Menuju konten utama
Mozaik

335 Lubang Peluru dan Pembunuhan Tragis Hind Rajab

Mei 2018, 7 tahun lalu, Hind Rajab dilahirkan ke dunianya yang penuh harap. Tapi, harapannya tercabut 6 tahun kemudian. Nyawanya direnggut tentara Israel.

335 Lubang Peluru dan Pembunuhan Tragis Hind Rajab
Warga Amerika yang pro-Palestina berkumpul untuk menghadiri acara peringatan untuk Hind Rajab, seorang gadis Palestina berusia lima tahun yang dibunuh oleh pasukan Israel, di Zuccotti Park di New York City, New York, Amerika Serikat pada 29 Januari 2025. Reuters/Selcuk Acar / Anadolu

tirto.id - Pagi itu, 29 Januari 2024, di bawah langit Gaza yang kelam, dipenuhi asap dan raungan desing peluru, sebuah mobil Kia Picanto hitam merangkak di jalanan Tel al-Hawa dengan membawa harapan tipis sebuah keluarga.

Di dalamnya, Hind Rajab, gadis kecil berusia lima tahun dengan mata penuh mimpi, memeluk erat ketakutan bersama paman, bibi, dan sepupu-sepupunya. Mereka bukan pejuang, bukan ancaman, hanya sipil yang berlari dari maut invasi Israel yang menghancurkan dunia mereka.

Jalanan yang dulu ramai kini hanya menyisakan puing dan darah. Mobil kecil itu adalah perisai terakhir Hind Rajab. Namun, hari itu, monster baja tank telah mengintai, siap mencabik harapannya dengan kebiadaban yang tak terbayangkan.

Mobil Kia Picanto itu bergerak pelan, berusaha menghindari perhatian di tengah kaos. Dari jarak hanya 13 hingga 23 meter, sebuah tank dari Brigade Lapis Baja ke-401 Israel mengarahkan moncong senjatanya.

Melalui lensa canggih, mereka jelas tahu bahwa di dalam mobil itu bukan berisi orang-orang militan, melainkan warga sipil—anak-anak seperti Hind Rajab, dengan wajah polos dan tangan mungil. Namun, di tengah perintah militer dan ketegangan konflik, kemanusiaan seolah lenyap.

Tiba-tiba, tanpa belas kasih, ratusan peluru memberondong mobil itu. Bukan satu tembakan, bukan pula puluhan, melainkan ratusan hantaman peluru.

Senapan mesin tank itu meraung, mengoyak udara dengan ledakan, mengguncang bumi. Bodi mobil kecil itu berlubang-lubang, kaca pecah, dan darah mengalir. Di dalam mobil, kepanikan berubah menjadi jeritan, lalu keheningan.

Paman, bibi, dan tiga sepupu Hind Rajab, tewas seketika. Tubuh mereka tersungkur di kursi berlumur darah. Hanya Hind dan sepupunya, Layan Hamadeh (15 tahun), yang luput dari maut seketika itu, terperangkap di antara mayat dan ketakutan yang sulit diucapkan.

Ambulans yang Tak Pernah Sampai

Dengan tangan gemetar dan napas tersengal, Layan meraih telepon genggam, menekan nomor kontak Palestine Red Crescent Society (PRCS).

“Tank itu dekat sekali! Mereka menembaki kami!” teriaknya. Suaranya retak. Patah di sela-selanya. Tangisnya tercekat di antara napas yang tersengal, memecah keheningan di ujung telepon.

Operator PRCS, dengan hati teriris, berusaha menenangkan, mencatat lokasinya: dekat pom bensin Fares. Tapi, sebelum Layan bisa mengucap satu kata lagi, rentetan tembakan kembali mengguncang.

Panggilan terputus. Suara Layan lenyap, nyawanya direnggut peluru yang tak kenal ampun. Kini, hanya Hind Rajab yang tersisa. Seorang anak kecil, sendirian di tengah lautan kematian.

Hind Rajab, dengan keberanian yang sulit dibayangkan oleh anak seumurannya, mengambil telepon yang jatuh dari tangan Layan. Ia mengatakan bahwa dirinya terluka di tangan, punggung, dan kaki, karena tembakan tentara Israel.

Selama lebih dari tiga jam, Hind Rajab terus berbicara, memohon kepada ibunya, menangis, dan membaca Al-Qur’an. Operator di seberang telepon berusaha menghiburnya sambil berjuang menahan pecah tangis.

PRCS berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan Gaza dan militer Israel untuk mengirim ambulans. Izin aman akhirnya datang, menyalakan secercah harapan di kegelapan.

“Aku sangat takut, tolong datang. Jemput aku. Tolong, maukah kalian datang?” pintanya kepada operator PRCS. Suaranya mungil tapi rapuh, diselimuti ketakutan tapi penuh harap.

Sekitar pukul 18.00, setelah matahari terbenam dan tampak “lampu hijau” izin dari pihak Israel, petugas medis PRCS Yusuf al-Zeino dan Ahmed al-Madhoun diberangkatkan dari Rumah Sakit Al-Ahli dengan ambulans.

Ambulans, yang jelas bertanda medis, mendekati mobil Hind Rajab yang terkepung. Mereka hanya berjarak beberapa meter dari Kia Picanto itu, cukup dekat untuk melihat kehancuran yang ditinggalkan rentetan peluru. Namun, di detik-detik krusial itu, tank Israel kembali beraksi.

Para petugas medis melaporkan melihat sinar laser diarahkan ke mereka, diduga berasal dari pasukan Israel. Komunikasi terakhir dari kru ambulans adalah suara ledakan dan tembakan yang mengguncang malam. Setelah itu, kontak dengan mereka hilang sama sekali.

Hind, yang masih menunggu di dalam mobil dengan penuh harap, benar-benar sendirian.

Selama 12 hari berikutnya, nasib Hind Rajab dan kedua petugas medis tersebut tidak diketahui.

Akhir yang Merobek Jiwa

Ketika pasukan Israel akhirnya mundur dari Tel al-Hawa pada 10 Februari 2024, warga Gaza, dengan hati penuh luka, mendekati lokasi pembantaian. Di dalam Kia Picanto yang penuh lubang peluru, mereka menemukan jasad Hind Rajab, Layan, dan anggota keluarga lainnya, yang sudah mulai membusuk.

Beberapa meter dari mobil keluarga itu, ambulans PRCS ditemukan dalam kondisi hancur lebur, habis terbakar. Sisa-sisa jenazah petugas medis Yusuf al-Zeino dan Ahmed al-Madhoun ditemukan di dalamnya.

Mobil Hind Rajab

Kendaraan yang hancur yang ditumpangi Hind Rajab yang berusia enam tahun saat ia melarikan diri bersama bibi, paman, dan tiga sepupunya saat mereka diserang di Kota Gaza yang dilanda perang. Foto/AFP

Hind Rajab lahir pada 3 Mei 2018, yang berarti ia berusia lima tahun saat kematiannya pada 29 Januari 2024. Beberapa sumber menyebutnya berusia enam tahun karena ia berulang tahun yang ke-6 beberapa bulan kemudian.

Ibunya, Wissam Hamada, mengenang Hind Rajab sebagai anak yang ceria, sering memakai mahkota mainan, citra yang kontras dengan kekejaman kematiannya. Foto Hind mengenakan toga wisuda taman kanak-kanak menjadi gambaran pedih tentang masa depan yang direnggut.

“Mereka membunuhnya dua kali,” tuturnya kepada NBC.

Hal itu menggarisbawahi kerentanan bagi anak-anak dalam pusaran konflik untuk mengaburkan batas antara kombatan dan warga sipil.

Pada akhir 2023 dan awal Januari 2024, Gaza berada dalam cengkeraman invasi Israel yang intensif, untuk kesekian kalinya selama puluhan tahun ke belakang. Warga sipil dipaksa mengungsi secara massal. Sistem layanan kesehatan runtuh. Perintah evakuasi terus-menerus dikeluarkan oleh militer Israel.

Kota Gaza, khususnya lingkungan Tel al-Hawa, tempat Hind dan keluarganya tinggal, menjadi salah satu area yang paling terdampak oleh bombardemen dan operasi darat.

Keluarga Hind Rajab sebenarnya sedang berusaha mematuhi perintah evakuasi Israel ketika tragedi menimpa. Namun, upaya mematuhi perintah nyatanya tidak menjamin keselamatan.

Laporan dari Forensic Architecture menunjukkan bahwa rute evakuasi ke selatan, sebagaimana arahan dari Israel, justru terblokir oleh puing-puing bangunan yang baru saja dibom.

Investigasi dan Temuan Kunci

Dalam respons awal mereka, Pasukan Pertahanan Israel (IDF) menyangkal keterlibatan pasukannya. Seorang juru bicara IDF berkukuh bahwa, pada 29 Januari 2024, tidak ada pasukan IDF yang berada di dekat kendaraan keluarga Hind Rajab atau dalam jangkauan tembak.

IDF mengklaim, karena tidak adanya pasukan di area tersebut, koordinasi untuk pengiriman ambulans tidak diperlukan. Pada 2 Februari, IDF memberitahu CNNbahwa mereka “tidak mengetahui insiden tersebut”. Lalu, beberapa hari kemudian, mereka menyatakan bahwa mereka “masih menyelidikinya”.

Penyangkalan IDF dengan cepat dimentahkan oleh serangkaian investigasi independen. Al Jazeera, The Washington Post, Sky News, dan Forensic Architecture, melalui penggunaan citra satelit, analisis audio, dan data geolokasi, secara konsisten mampu membuktikan kehadiran signifikan pasukan IDF, termasuk tank dan kendaraan lapis baja, di sekitar lokasi kejadian ketika serangan terjadi.

Lebih jauh lagi, terdapat indikasi bahwa IDF secara tidak sengaja menjatuhkan dirinya sendiri ke dalam kontradiksi. Mereka menerbitkan siaran pers mengenai operasi mereka di lingkungan Tel al-Hawa, tetapi kemudian menghapusnya pada hari kejadian.

Klaim awal IDF mungkin dapat diatribusikan pada “kabut perang”. Jika bukan karena bukti-bukti lanjutan, yang bersifat persisten dan dapat diverifikasi, klaim itu akan mengekal dan menguat.

Penghapusan siaran pers IDF yang relevan, jika benar, mengindikasikan adanya upaya untuk mengendalikan narasi daripada mengklarifikasi fakta. Hal itu menunjukkan bahwa narasi IDF bukan hanya kesalahan akibat kebingungan di medan tempur, melainkan memang sikap yang berusaha dipertahankan meskipun ada fakta yang mudah dipastikan, atau upaya untuk membentuk narasi yang kemudian tidak dapat dipertahankan.

Lembaga riset Forensic Architecture, bekerja sama dengan program Fault Lines dari Al Jazeera dan spesialis audio Earshot, melakukan analisis mendalam terhadap insiden tersebut. Mereka berhasil memetakan total 335 lubang peluru pada mobil Kia Picanto milik keluarga Hind Rajab. Mayoritas di antaranya berada di sisi kanan kendaraan, yang menunjukan posisi penembak.

Jumlah peluru yang luar biasa banyak itu ditembakkan ke sebuah mobil sipil kecil dari jarak yang sangat dekat. Tank IDF diposisikan hanya berjarak 13 hingga 23 meter dari kendaraan keluarga itu.

Analisis Forensic Architecture menyimpulkan, operator tank memiliki pandangan yang jelas terhadap mobil dan penumpangnya, termasuk anak-anak di dalamnya.

Forensic Architecture menyatakan, “Tidak masuk akal bahwa penembak tidak dapat melihat bahwa mobil itu berisi warga sipil, termasuk anak-anak”.

Fakta tersebut menunjukkan indikasi keputusan penargetan yang disengaja oleh IDF.

Bukti lainnya, selama panggilan telepon Layan, 64 tembakan dilepaskan hanya dalam waktu 6 detik. Laju tembakan (750-900 peluru per menit) konsisten dengan persenjataan standar militer Israel, seperti senapan serbu M4 dan senapan mesin FN MAG, yang dipasang pada tank Merkava. Itu bukanlah merupakan karakteristik senjata yang biasa digunakan oleh Hamas.

Analisis kinetik juga menunjukkan bahwa mobil tersebut kemungkinan didorong oleh kendaraan berat, diduga buldoser militer Israel. Lekukan pada kaca depan juga menunjukkan indikasi bekas dilindas.

Ada pula kesimpulan lainnya, bahwa sebuah tank Israel kemungkinan besar turut menyerang ambulans PRCS yang dikirim untuk menyelamatkan Hind Rajab.

Temuan ini diperkuat oleh investigasi lanjutan dari Euro-Mediterranean Human Rights Monitor dan The Washington Post. Laporan mereka membuktikan adanya lubang berdiameter 300mm pada ambulans, yang terindikasi berasal dari proyektil tank Israel.

Tak hanya itu. Laporan dari Arms Sales Accountability Project menyebut, serpihan proyektil M830A1 buatan Amerika Serikat ditemukan di lokasi ambulans yang hancur. Penemuan itu secara langsung mengaitkan transfer senjata internasional yang mengakibatkan banyak korban sipil dan keterlibatan kejahatan perang.

Solidaritas Tak Kunjung Padam

Tragedi yang menimpa Hind Rajab dan keluarganya diabadikan melalui berbagai cara, dari instalasi seni hingga aksi mahasiswa. Malapetaka yang menimpa individu dapat menjadi katalisator bagi kesadaran global.

Di kota Bradford, Inggris, replika mobil Kia Picanto milik keluarga Hind, lengkap dengan 335 lubang peluru tiruan, dipamerkan di hadapan publik. Instalasi yang mengerikan itu dibuat untuk menghormati kenangan Hind, bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ketujuh.

Nama Hind Rajab juga bergema di lingkungan akademis. Pada April 2024, para mahasiswa pro-Palestina di Universitas Columbia, New York, mengambil alih Hamilton Hall, salah satu gedung utama kampus. Lantas, mereka mengganti nama gedung itu menjadi “Hind's Hall”, sebagai bentuk penghormatan dan solidaritas.

Aksi tersebut menempatkan kisah Hind di garis depan protes mahasiswa terkait genosida di Gaza dan memicu "tindakan disipliner" dari pihak universitas. Penamaan ulang ini bahkan menginspirasi seorang musisi, Macklemore, untuk merilis lagu berjudul “Hind's Hall”.

Hamilton Hall

Para pengunjuk rasa saling bergandengan tangan di luar Hamilton Hall untuk menghalangi para mahasiswa di dalam gedung di Universitas Columbia, meskipun ada perintah untuk membubarkan perkemahan protes yang mendukung warga Palestina atau menghadapi penangguhan, selama konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di New York City, AS, 30 April 2024. REUTERS/Caitlin Ochs

Menyusul kematian Hind Rajab, keluarganya, dan dua petugas medis, berbagai upaya hukum telah dilancarkan untuk menuntut keadilan atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan Israel.

Upaya ini dipelopori oleh Hind Rajab Foundation serta didukung oleh pakar PBB dan organisasi hak asasi manusia lainnya.

Setelah investigasi selama setahun, Hind Rajab Foundation secara publik menyebut Letnan Kolonel Beni Aharon, komandan Brigade Lapis Baja ke-401 IDF pada saat kejadian, serta batalion spesifik yang beroperasi di bawah komandonya di lingkungan Tel al-Hawa, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas serangan brutal tersebut.

Berondongan 335 peluru itu bukan hanya menghancurkan sebuah mobil, tetapi juga keyakinan publik terhadap keadilan, kasih sayang, serta kemanusiaan. Di tengah puing-puing Gaza, suara Hind masih memanggil, menuntut dunia untuk mendengar, mengingat, dan bertindak.

Sebagaimana pesan dari ibu Hind Rajab, Wissam Hamadah, "Bangunlah! Hind bukan satu-satunya. Dia bukanlah martir pertama Palestina! ... Mengapa orang lain seperti Hind masih mengalami hal ini?"

Baca juga artikel terkait AGRESI ISRAEL atau tulisan lainnya dari Ali Zaenal

tirto.id - Mozaik
Kontributor: Ali Zaenal
Penulis: Ali Zaenal
Editor: Fadli Nasrudin