Menuju konten utama

7 Dampak Stres Saat Hamil Bagi Plasenta dan Janin

Stres saat hamil yang tidak segera ditangani akan mempengaruhi cara kerja tubuh sehingga akan berdampak pada kesehatan janin.

7 Dampak Stres Saat Hamil Bagi Plasenta dan Janin
Ilustrasi Hamil. FOTO/iStockphoto

tirto.id - Kondisi fisik dan mental ibu hamil rupanya sangat berpengaruh pada janin yang dikandungnya. Stres pun menjadi salah satu hal yang harus dihindari selama kehamilan karena bisa berdampak buruk bagi perkembangan janin.

Stres memang sulit dihindari karena ada banyak faktor pemicunya. Mulai dari faktor ekonomi, tuntutan pekerjaan, kondisi lingkungan, trauma terhadap sesuatu, hingga hubungan yang tak sehat dengan pasangan.

Stres yang tidak segera ditangani akan mempengaruhi cara kerja tubuh sehingga akan berdampak pada kesehatan janin. Di sisi lain, stres juga bisa mengubah gaya hidup seorang ibu hamil, misalnya jadi malas makan, kurang tidur, melampiaskan stres pada rokok atau alkohol, hingga mengonsumsi obat-obatan.

Hal ini tak hanya berpengaruh pada kesehatan sang ibu, tapi juga pada perkembangan janin yang ia kandung. Akibatnya, bayi dapat lahir dengan gangguan kesehatan yang mungkin bisa berlangsung sampai si bayi menjadi dewasa.

7 Dampak Stres Saat Hamil Bagi Plasenta dan Janin

Berikut adalah beberapa dampak buruk dari stres yang dialami ibu hamil terhadap kandungannya:

1. Perubahan struktur plasenta

Stres rupanya dapat mempengaruhi perkembangan plasenta selama kehamilan. Sedangkan plasenta sendiri adalah pendukung kehamilan yang sangat penting untuk menyalurkan oksigen maupun nutrisi pada janin.

Dikutip dari situs Antara News, ada penelitian yang menunjukkan bahwa stres bisa mengubah kualitas plasenta, termasuk struktur dan teksturnya. Perubahan inilah yang nantinya dapat berpengaruh pada perkembangan janin di dalam kandungan.

2. Menghambat perkembangan otak janin

Ibu hamil yang stres akan melepaskan hormon kortisol di dalam tubuhnya. Menurut laman Oregon Health & Science University, plasenta sebenarnya memiliki mekanisme pertahanan tersendiri, yaitu berupa enzim yang dapat menetralisir kortisol dan mengubahnya ke bentuk kortison.

Tapi jika stres berlangsung lama atau terlalu ekstrem, plasenta pun bisa kewalahan. Kortisol juga diketahui dapat menurunkan produksi enzim pertahanan plasenta sehingga kortisol bisa menerobos masuk ke dalam plasenta dengan mudah.

Kortisol dapat menghambat pertumbuhan bayi dalam kandungan, terutama bagian otak. Efeknya adalah adanya kemungkinan terjadi gangguan perkembangan saraf dan kejiwaan pada bayi.

Gangguan perkembangan fungsi saraf bisa terlihat ketika bayi baru lahir. Sementara dampak yang terlihat dari sisi perilaku contohnya anak yang punya masalah tidur, emosi atau temperamen yang susah dikendalikan, hingga kemampuan kognitif yang rendah.

3. Dampak kesehatan mental saat anak sudah besar

Dalam jurnal yang diterbitkan oleh NCT, ada sejumlah studi yang melibatkan anak usia 3-16 tahun yang menunjukkan hubungan antara stres saat hamil dan perkembangan mental/kejiwaannya. Anak-anak yang lahir dari ibu yang mengalami stres diketahui lebih rentan dengan masalah kecemasan, depresi, ADHD, hingga skizofrenia.

4. Risiko kelainan pada bayi

Sebuah penelitianmenunjukkan bahwa stres berat yang terjadi di sekitar masa konsepsi dan awal-awal kehamilan bisa meningkatkan risiko cacat fisik pada bayi. Cacat fisik yang dimaksud meliputi kelainan pada jantung, tabung saraf, hingga bibir sumbing.

5. Risiko bayi lahir prematur atau berat badan kurang

Laman Marchofdimesmengungkapkan bahwa stres saat hamil bisa meningkatkan risiko bayi lahir secara prematur maupun lahir dengan berat badan kurang. Bayi dikatakan lahir secara prematur apabila kehamilannya belum mencapai 37 minggu, sedangkan berat bayi yang baru lahir normalnya sekitar 2,5 kg.

Baik lahir secara prematur maupun berat badan kurang, hal ini bisa merugikan bayi karena bisa mengalami berbagai gangguan kesehatan. Bayi prematur berisiko mengalami keterlambatan dalam hal perkembangan fisik, belajar, komunikasi, hingga sosialisasi.

6. Bayi mudah sakit

Dari berbagai penelitian yang dilakukan, stres saat hamil bisa mempengaruhi sistem kekebalan tubuh pada bayi setelah dilahirkan. Hal ini berakibat bayi mudah terserang penyakit, bahkan bisa meningkatkan risiko memiliki alergi atau asma.

7. Risiko keguguran

Stres yang dialami oleh seorang ibu di awal-awal kehamilannya juga meningkatkan risiko keguguran. Di sisi lain, stres dapat membuat tekanan darah ibu hamil meningkat yang bisa berujung pada preeklamsia.

Preeklamsia yang tidak segera ditangani bisa membahayakan nyawa ibu hamil maupun janinnya. Dampaknya bisa menyebabkan pertumbuhan janin yang lambat, bayi lahir prematur, hingga terjadinya eklampsia (kejang atau koma).

Baca juga artikel terkait KESEHATAN PEREMPUAN atau tulisan lainnya dari Erika Erilia

tirto.id - Gaya hidup
Kontributor: Erika Erilia
Penulis: Erika Erilia
Editor: Nur Hidayah Perwitasari