tirto.id - Misteri kematian Prada Lucky Chepril Saputra Namo, prajurit Batalyon TP 834/WM Nagekeo, mulai menemui titik terang. Ia meninggal dunia di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu, 6 Agustus 2025, dengan sejumlah luka di tubuh dan kaki.
Tindak lanjut dari pihak Batalyon TP 834/WM membuahkan hasil setelah empat orang anggota berpangkat Prajurit Satu (Pratu) diduga kuat terlibat dalam aksi kekerasan terhadap Prada Lucky. Keempatnya langsung ditangkap Polisi Militer untuk proses hukum lebih lanjut.
“Dari hasil penyelidikan awal dan olah tempat kejadian, kami mengidentifikasi empat anggota yang diduga memukul almarhum. Mereka telah kami serahkan ke Polisi Militer di Ende untuk proses investigasi,” kata Komandan Kompi C Yonif TP 834/WM, Lettu Inf Rahmat, Jumat (8/8/2025).
Lettu Rahmat mengatakan langkah selanjutnya akan ditentukan oleh pimpinan. Namun ia memastikan bahwa penanganan kasus ini akan terus berlanjut demi mengungkap kebenaran yang diharapkan oleh keluarga korban.
Sebelumnya, diketahui Prada Lucky meninggal setelah sempat menjalani perawatan selama lima hari di RSUD Aeramo. Ia masuk rumah sakit pada Sabtu, 2 Agustus 2025. Berdasarkan catatan medis, kondisi almarhum sempat memburuk dan mengalami henti jantung beberapa kali sebelum dinyatakan meninggal pada pukul 11.23 WITA, Rabu pagi.
Keluarga korban, yang hadir di rumah sakit saat itu, menyampaikan kesedihan dan tuntutan atas keadilan. Sang ibu, Sefriana Pauwina, menangis histeris melihat kondisi jenazah anaknya yang dipenuhi luka. Sementara ayahnya, Christian Namo, mendesak agar kematian anaknya diusut secara tuntas lewat jalur hukum.
Ayah almarhum, Serma Christian Namo yang ditemui media di RSUD Aeramo mengatakan, banyak luka pada tubuh anaknya. Dia meminta agar kematian anaknya diusut secara hukum. Serma Cristian Namo juga meminta para pelaku yang menyiksa anaknya untuk dipecat dari TNI AD lalu dijatuhi hukuman mati.
"Saya meminta agar keadilan ditegakkan, karena ini menyangkut nyawa," tegasnya.
Dia akan terus menuntut keadilan agar para pelaku dihukum mati.
"Saya tuntut keadilan pakai jalur hak asasi manusia, nyawa saya jadi taruhannya," ungkapnya.
Cristian mengancam akan menyelesaikan dengan caranya sendiri jika hukum tidak bisa menjerat pelaku.
"Kalau tidak ada keadilan, saya akan gali kembali kuburan untuk dibawa ke orang-orang yang paling bertanggungjawab," sambungnya.
Penulis: Mario Wihelmus PS
Editor: Bayu Septianto
Masuk tirto.id


































