperti Porsche 930 Stella Artois milik Nakai. Untuk permintaan seperti itu, Nakai biasanya lalu menyerahkan pengerjaan dapur pacu kepada vendor lain. Dia hanya akan fokus pada pengerjaan bodywork.

Mobil yang telah selesai kemudian bakal diberi nama oleh Nakai. Yang unik, inspirasinya benar-benar bisa datang dari mana saja. Misal, ada satu Porsche yang diberi nama RWB Ise Ebi karena, menurut Nakai, mobil itu mengingatkan dirinya pada lobster berwarna hijau keemasan yang populer di Jepang.

Ketika Nakai diminta untuk menggarap mobil di luar negeri, biasanya aksi sang modifikator itu bakal jadi tontonan tersendiri layaknya sebuah pentas seni. Dan Nakai pun tak keberatan. Dalam sebuah dokumenter singkat, dia berkata bahwa dirinya senang karena karyanya dihargai orang lain.

Nakai pun tak merasa terganggu dengan keberadaan banyak orang karena ketika dia mengerjakan sebuah mobil, dia sudah tenggelam dalam alam pikirnya sendiri.

Memang, butuh waktu lama bagi Nakai untuk menggarap mobil-mobil pesanan. Itulah mengapa saat ini antrean modifikasi RWB sudah mencapai tiga tahun. Jadi, memang dibutuhkan kesabaran ekstra bagi pemilik yang ingin mobilnya merasakan sentuhan emas Nakai.

Namun, hasilnya tak pernah mengecewakan. Semua orang yang mobilnya pernah dimodifikasi oleh Nakai selalu merasa puas.

Entah sampai kapan Nakai bisa melakukan semua ini. Kendati masih energik, usianya tak muda lagi. Namun, dia belum pernah berkata kapan akan berhenti dan rasanya dia terlalu mencintai dunia ini untuk berhenti begitu saja. Yang jelas, dengan RWB-nya, Nakai telah menemukan kebahagiaan dengan membahagiakan orang lain.

Baca juga artikel terkait PORSCHE atau tulisan lainnya dari Yoga Cholandha

tirto.id - Otomotif
Reporter: Yoga Cholandha
Penulis: Yoga Cholandha
Editor: Fadrik Aziz Firdausi