Menuju konten utama

Yusril Kaji Permintaan Pulangkan Terpidana Teroris dari Filipina

Yusril Ihza Mahendra menyebutkan ada keluarga yang meminta pemulangan terpidana pengeboman di Filipina ke tanah air.

Yusril Kaji Permintaan Pulangkan Terpidana Teroris dari Filipina
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (4/7/2025). tirto.id/M. Irfan Al Amin

tirto.id - Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia (HAM), Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Imipas) Yusril Ihza Mahendra menyebutkan ada keluarga yang meminta pemulangan terpidana pengeboman di Filipina ke tanah air.

Menurut dia, terpidana yang merupakan warga negara Indonesia itu mengebom sejumlah hotel di selatan Filipina pada awal 2000. WNI yang divonis kasus terorisme itu telah ditahan selama 25 tahun di Filipina.

"Saya juga menerima permintaan dari keluarganya, dari ibunya di Jawa Tengah karena anak itu sudah, di Filipina itu sudah dipenjara sudah 25 tahun, dia waktu ditangkap masih berumur sekitar 20 tahun, terlibat pengeboman," ucapnya di Jakarta Selatan, Selasa (19/8/2025).

"Dijatuhi hukuman seumur hidup oleh Mahkamah Agung Filipina, sudah minta grasi ditolak dan keluarganya sekarang meminta supaya dia dikembalikan. Kami sedang mempelajari itu," lanjut dia.

Menurut Yusril, pihaknya tengah meminta masukan kepada BNPT terkait pemulangan tersangka pengeboman tersebut. Mengingat, BNPT kini berupaya mengurangi aksi terorisme di Indonesia.

Ia mengaku pertimbangan BNPT menjadi penting karena terpidana tersebut tersangkut kasus terorisme. Yusril menilai kasus tervonis itu berbeda dengan kasus Riduan Isamuddin alias Hambali selaku tersangka terorisme. Adapun Hambali kini ditahan di Amerika Serikat.

"Kalau yang di Filipina ini jelas, dia warga negar Indonesia, kalau kasusnya Hambali memang masih perdebatan apakah WNI atau bukan, karena yang di Filipina itu ditangkap dia warga negara Indonesia, paspor Indonesia," tutur Yusril.

Yusril sebelumnya menyebutkan pembahasan RUU transfer narapidana antarnegara dilanjutkan lantaran banyak permintaan transfer narapidana dari negara lain. Menurut Yusril, RUU itu pertama kali dibahas pada 2016. Namun, pembahasan kala itu berhenti.

"Sekian lama terhenti dan sudah terdapat suatu tuntutan mendesak untuk menyelesaikan RUU ini karena banyaknya permintaan pemindahan narapidana negara negara sahabat kepada pemerintahan kita," ucapnya di Jakarta Selatan, Selasa.

Kata Yusril, RUU itu akan menggabungkan dua RUU yang telah dibahas sebelumnya, yakni aturan tentang pemindahan narapidana dan aturan tentang pertukaran narapidana. Dalam RUU itu, pemerintah pusat mengacu kepada konvensi internasional soal pemindahan narapidana yang telah diratifikasi, yakni konvensi tentang transnasional organize crime atau Konvensi Palermo.

Menurut dia, sejumlah kementerian/lembaga telah menyetujui draf RUU. Nantinya, pemerintah akan mengajukan draf RUU kepada Presiden Prabowo Subianto.

Di satu sisi, pemerintah pusat selama ini menggunakan langkah lain saat ada permintaan transfer narapidana, yaitu practical arrangement atau perjanjian internasional. Hal ini dilakukan lantaran Pemerintah RI belum memilki produk hukum tetap soal transfer narapidana antarnegara.

Baca juga artikel terkait YUSRIL IHZA MAHENDRA atau tulisan lainnya dari Muhammad Naufal

tirto.id - Flash News
Reporter: Muhammad Naufal
Penulis: Muhammad Naufal
Editor: Fransiskus Adryanto Pratama