Menuju konten utama

AJI Kecam Kekerasan Aparat Terhadap Jurnalis saat Liput May Day

AJI Jakarta dan LBH Pers mengecam tindakan kekerasan yang dialami jurnalis ProgreSIP saat meliput demonstrasi May Day.

AJI Kecam Kekerasan Aparat Terhadap Jurnalis saat Liput May Day
Seorang jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Ternate meletakkan kartu identitas wartawan ketika berunjuk rasa di depan Kantor Wali Kota Ternate, Maluku Utara, Selasa (25/2/2025)ANTARA FOTO/Andri Saputra/Spt.

tirto.id - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengecam tindakan kekerasan yang dialami jurnalis ProgreSIP saat meliput demonstrasi May Day di gerbang Gedung DPR RI, Kamis (1/4/2025) kemarin. Jurnalis tersebut disebut dikeroyok di depan Talaga Senayan oleh sekitar 10 anggota kepolisian pada pukul 17.25 WIB.

AJI dan LBH Pers juga mendesak Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jakarta Raya untuk mengusut kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis. Kapolri didesak agar mengeluarkan aturan yang secara tegas melarang anggotanya menggunakan pakaian sipil atau menyamar saat bertugas mengawal demonstrasi.

“Pelaksanaan tugas pengamanan aksi unjuk rasa dengan berpakaian bebas menimbulkan kekhawatiran dan penyalahgunaan karena minimnya pengawasan terhadap pelanggaran prosedur,” tulis AJI dan LBH Pers dalam keterangan resmi yang diterima Tirto, Jumat (2/4/2025).

Selain itu, AJI dan LBH Pers meminta kepada kantor media untuk menjamin dan memantau keselamatan jurnalis yang meliput ke lapangan, khususnya kasus-kasus yang berpotensi menimbulkan ancaman fisik maupun psikis.

“Dalam asas kebebasan pers, apabila ada pihak yang merasa tidak puas atau merasa dirugikan akibat pemberitaan, hendaknya menggunakan hak jawab dan koreksi, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 butir 11 UU Pers Nomor 40/1999 yang berbunyi,” desak mereka.

Hak jawab adalah hak seseorang atau kelompok untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

Pemimpin Redaksi ProgreSIP, Setyo A Saputro, mengatakan peristiwa pengeroyoan yang dialami jurnalisnya bermula saat korban Y merekam situasi massa aksi di depan Gedung DPR yang telah dibubarkan paksa oleh polisi. Namun, sejumlah orang meneriaki Y “anarko” kemudian meminta Y menghapus rekamannya.

“Melakukan kekerasan fisik dengan menarik, mencekik, memukul, serta memiting leher Y,” kata dia dikutip dalam keterangan resmi, Jumat.

Meskipun telah menunjukkan kartu pers sebagai awak media, sekelompok orang berpakaian bebas yang diduga anggota polisi tetap melakukan kekerasan.

“Mereka juga menggeledah seluruh saku Sdr. Y dan memaksanya menghapus rekaman dari kamera,” kata Setyo.

Di tengah kekacauan tersebut, seorang pria bernama Andi yang mengaku dari Lembaga Bantuan Hukum Rahadian datang. Andi menegaskan bahwa Y adalah seorang jurnalis. Setelah itu, para aparat membubarkan diri dan meninggalkan lokasi.

“Akibatnya, Y mengalami syok dan sempat mengalami sesak napas akibat pengeroyokan tersebut,” kata Setyo.

Sepanjang 2025, AJI mencatat ada 36 kasus kekerasan terhadap jurnalis dengan berbagai bentuk, seperti pemukulan, penganiayaan, perampasan alat kerja, teror, hingga intimidasi. Pada demonstrasi menolak Undang-Undang tentang Tentara Nasional Indonesia (RUU TNI) pada Maret lalu, AJI mengungkap telah terjadi 18 kasus kekerasan terhadap jurnalis di berbagai daerah.

Pada 2024, AJI mencatat ada 73 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia. Kasus kekerasan fisik paling banyak terjadi dengan jumlah 20 kasus. Adapun, jenis kasus kekerasan lain berupa teror atau intimidasi, pelarangan liputan, ancaman, serangan digital, penuntutan hukum, kekerasan berbasis gender, perusakan alat liputan, hingga pembunuhan.

Pelaku kekerasan pun didominasi oleh polisi dengan jumlah 19 kasus. Pelaku lain meliputi anggota TNI, organisasi masyarakat, orang tak dikenal, aparat pemerintah, hingga perusahaan.

Baca juga artikel terkait KEKERASAN JURNALIS atau tulisan lainnya dari Rahma Dwi Safitri

tirto.id - Flash News
Reporter: Rahma Dwi Safitri
Penulis: Rahma Dwi Safitri
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama