tirto.id - Presiden Prabowo Subianto memperkenalkan sejumlah menteri dan wakil menterinya di kabinet barunya yang bernama ‘Kabinet Merah Putih’ pada Minggu (20/10/2024) malam. Dari beberapa nama diperkenalkan, Prabowo masih mempertahankan komposisi menteri ekonomi di era Joko Widodo (Jokowi) atau Kabinet Indonesia Maju sebelumnya.
Wajah-wajah lama tersebut di antaranya adalah Sri Mulyani Indrawati, Airlangga Hartarto dan Agus Gumiwang Kartasasmita. Prabowo masih mempercayai Sri Mulyani sebagai Menteri Keuangan sedangkan Airlangga masih melanjutkan tugasnya sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan Agus Gumiwang tetap sebagai Menteri Perindustrian.
Di luar itu, ada nama-nama menteri ekonomi Jokowi lain yang posisinya tetap atau tidak berubah yakni Bahlil Lahadalia, Rosan Roeslani, Amran Sulaiman, dan Erick Thohir. Adapun Bahlil masih tetap sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rosan Roeslani tetap Menteri Investasi dan Hilirisasi kembali, Amran tetap di Menteri Pertanian, dan Erick Thohir di BUMN.
Analis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Ajib Hamdani, meyakini, Prabowo mempertimbangkan dua aspek dalam proses penyusunan kabinet, yaitu stabilitas dan akselerasi ekonomi. Dalam konteks stabilitas, presiden akan cenderung mengambil unsur birokrat dari partai, yang bisa memberikan dukungan secara politik untuk program-program strategis dan program populis yang menjadi janji kampanye sebelumnya.
Sementara itu, dalam konteks akselerasi ekonomi, presiden akan memperkuat jajaran pembantunya di kabinet dari unsur teknokrat. Pertimbangan dilihat berdasarkan dengan keahlian, pengalaman dan portofolio yang dimiliki sehingga diharapkan mampu mendongkrak dan memberikan daya ungkit maksimal terhadap pertumbuhan ekonomi ke depannya.
“Dan ini memang menjadi prerogatif presiden untuk membuat format kabinetnya. Tetapi, dengan tantangan ekonomi yang begitu kompleks, harus ada evaluasi atas kinerja, agar aspek akselerasi ekonomi selanjutnya menjadi perhatian utama presiden,” kata Ajib dalam pernyataanya kepada Tirto, Senin (21/10/2024).
Terlebih, Prabowo sendiri mempunyai target pertumbuhan ekonomi yang agresif mencapai 8 persen dalam lima tahun ke depan. Hal ini bisa tercapai jika para menteri ekonomi tersebut bisa melakukan reformasi ekonomi secara struktural. Sebaliknya, jika tidak ada perubahan maka pertumbuhan ekonomi stagnan di era Jokowi akan kembali terulang di pemerintahan saat ini.
Prabowo Tak Mau Ambil Risiko
Kepala Center of Macroeconomics and Finance Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M. Rizal Taufikurahman, mengatakan bahwa Prabowo tampaknya tidak ingin ambil risiko besar dalam kepemimpinannya. Penunjukan menteri-menteri ekonomi lama, seperti Sri Mulyani dan Airlangga Hartarto karena memang dianggap paham dengan kondisi ekonomi global dan nasional.
“[Mereka] sangat berpengaruh terhadap pasar uang, jejaring luar negeri sangat kuat, dan kapabilitas politik anggaran dan ekonomi tidak diragukan dalam menyiapkan APBN yang sesuai visi dan misi Prabowo dan Sri Mulyani memenuhi persyaratan itu semua,” ujar Rizal kepada Tirto, Senin (21/10/2024).
Rizal melihat, target capaian pertumbuhan ekonomi 8 persen sepertinya bukan angka mutlak dari Prabowo, tetapi itu adalah angka target. Sedangkan Sri Mulyani sendiri, diyakini Rizal sangat rasional dan paham akan hal itu. Ia beralasan, tumbuhnya ekonomi di angka 8 persen itu ambisius, meskipun langkah menuju angka itu masih cukup rasional.
“Tentu rasionalitas ini dalam tahapan sistematis bisa dilakukan dengan syarat tertentu. Bottleneck selama ini yang dalam pembangunan harus diperbaiki dan dibuka lebar-lebar,” jelas dia.
Maka, sangat mungkin dengan leadership yang kuat Prabowo, para menteri ekonomi kinerjanya akan semakin kuat. Selain paham masalah, presidennya, dalam hal ini Prabowo, juga akan terus men-challenge agar target ekonomi tahapan dibuat rasional dan efisien.
Peneliti ekonomi makro dan keuangan Indef, Riza Annisa Pujarama, menambahkan, pencapaian pertumbuhan ekonomi 8 persen tidak bisa digantungkan hanya pada menko perekonomian dan menteri keuangan, meski kebijakan fiskal ada di menteri keuangan. Menteri-menteri teknis lainnya juga perlu melakukan usaha ekstra untuk mencapai 8 persen karena saling berkaitan satu sama lain.
“Sehingga perlu ada koordinasi dan harmonisasi yang baik antar kementerian,” jelas dia kepada Tirto, Senin (21/10/2024).
Dari kementerian keuangan sendiri, kata Riza, yang bisa dilakukan adalah optimalisasi pengelolaan APBN dengan misalnya belanja yang lebih efektif dan efisien terutama di sektor yang memberi multiplier effect dan mendorong produktivitas. Kemudian, pengelolaan utang juga harus lebih baik. Utang diutamakan untuk sektor yang produktif sehingga dapat kembali ke negara dalam bentuk penerimaan perpajakan.
“Lainnya lagi mungkin adalah mendorong penerimaan perpajakan tapi bukan dengan meningkatkan tarif pajak, bisa dengan menyasar wajib pajak yang luput dari pembayaran pajak, sehingga manajemen data yang lebih baik perlu terus diupayakan,” jelas dia.
Peneliti Institute for Demographic and Affluence Studies (IDEAS), Muhammad Anwar, menilai, upaya mencapai target pertumbuhan ekonomi 8 persen dalam dua sampai tiga tahun ke depan merupakan tantangan yang sangat berat bagi Indonesia. Hal itu berdasarkan kesimpulan jika melihat kebijakan pembangunan Presiden Prabowo yang sejauh ini tampaknya masih berkutat pada keberlanjutan dari program-program pemerintahan sebelumnya.
“Tanpa adanya strategi besar baru yang lebih progresif, target tersebut akan sangat sulit dicapai. Indonesia membutuhkan pendekatan yang jauh lebih transformatif untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi yang stagnan selama era pemerintahan sebelumnya,” jelas dia kepada Tirto, Senin (21/10/2024).
Dengan kondisi ekonomi domestik dan global yang masih diliputi ketidakpastian, bahkan untuk target pertumbuhan 6 persen pun sudah sangat menantang. Untuk mencapai pertumbuhan 7 persen, dibutuhkan reformasi signifikan, terutama dalam birokrasi dan tata kelola ekonomi.
Kemudian untuk mencapai 8 persen pertumbuhan ekonomi jelas membutuhkan lebih dari itu, yaitu reformasi besar-besaran yang melibatkan perombakan strategi ekonomi, peningkatan kualitas institusi, serta reformasi hukum dan politik yang mendalam.
“Jika pemerintah hanya sekadar melanjutkan kebijakan lama tanpa terobosan yang memadai, target pertumbuhan sebesar 8 persen akan sangat tidak realistis,” kata dia.
Yang Perlu Dilakukan Sri Mulyani Cs
Maka, lanjut Anwar, untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 8 persen, Sri Mulyani dan tim ekonomi di bawah pemerintahan Presiden Prabowo harus melakukan perubahan besar dalam cara ekonomi Indonesia dikelola. Pasalnya, dalam mencapai pertumbuhan sebesar itu di tengah kondisi ekonomi global yang tidak pasti dan struktur ekonomi domestik yang relatif stagnan di sekitar 5 persen jelas bukan tugas mudah.
“Bahkan, tanpa langkah-langkah drastis, target ini hampir mustahil tercapai,” jelas dia.
Oleh karena itu, menurut Anwar, ada beberapa langkah strategis yang harus menjadi fokus utama pemerintah ke depan khususnya bagi menteri-menteri ekonomi Prabowo. Pertama, bisa dilakukan adalah menggeser fokus kebijakan ekonomi dari sekadar melanjutkan program-program yang sudah ada, seperti pembangunan infrastruktur dan hilirisasi komoditas tambang, ke arah transformasi yang lebih mendasar.
Selama ini, kata Anwar, pembangunan infrastruktur memang telah memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan, tetapi itu belum cukup untuk membawa ekonomi melesat ke tingkat yang lebih tinggi. Infrastruktur tanpa industrialisasi berbasis teknologi tidak akan mampu menciptakan lompatan produktivitas yang diperlukan.
“Oleh karena itu, Sri Mulyani harus mendorong kebijakan yang memperkuat basis industri manufaktur Indonesia, memacu inovasi, dan memperluas sektor-sektor dengan nilai tambah tinggi,” jelas dia.
Kedua, reformasi birokrasi juga harus menjadi fokus utama. Salah satu hambatan terbesar dalam investasi dan pengembangan industri di Indonesia adalah birokrasi yang kompleks dan sering kali tidak efisien. Maka, untuk menarik lebih banyak investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, pemerintah harus membuat regulasi yang lebih sederhana, transparan, dan cepat dieksekusi.
“Dalam hal ini, Sri Mulyani perlu bekerja sama erat dengan kementerian terkait untuk menciptakan iklim usaha yang lebih ramah terhadap inovasi dan industri baru,” jelas dia.
Ketiga, penting bagi Sri Mulyani dan tim untuk memperhatikan masalah kualitas sumber daya manusia. Pertumbuhan ekonomi yang cepat tidak akan mungkin dicapai tanpa tenaga kerja yang terampil dan produktif. Saat ini, Indonesia tengah menikmati bonus demografi, tetapi manfaatnya masih terbatas karena rendahnya kualitas pendidikan dan pelatihan keterampilan.
“Pemerintah perlu mempercepat reformasi dalam sistem pendidikan dan vokasi untuk memastikan bahwa angkatan kerja masa depan dapat memenuhi kebutuhan industri modern. Tanpa peningkatan kapasitas SDM, target pertumbuhan 8 persen hanya akan menjadi angka tanpa realisasi,” jelas dia.
Terakhir, dari sisi fiskal, Sri Mulyani juga harus memastikan bahwa belanja pemerintah diarahkan untuk mendukung sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan tinggi, bukan sekadar membiayai proyek infrastruktur besar yang kurang efisien.Penggunaan anggaran negara, dalam hal ini harus lebih fokus pada investasi yang mendorong produktivitas jangka panjang, seperti pendidikan, kesehatan, dan penelitian serta pengembangan teknologi.
“Pada saat yang sama, pendalaman pasar keuangan juga perlu dilakukan agar lebih banyak perusahaan, terutama UMKM, mendapatkan akses ke pembiayaan yang lebih mudah dan murah,” pungkas dia.
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Andrian Pratama Taher